Surabaya (ANTARA Jambi) - Peneliti dari Fakultas Teknik di Universitas Katolik Widya Mandala (WM) Surabaya Felycia Edi Soetaredjo PhD menemukan jerami sebagai sarana alternatif penyerap limbah logam berat pada industri.

"Jerami itu dijadikan bubur, lalu bubur jerami itu dijadikan batch-batch yang diwadahi dalam tangki, kemudian tangki itu dijadikan bagian dari instalasi pembuangan limbah," kata dosen Jurusan Teknik Kimia FT WM itu kepada Antara di Surabaya, Sabtu.

Dosen mata kuliah technopreneurship itu menjelaskan limbah cair dari industri itu akan melalui "biosorbent" (penyerap dari biomassa) dari jerami itu sebelum dilepas ke sungai atau laut, sehingga sungai atau laut tidak tercemar limbah industri yang umumnya mengandung logam berat itu.

"Penelitian itu masih tahap pertama, sehingga kami belum menghitung persentase dari limbah yang terserap ke dalam biosorbent yang terbuat dari jerami itu, tapi ikan gatul atau enceng gondok di sekitar pabrik yang biasanya mati tetap hidup," katanya.

Hal itu, kata penerima "research grant" dari International Foundation of Sciences (IFS) Swedia itu, karena pencemaran logam berat seperti Pb (timbal) dari industri yang biasanya parah itu bisa "dikunci" dalam "biosorbent" dari jerami itu.

"Limbah dari industri itu biasanya mengandung 12 jenis logam berat, tapi dengan 'biosorbent' dari jerami itu akhirnya berkurang semuanya, jadi kayak saringan," kata peraih doktor dari universitas di Thailand itu.

Ia mengaku penelitian itu bermula dari keprihatinan terhadap anak sahabatnya mengalami keterbelakangan mental akibat limbah mercuri yang dihasilkan industri di lingkungan rumahnya, sehingga banyak masyarakat sekitar industri yang mengonsumsi hasil alam yang terkontaminasi limbah.

"Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan banyak limbah pertanian yang bisa dimanfaatkan sebagai biomassa, salah satunya adalah jerami yang dihasilkan dari limbah tanaman padi. Saya tertarik meneliti demi penyelamatan lingkungan," kata alumnus jurusan teknik kimia WM angkatan tahun 1995 itu.

Apalagi pengolahan limbah industri di Indonesia saat ini untuk menjadi lebih ramah lingkungan masih sangat kurang. "Karena itulah, saya selalu mendorong mahasiswa untuk berkreasi menghasilkan produk yang zero waste, jadi semua bisa bermanfaat," tuturnya.

Berkat penelitian itu, Felycia memenangkan "research grant" IFS. "Itu prestasi yang luar biasa, mengingat penerima IFS di Indonesia tidak banyak. Sejak berdiri pada tahun 1972 hingga sekarang penerima IFS dari Indonesia tidak lebih dari 100 ilmuwan," kata Dekan Fakultas Teknik WM, Suryadi Ismadji.(Ant)

Pewarta: Edy M Ya'kub

Editor : Edy Supriyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2013