Mekkah (ANTARA Jambi) - Awan kelabu mungkin masih menyelimuti
keluarga korban yang meninggal dalam peristiwa alat berat jatuh di
jantung kota Mekkah, yaitu Masjidil Haram, pada Jumat sore, 11 September
lalu.
Masjid yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim itu kini semakin
populer seiring dengan sorotan dunia atas musibah yang menewaskan
sedikitnya 111 orang dan melukai lebih dari 300 jamaah dari
mancanegara.
Tidak hanya cidera fisik, jamaah dan keluarga korban mungkin juga
masih banyak terluka dan menyimpan duka mendalam ketika orang yang
mereka cintai wafat dalam peristiwa yang tak terduga.
Ada yang bisa menerima kenyataan itu dengan ikhlas dan mungkin banyak
juga yang belum bisa menerima ditinggal begitu cepat oleh orang yang
mereka cintai.
Erni Sampe Dosen misalnya. Istri Darwis Rahim Cogge, masih tidak menyangka suaminya kini telah tiada.
Ia bersama suami, serta ayah dan adiknya tiba di Mekkah pada Jumat
(11/9) dini hari dan langsung umrah qudum (kedatangan) sampai subuh.
Suka cita sampai di Tanah Suci membuat mereka kembali Masjidil Haram
untuk ibadah Shalat Jumat hingga Ashar.
Ibu tiga anak tidak menduga dalam berapa jam kemudian sebuah bayangan
gelap yang belakangan diketahui pecahan crane roboh, menghempas nafas
kehidupan suaminya.
"Saat itu juga saya yakin suami saya terkena pecahan itu, saya terus
mencarinya meski saya juga mengalami luka saat itu," katanya.
Darwis merupakan salah satu dari 11 jamaah Indonesia yang menjadi
korban musibah di Masjidil Haram. Selain itu, ia sementara ini menjadi
jemaah meninggal yang terakhir terindentifikasi.
Sama dengan keluarga korban lainnya, Erni berusaha ikhlas dan pasrah
menerima kenyataan kepala keluarganya telah diambil Yang Maha Kuasa, di
tempat yang mulia, Tanah Suci, Mekkah Al Mukarammah, dan di hari Jumat.
Penyejuk
Selain Erni, ratusan keluarga lain korban crane roboh juga pasti
mengalami kegetiran yang sama. Ada orang tua yang kehilangan putra-putra
mereka, ada juga suami yang kehilangan istrinya.
Angin spiritual yang bisa menyejukkan keluarga korban (mungkin) adalah
pernyataan Ulama dan Imam Besar Saudi, Syeikh Suud bin Muhammad bin
Ibrahim As Suraim.
Dalam akun twitter resminya ulama besar yang lebih dikenal Syeikh
Suraim mengatakan "Mereka yang meninggal tertimpa reruntuhan Masjidil
Haram kita anggap mereka adalah syuhada."
Ia mengatakan demikian karena alasan Nabi Muhammad SAW menggolongkan
korban reruntuhan (shahibul hadmi) adalah Syahid, dengan mengutip Hadist
Bukhari dan Muslim.
Bagi umat Islam, hal itu tentu kabar yang menggembirakan karena ada jaminan masuk surga bagi mereka yang mati syahid.
Salah satu Hadist juga menyebut "ibadah haji adalah jihad, sama dengan berperang di jalan Allah."
Tidak saja hanya penyejuk spiritual. Selang beberapa hari setelah
peristiwa itu, Raja Salman sebagai Khadimul Haramain atau "Pelayan Dua
Tanah Suci" mengumumkan pemberian santunan kepada ahli waris korban
musibah crane.
Tidak hanya kepada ahli waris korban meninggal, namun korban yang
cidera baik luka yang menyebabkan cacat fisik maupun luka ringan
mendapatkan santunanyang tidak bisa dibilang kecil.
Ahli waris dari korban meninggal dan cacat fisik mendapat santunan
sebesar 1.000.000 riyal atau sekitar Rp3,8 miliar dan mereka yang
terluka mendapat santunan sebesar 500.000 riyal atau sekitar Rp1,9
miliar.
