Jambi (ANTARA Jambi) - Masyarakat di Provinsi Jambi berhak untuk mengetahui dan mengenali Bank Indonesia (BI)-Checking milik mereka guna memperjelas status dan perkembangan histografi proses kredit.

Humas Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Jambi Ihsan Prabawa ketika dihubungi, Minggu mengatakan, BI-Checking merupakan istilah yang kerap digunakan pihak perbankan maupun masyarakat guna mempermudah Sistem Informasi Debitur (SID)).

SID adalah sistem yang mempertukarkan informasi debitur dan fasilitas kredit dari bank dan lembaga pembiayaan.

"SID dikelola oleh salah satu bagian di Bank Indonesia, yaitu Biro Informasi Kredit (BIK). BIK sendiri dibentuk dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penyaluran kredit," katanya.

Ia mengatakan, sejak tahun 2006, Bank Indonesia merasa perlu untuk mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan. Keberadaan BI-Checking dapat membantu perbankan, lembaga pembiayaan maupun masyarakat untuk mengetahui performance kredit serta bisa diakses oleh pemberi kredit maupun calon pemberi kredit sebelum menyetujui kredit yang diajukan masyarakat.
     
"Kerap ditemui kasus warga yang menemui kendala saat mengajukan kredit pada bank A, namun oleh bank tersebut kredit yang diajukan ditolak karena adanya catatan kredit macet yang dimiliki pada bank B yang diketahui oleh bank A melalui data BI-Checking," katanya.

Pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak pemohon kredit adalah bagaimana bank A bisa mengetahui data yang pemohon pada bank B, bukankah data tersebut merupakan data rahasia, katanya.

Agar permasalahan tersebut tidak membuat masyarakat panik maka warga dianjurkan untuk mengetahui seluk-beluk tentang BI-Checking. BI-Checking yang dikelola BIK berisikan data penyediaan dana/pembiayaan, dan pada akhir yang didistribusikan sebagai informasi kredit yang selanjutnya disebut dengan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis.

Menurut status keanggotaannya, BIK terdiri dari dua, yaitu anggota wajib dan sukarela. Yang termasuk anggota wajib BIK antara lain bank umum, BPR dengan total aset Rp10 milair ke atas selama 6 (enam) bulan berturut-turut, dan  penyelenggara kartu kredit selain bank, yaitu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit.

Sedangkan anggota sukarela antara lain BPR yang total asetnya belum sesuai dengan persyaratan menjadi anggota wajib, lembaga keuangan non bank meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan), serta badan-badan lainnya yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat, serta koperasi simpan pinjam, ujarnya.

Ia juga menjelaskan, IDI Historis yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain untuk mengetahui kredibilitas (kelayakan) calon penerima fasilitas penyediaan dana (debitur) dan untuk mengetahui calon debitur dimaksud sedang menerima fasilitas penyediaan dana dari lembaga lain atau tidak.

Sedangkan untuk masyarakat, IDI Historis yang diperoleh diharapkan mampu memberikan edukasi positif untuk senantiasa bertanggung jawab terhadap kewajiban kredit yang telah diterimanya, sekaligus untuk membantu melakukan kontrol terhadap kebenaran dan keakuratan data yang disampaikan lembaga keuangan kepada Bank Indonesia.

"Masyarakat dapat memperoleh IDI Historis atas nama dirinya sendiri secara gratis melalui lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit yang memberikan fasilitas penyediaan dana/pembiayaan kepada masyarakat tersebut. Selain itu, permintaan IDI Historis juga dapat disampaikan kepada Bank Indonesia," tambah Prabawa.(Ant)

Pewarta: Putra Agung

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013