Jambi (ANTARA Jambi) - Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus mengaku kewalahan mengatasi Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) karena hingga saat ini belum ada regulasi yang tegas dari Pemerintah Pusat untuk menanggulangi masalah tersebut.

"Untuk memberantas PETI itu kita butuh aturan minimal seperti Perda. Untuk membuat Perda tentu harus ada latar belakang regulasi yang kuat dari pusat," katanya usai menghadiri Sarasehan REDD+ di Jambi, Selasa.

Sebagai salah satu provinsi yang diandalkan oleh Indonesia dan dunia dalam mengatasi emisi gas rumah kaca (GHGs), Jambi dengan empat taman nasional, hutan desa dan hutan tanaman rakyatnya, maka keberadaan PETI menjadi problem serius karena bisa merusak kepercayaan itu.

Namun katanya, pemerintah daerah sudah melakukan beberapa terobosan, diantaranya bersama TNI dan Polri melakukan penyisiran PETI disejumlah daerah, seperti di Kabupaten Merangin, beberapa waktu lalu.

"Kita punya rencana aksi yang sudah dilakukan dengan baik. Namun pemerintah daerah juga mengharapkan andil dan dukungan dari pemerintah pusat," kata dia.

Apalagi, kata Hasan Basri Agus,  Wapres Jusuf Kalla beberapa saat berkunjung ke Jambi juga meminta agar kerusakan lingkungan, teruma di kawasan  DAS sungai Batanghari oleh PETI itu diselesaikan dalam waktu 10 tahun kedepan.

Dukungan Pemerintah pusat itu kata gubernur diantaranya dengan memfasilitasi Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Sumatera Selatan sebagai daerah yang dilalui oleh sungai Batanghari untuk berkoordinasi membuat rencana aksi menyangkut  kerusakan lingkungan oleh PETI tersebut.

Sungai Batanghari adalah sungai yang berhulu di di Pegunungan Bukit Barisan, tepatnya Danau di atas, yang saat ini masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hani Hadiati, mengatakan, dalam mengatasi permasalahan PETI tersebut, pemerintah pusat sudah melakukan beberapa terobosan.

Beberapa waktu lalu katanya, Menkumham, KLHK, Kementerian ESDM dan KPK bersama gubernur dari Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan aceh, telah melakukan pertemuan di Medan.

Dari pertemuan itu katanya, diketahui bahwa masalah PETI marak terjadi sejak berlakunya otonomi daerah. Dimana sebelum tahun 1999, pertambangan yang resmi hanya 135 izin.,Tapi setelah itu, lebih dari 10.600 izin dikeluarkan oleh bupati.

"Dan itu terjadi tidak hanya di Jambi, tapi diseluruh Indonesia dan 10.600 izin itu di luar PETI liar yang tidak berizin," kata Hanni di Jambi Selasa.

Dia menjelaskan, umumnya izin tersebut keluar dari para bupati, seiring pelaksanaan Pilkada, contohny di Kalimantan Selatan, kasus PETI juga melibatkan pemodal-pemodal kecil. Namun dirinya menegaskan bahwa kasus PETI ini merupakan sebuah konsekuensi keputusan politik yang belum dipagari oleh regulasi yang kuat.

Itulah PR besar di KLHK, ESDM, dan Kemenkumham, serta Pemda yang punya areal itu. "Bagaimana nanti kita merumuskan sebuah regulasi yang baku untuk mengatasi masalah ini. Kita akan adakan forum di pusat yang membahas masalah PETI itu," katanya menambahkan.

Untuk Jambi, ia belum mengetahui pasti berapa izin tambang yang resmi. Namun kabar terakhir disebutkan pertumbuhan alih fungsi lahan yang disebabkan oleh PETI di Jambi sudah lebih dari 10.000 hektare..

Mengenai penindakan terhadap pelaku tambang ilegal itu, menurutnya hal itu harus di tangani Kemenkumham karena sudah menyangkut penegakan hukum.

"Kalau sudah ranah penegakan hukum, itu ada di kemenkumham,  kita dari KLHK dan ESDM hanya memberikan data wilayah sebarannya saja," katanya. (Ant)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Dodi Saputra


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015