Bahkan Raja yang baik hati itu juga memerintahkan agar pemerintah
Arab Saudi memprioritaskan dua ahli waris untuk beribadah haji tahun
depan.
Kepastian titah Raja itu, juga disampaikan Dubes Arab Saudi untuk
Indonesia, Mustafa Bin Ibrahim Al Mubarak di Jakarta, Jumat (18/9).
Setiap kejadian selalu ada hikmahnya, setidaknya itu diucapkan
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Mereka yang meninggal dalam
musibah crane roboh, kata dia, tidak hanya mendapat penilaian sebagai
syahid, tapi juga keluarga yang ditinggalkan mendapat santunan yang
besar. "Jadi ini sebuah musibah atau berkah?" ujarnya.
Tuntutan
Pada ksempatan bertemu dengan pers Indonesia, Mustafa juga
mengungkapkan musibah crane roboh tidak lepas dari kesalahan teknis
perusahaan kontraktror perluasan Masjidil Haram, yaitu Grup Bin Ladin.
Kelalaian tersebut terkait standar operasional yang diabaikan
seperti ketika crane tidak digunakan, maka penahan derek utama harus
diturunkan.
Selain itu, menurut dia, seharusnya crane juga tidak diarahkan ke tempat jamaah sedang shalat.
Kontraktor pun dinilai tidak memperhatikan peringatan cuaca yang
disampaikan lembaga meteorologi dan perlindungan lingkungan Arab Saudi.
"Pengembang dan konsultan bertanggung jawab sebagian atas peristiwa
ini. Hasil penyelidikan sudah kami limpahkan ke Jaksa Penuntut Umum
untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Mustafa.
Oleh karena itu pula, Pemerintah Arab Saudi mempersilahkan bila ada
keluarga korban ingin menuntut secara khusus perusahaan Bin Ladin
tersebut.
"Yang Mulia Raja Salman menyampaikan, meskipun para korban telah
mendapat santunan, tapi itu tidak menggugurkan hak (korban dan
keluarganya) untuk mengajukan tuntutan haknya secara khusus (al-haw
alkhos) kepada pengadilan yang menangani masalah tersebut," ujarnya.
Kabar itu, tentu saja menggembirakan keluarga korban, meskipun tidak
mungkin menghidupkan kembali orang-orang yang mereka cintai. Namun
setidaknya, empati dan kebaikan Raja serta keterbukaan dan keadilan yang
coba ditegakkan Pemerintah Arab Saudi merupakan obat pelipur lara
mereka yang berduka.
Pemerintah Indonesia sendiri langsung melakukan gerak cepat. Menteri
Agama Lukman Hakim Saifuddin langsung mengumumkan pemerintah melalui
Perwakilan di Arab Saudi akan mempelajari kemungkinan melakukan tuntutan
khusus kepada perusahaan kontraktor yang mengoperasikan crane roboh
tersebut.
Bahkan, bila dianggap perlu, pemerintah akan menyewa pengacara untuk
melakukan tuntutan tersebut, "Kalau dipandang perlu, kita akan lihat
bagaimana kebutuhan terkait (menyewa pengacara) itu," ujar Ketua Amirul
Hajj itu.
Sebagai langkah awal, pemerintah akan mengajukan nama-nama jamaah yang
meninggal dan luka pada peristiwa tersebut dan berjanji akan
memfasilitasi realisasi santunan Raja itu.
"Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Agama, akan bahu membahu
dalam menindaklanjuti pencairan santutan tersebut," ujar Lukman.
Secara khusus, ia juga menyampaikan apresiasi atas itikad baik Raja
Salman bin Abdul Aziz yang telah bermurah hati mengulurkan santunan yang
terbilang tidak kecil itu.
"Mudah-mudahan ini bagian tersendiri, tidak hanya dari Pemerintah Arab
Saudi, tapi juga Raja dan kerabatnya dalam berempati kepada keluarga
korban yang berduka sangat dalam," ujar Lukman.
Santunan Raja di antara duka dan berkah
Senin, 21 September 2015 13:03 WIB