Jambi (ANTARA Jambi) - Warga lima desa di Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, mendesak Menteri Kehutanan segera mencabut rekomendasi terkait alih fungsi hutan dari areal penggunaan lain menjadi hutan produksi, karena kebijakan itu dinilai merugikan warga setempat.

"Rekomendasi dari Gubernur Jambi Nomor: 520/784/IV/Bappeda, tertanggal 3 Desember 1999, dari APL menjadi HP seluas 6.985 hektare sebagian telah dikelola oleh 10 kelompok tani di lima desa," kata Sekretaris Kelompok Tani Permata Geragai Mustaqim di Jambi, Kamis.

Namun kini sudah diambil alih secara paksa oleh PT Wirakarya Sakti (WKS) untuk dijadikan kawasan hutan tanaman industri (HTI), katanya.

Menurut Mustaqim, sekitar 1.500 hektare dari luas kawasan hutan itu sebelumnya telah dijadikan lahan perkebunan sawit, pinang, pisang dan sayur-mayur oleh warga lima desa yang berada di dekat kawasan itu.

Kelima desa itu adalah Desa Pandan Sejahtera, Pandan Makmur, Pandan Jaya, Pandan Lagan dan Laganulu.

Namun, sejak dialihfungsikannya kawasan areal penggunaan lain (APL) menjadi hutan produksi (HP) itu, pada 19 Desember 2003 Gubernur Jambi mengusulkan untuk mendapat izin hak guna usaha.

Atas dasar surat gubernur tersebut, Menteri Kehutanan menerbitkan penunjukan alih fungsi APL menjadi kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT).

Pada surat Menteri Kehutanan Nomor: SK.277/Menhut-II/2004, tanggal 2 Agustus 2004, kawasan seluas  6.710 hektare, masing-masing berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 2.467 hektare dan di Kabupaten Muarojambi seluas 4.243 hektare. Kawasan itu diperuntukkan kepada PT WKS.

Dalam perjalanannya, PT WKS melalui surat Nomor: 312/WKS/L-PR/VI/2004 tanggal 9 Juni 2004, menyampaikan permasalahan kepada Bupati Tanjung Jabung Timur, jika areal eks HPH dari PT Kimiaka Surya seluas 6.711 hektare dan eks PT BAT seluas 3.655 hektare tidak dapat dikelola, dengan alasan adanya perambahan dan penguasaan lahan.

Akhirnya, pada 16 Mei 2006 Bupati Tanjung Jabung Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 390 Tahun 2006 Tentang Izin Lokasi untuk keperluan pembangunan perkebunan kelapa sawit PT Sawit Mas Perkasa seluas 2.000 hektare.

"Surat Keputusan Bupati ini melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999, Tentang Kehutanan karena lokasi yang diterbitkan untuk PT Sawit Mas Perkasa merupakan kawasan HP," kata Mustaqim.

Berdasarkan surat keputusan bupati itu, PT Sawit Mas Perkasa diwajibkan untuk bersama-sama dengan PT WKS dengan difasilitasi Bupati Tanjung Jabung Timur menyelesaikan proses pengembalian fungsi kawasan budidaya dan HTI kepada Menteri Kehutanan.

Bupati Tanjung Jabung Timur juga mengeluarkan surat Nomor: 522/195/Hutbun/2007, tanggal 14 Juni 2007 yang ditujukan kepada Gubernur Jambi agar areal HP-HTI PT WKS yang tidak dapat dikelola tersebut kembali dibuka untuk usaha budidaya pertanian dalam rangka optimalisasi pemanfaatan serta pengamanan lahan.

Dengan memperhatikan keberatan PT WKS untuk mengerjakan areal tersebut serta usulan Bupati Tanjung Jabung Timur maka Gubernur Jambi waktu itu dijabat Zulkifli Nurdin, mendukung usulan alih fungsi yang semula dari APL menjadi HP, merujuk pada surat Nomor: 577/3547/Dishut/2007 tanggal 2 Agustus 2007.

Kemudian pada 18 April 2008 Bupati Tanjung Jabung Timur mengeluarkan Keputusan Nomor 191 tahun 2008 Tentang Pembentukan Panitia Tata Batas Hutan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Berdasarkan kondisi itu, kata Mustaqim, PT WKS pada 2010 mulai melakukan aktivitas pembersihan lahan dan pembuatan kanal di atas areal 850 hektare.

Pada pembukaan dan pembersihan lahan itu, masyarakat yang ada di dalam kawasan diusir dari lokasi. Sementara, lahan masyarakat yang telah ditanami sawit digusur secara paksa.

"Kanal-kanal yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat juga ditutup dan dimatikan perusahaan," katanya.

Kondisi inilah yang membuat 10 kelompok tani di lima desa itu menjadi resah, mengingat kebun sawit petani yang masih tersisa seluas lebih kurang 400 hektare juga akan digusur pihak perusahaan.

"Kami dalam waktu dekat ini akan melakukan aksi unjuk rasa dan mendatangi Kementerian Kehutanan, untuk mendesak supaya mencabut rekomendasi Gubernur Jambi tersebut," kata Mustaqim.

Sementara itu, Kepala Bidang kehutanan dan Perkebunan Dinas Kehutanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Masyadi mengatakan, beralihnya kawasan itu menjadi kawasan HP sudah ditetapkan Menteri Kehutanan.

"Yang jelas, kami tidak punya wewenang untuk melakukan perubahan. Jika Menteri Kehutanan bersedia mengubah kembali menjadi areal penggunaan lain, kita ikuti saja," ujarnya.

Juru Bicara PT WKS Taufiq saat dikonfirmasi menyatakan pihaknya mengelola kawasan itu memiliki dasar kuat, yakni surat izin yang telah diberikan pemerintah.

"Warga yang menuntut itu umumnya penduduk pendatang dan bukan penduduk asli setempat. Kami sudah mau memberi ganti rugi, tapi mereka tolak, jadi bukan kesalahan kami lagi," katanya.(KR-BS)

Pewarta:

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2012