Jambi (ANTARA Jambi) - Provinsi Jambi disebut sebagai "pilot project" tata kelola hutan, hal itu ditandai dengan peluncuran buku "Tata Kelola Hutan" yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi pada Senin (22/12).
Indeks Tata Kelola Hutan yang melibatkan sembilan kabupaten di Provinsi Jambi ini dimuat dalam satu buku dengan melibatkan sejumlah organisasi lingkungan hidup se-Indonesia dengan dukungan penuh dari UNDP Indonesia dan UN-REDD Global Programme serta SIAP II-USAID.
Direktur Eksekutif United Nations Develoment Pragramme (UNDP) Indonesia Beate Trankmann yang hadir dalam peluncuran mengapresiasi peluncuran Tata Kelola Hutan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi ini, ia juga mengatakan, indeks tata kelola kehutanan yang diluncurkan Provinsi Jambi ini pertama kalinya dilakukan di Indonesia.
"Dunia patut berbangga dengan hal ini, Jambi sebagai bagian dari paru-paru dunia telah berhasil melakukan terobosan penting untuk perlindungan hutan, hal ini tidak hanya menjadi contoh bagi provinsi lainnya di Indonesia tapi juga dunia," kata Beate.,
Ia juga mengapresiasi peran masyarakat adat Jambi dalam
menjaga dan mengelola kawasan hutan, karena peran masyarakat adat ini telah banyak melahirkan kebaikan, khususnya dalam menjaga kelestarian hutan yang ada di Jambi, sebab kawasan hutan adat dan hutan desa ini penting bagi kelangsungan kelastarian hutan.
Beate juga menilai kearifan masyarakat adat dalam melihat dan menjaga hutan terlihat selaras dengan penjelasan ilmu pengetahuan modern, yakni hutan memberikan udara bersih bagi aktivitas manusia.
Dengan alasan inilah, Beate menilai kebijakan Pemerintah Provinsi Jambi untuk mengorbitkan indeks tata kelola hutan sangat tepat, apalagi dengan posisi Jambi berada pada posisi 16 sebagai kawasan hutan terluas.
Beate Trankmann juga menjelaskan, dari hasil pengukuran melalui indeks tata kelola hutan di sembilan kabupaten di Provinsi Jambi di tahun 2014 mendapatkan nilai rata-rata 33,37 pada skala 1 s/d 100.
Nilai tata kelola hutan tersebut menurutnya, tidak jauh berbeda dengan nilai tata kelola dari hasil pengukuran pada tahun 2012, yaitu 33,80 pada skala 1 s/d 100.
"Pesannya, ruang perbaikan masih cukup banyak dan kita tidak bisa menunda lebih lama lagi untuk memperbaikinya," katanya.
Sekedar diketahui, dari nilai indeks tata kelola yang diluncurkan ini menunjukkan bahwa indeks tertinggi diperoleh Kabupaten Merangin dengan nilai 39,87, diikuti Kabupaten Batanghari dengan nilai 38,23 dan Kabupaten Kerinci 38,04. Indeks terendah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan nilai 23,35 dibawah Kabupaten Muarojambi dengan nilai 25,68.
Indek ini menurut Beate Trankman diukur dari terobosan dan kebijakan yang dilakukan pemerintah kabupaten dalam mengelola kehutanan.
Dicontohkannya, di Kabupaten Kerinci dengan terobosan kebijakannya mengakui sembilan lokasi hutan adat di dalam revisi rencana tata ruang wilayah Kabupaten (RTRWK). Kabupaten Merangin sendiri dengan kebijakannya paling banyak merekognisi hutan desa, sampai saat ini, terdapat 17 hutan desa yang diakui oleh Pemerintah Kabupaten Merangin.
Kabupaten Batanghari juga melakukan terobosan dengan mengeluarkan kebijakan penyelesaian konflik dengan melibatkan lembaga adat.
Senior Regional Legal Advisor USAID Dr Eric Davies, dalam
sambutannnya menyatakan dengan keberadaan empat taman nasional, hutan adat dan hutan desa yang ada di Provinsi Jambi ini telah menjadikan Provinsi Jambi tidak hanya penting bagi Indonesia, tapi juga penting bagi dunia.
Eric juga mengungkapkan bahwa Jambi saat ini juga telah menjadi salah satu provinsi terdepan dalam REDD+ dengan rencana aksi dan pengelolaan sistematika tata kelola hutan yang baik.
Untuk itu, ia mengharapkan kerja sama USAID dengan Pemerintah Provinsi Jambi menjadi kerja sama yang berkesimambungan, khususnya dalam tata kelola hutan dan menjaga fungsi ekosistem hutan.
Sementara itu, Gubernur Jambi Hasan Basri Agus mengatakan salah satu tantangan terberat dan terbesar dalam pengurangan emisi dari sektor kehutanan adalah penanganan laju deforestasi dan degradasi hutan.
Ia menilai dengan indeks tata kelola hutan yang telah diluncurkan tersebut dapat merefleksi tata kelola hutan Jambi yang selama ini menjadi permasalahan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan hutan yang ada di Jambi.
"Kalau kita lihat dari indeks tata kelola hutan yang diluncurkan ini tentunya kondisi tata kelola kehutanan kita masih memerlukan kerja keras dan kesungguhan semua pihak dalam melakukan pembenahan, sehingga pembangunan kehutanan di Provinsi Jambi dapat dilakukan secara berkesinambungan, berkeadilan, dan tidak rentan dari biaya ekonomi yang tinggi," kata Hasan Basri.
Gubernur juga menerangkan Pemerintah Provinsi Jambi dari jauh-jauh hari telah berkomitmen untuk mendukung upaya nasional dalam mengurangi emisi gas kaca.
Namun, dengan kontribusi nasional dalam pengurangan emisi yang mencapai 26 persen ditanggung dana APBN dan 41 persen dari dukungan masyarakat internasional itu belum mampu mengakomodir kepentingan masyarakat pedesaan disekitar hutan adat dan hutan lindung untuk mencukupi perekonomian mereka.
"Sebanyak 2/3 kawasan Jambi ini berada dalam kawasan hutan, namun tidak bisa membantu masyarakat untuk mencukupi perekonomian mereka, kita hanya menjaga dengan senang hati, tanpa ada insentif dari dunia dan pusat," jelasnya.
Sebab itu Gubernur meminta pemerintah pusat dan dunia perlu mengkaji kembali insentif bagi penjaga-penjaga hutan taman nasional, hutan desa dan hutan adat.
"Tidak perlu banyak, namun dilebihkanlah dari daerah lain, khususnya bagi empat kabupaten yang di wilayahnya terdapat taman nasional, pemberian insentif itu baik dalam bentuk DAU maupun DAK," kata Hasan Basri.(Ant)
Jambi "pilot project" tata kelola hutan
Selasa, 23 Desember 2014 5:34 WIB
......Sebanyak 2/3 kawasan Jambi ini berada dalam kawasan hutan, namun tidak bisa membantu masyarakat untuk mencukupi perekonomian mereka, kita hanya menjaga dengan senang hati, tanpa ada insentif dari dunia dan pusat," kata gubernur......