Jakarta (ANTARA Jambi) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan bahwa calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan (BG) tidak perlu menjalani uji kelayakan dan kepatutan ("fit and proper test").
"Bila DPR tetap jalan terus mau 'fit and proper test', tapi menurut saya apa lagi yang mau di-'fit and proper test," ujar Hamdan, ketika dijumpai usai pengucapan sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK terpilih di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakan oleh Hamdan ketika disinggung mengenai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji transaksi-transaksi mencurigakan pada Selasa (13/1) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hamdan mengatakan bahwa integritas dan nilai-nilai moral jauh lebih tinggi dibandingkan dengan uji kelayakan dan kepatutan. Ketika seseorang menjadi tersangka maka dia berada dalam posisi yang sangat mempengaruhi integritasnya.
"Karena itu, masak seorang Kapolri menjadi tersangka, kemudian lolos menjadi Kapolri, apa kata dunia," ujar Hamdan.
Ia menjelaskan bahwa persoalan ini akan menjadi masalah bagi publik karena legitimasi publik menjadi sangat penting dalam jabatan-jabatan penting seperti Kapolri.
KPK menyangkakan Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Budi (56 tahun) saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolisian. Ia sebelumnya pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi wakil presiden (1999-2001) dan ajudan Megawati saat menjabat Presiden pada 2001-2004.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015
"Bila DPR tetap jalan terus mau 'fit and proper test', tapi menurut saya apa lagi yang mau di-'fit and proper test," ujar Hamdan, ketika dijumpai usai pengucapan sumpah Ketua dan Wakil Ketua MK terpilih di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Hal itu dikatakan oleh Hamdan ketika disinggung mengenai penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji transaksi-transaksi mencurigakan pada Selasa (13/1) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hamdan mengatakan bahwa integritas dan nilai-nilai moral jauh lebih tinggi dibandingkan dengan uji kelayakan dan kepatutan. Ketika seseorang menjadi tersangka maka dia berada dalam posisi yang sangat mempengaruhi integritasnya.
"Karena itu, masak seorang Kapolri menjadi tersangka, kemudian lolos menjadi Kapolri, apa kata dunia," ujar Hamdan.
Ia menjelaskan bahwa persoalan ini akan menjadi masalah bagi publik karena legitimasi publik menjadi sangat penting dalam jabatan-jabatan penting seperti Kapolri.
KPK menyangkakan Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Budi (56 tahun) saat ini menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri Akademi Kepolisian. Ia sebelumnya pernah menjadi ajudan Megawati Soekarnoputri saat menjadi wakil presiden (1999-2001) dan ajudan Megawati saat menjabat Presiden pada 2001-2004.(Ant)
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015