Seorang bapak dan anaknya diringkus petugas Polres Kerinci setelah kedapatan membawa kulit dan tulang harimau di Desa Sanggaran Agung, Kerinci, Jambi. Polisi tidak percaya pada keterangan kedua tersangka yang mengatakan mereka baru pertama kali menguliti harimau mengingat cara mengulitinya yang sangat rapi.

Usut punya usut, pelaku membunuh harimau dengan racun rumput karena dendam. Sang harimau sumatera yang masuk ladang memakan anjingnya yang konon berharga sangat mahal.

Kasus pembunuhan terhadap hewan benama latin Panthera tigris sumatrae ini memang bukan hal baru. Hal ini terjadi karena harimau masuk desa atau ladang penduduk.

Motif perburuannya pun macam-macam, tidak hanya karena dendam seperti kasus terbaru di atas, tetapi juga karena harga kulit harimau yang menggiurkan. Sebuah situs penjualan kulit harimau menawarkan harga Rp18 juta untuk selembar kulit harimau.
Bahkan, ada pula yang menawar hingga Rp40 juta untuk selembar kulit, belum termasuk tulang-tulangnya.

Bagi kolektor kulit binatang, harimau sumatera mungkin menjadi salah satu incaran menggiurkan untuk dikoleksi. Warna bulunya yang kuning kemerah-merahan hingga oranye tua dengan belang hitam berukuran lebar akan terlihat mewah ketika dipajang.
Apalagi jika yang dipajang adalah harimau yang telah diawetkan. Benda koleksi ini tentu akan memberikan kepuasan tersendiri bagi kolektor. Kulit dan tulang harimau bisa ditemukan di toko benda seni, penjual batu permata, atau penjual obat tradisional yang masih percaya pada khasiat minyak kulit binatang.

Padahal, harimau sumatera sudah diklasifikasikan ke dalam kategori binatang yang sudah hampir punah oleh Lembaga Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature).

Data WWF Indonesia tahun 2004 saja menunjukkan jumlah binatang ini tinggal 400 ekor saja. Diperkirakan paling sedikit sekitar 51 ekor harimau hilang dari habitatnya setiap tahun. Belum lagi jumlah harimau yang mati karena usia.

Jika perburuan ini tidak dihentikan, maka tak heran jika dalam beberapa tahun ke depan, harimau sumatera akan benar-benar punah.

Habitat Terancam

Provinsi Riau menjadi rumah bagi sepertiga dari keseluruhan populasi harimau sumatera.
Mereka tinggal di hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan. Namun, tempat tinggal bagi para harimau ini kini terancam oleh hutan yang dibuka menjadi jalan atau perkebunan.

Harimau jelas tidak akan mengerti isi kepala manusia yang terus menerus mengeruk hutan. Mereka hanya tahu tentang wilayah mereka dan bagaimana mencari makan.
Akibatnya, manusia sering bertemu harimau di kampung dan ladang mereka.

Beberapa kali terdengar informasi mengenai harimau yang menyerang manusia. Sekitar tahun 2008, di kawasan Provinsi Jambi sempat beredar video seorang pria tewas dicabik-cabik harimau.

Tidak jelas di mana tepatnya lokasi pengambilan video yang menyebar dari ponsel ke ponsel itu. Keaslian video itu sendiri juga dipertanyakan. Kemudian, pada 2013 di Aceh, seorang pencari kayu tewas diterkam harimau karena anak harimau memasuki jerat yang dipasang pencari kayu tersebut. Katanya, jerat itu digunakan untuk menangkap kijang.
Akibat mendengar berbagai kabar penyerangan harimau ini, warga menjadi was-was.
Jadi setiap bertemu harimau, mereka menyerang sebelum sempat diserang oleh binatang buas ini. Nyawa selamat, kulit dan tulangnya bisa dijual dan menghasilkan uang berlimpah.

Haruskah demikian?

Tuhan tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Sebagai binatang buas, harimau menduduki posisi puncak dalam rantai makanan. Ia bertugas mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawahnya, sehingga keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan bisa terjaga. Salah satu hewan yang menjadi mangsa harimau adalah rusa.

Bayangkan jika populasi harimau berkurang, sementara rusa hidup aman tanpa takut diterkam predatornya. Rusa akan berkembang biak menjadi begitu banyak sementara rerumputan dan dedaunan yang mereka makan jumlahnya tetap.

Lebih parah lagi, rerumputan dan dedaunan jumlahnya juga semakin berkurang karena habis dibabat manusia. Rusa yang begitu banyak akan kelaparan sehingga mereka mencari makan hingga ke perkampungan manusia. Bisa jadi, ketika bertemu manusia mereka diburu untuk dagingnya dimakan. Lihatlah betapa jika satu makhluk hidup punah dapat mempengaruhi kepunahan makhluk hidup lainnya.

Pemerintah melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam sudah mengatur hukum tentang penjualan bagian tubuh binatang yang dilindungi. Pasal 21 undang-undang ini memberi ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta.

Jika berbicara tentang penegakan hukum terhadap sindikat penjualan bagian tubuh binatang ini, tentu pihak berwenang sudah melakukan tugasnya. Contohnya, pada 2009 lalu Satuan Polhut Reaksi Cepat dan Satuan Sumdaling Polda Metro Jaya telah menyibak sindikat perdagangan kulit harimau di Jakarta.

Namun, upaya pemberantasan sindikat penjual kulit harimau tidak bisa berhenti di sini. Pasti masih banyak penjual gelap lain yang belum bisa diungkap oleh polisi.
Edukasi Pada Masyarakat

Adanya hukum yang mengatur perlindungan binatang tidak menjadikan masyarakat menjadi taat hukum. Adanya polisi hutan juga tidak menjamin masyarakat tidak masuk hutan sembarangan.

Setiap orang memiliki batas dan setiap batas bisa ditembus oleh mereka yang jeli mencari peluang. Beberapa kalangan masyarakat malah buta pada hukum negara.

Mereka menggunakan hukum rimba dengan prinsip siapa yang bertahan dialah pemenangnya. Masyarakat tentu perlu mendapat pelajaran mengenai hukum dan kewajiban manusia untuk melindungi sesama makhluk ciptaan Tuhan.

Mengembalikan jalanan dan ladang-ladang menjadi hutan kembali tentu hal yang tidak mungkin dilakukan. Oleh karena itu, upaya yang bisa dilakukan adalah upaya pencegahan agar harimau tetap memiliki rumah dan makanan sehingga mereka tidak masuk ke perkampungan manusia.

Harus ada pihak yang memberikan penyuluhan pada masyarakat untuk tidak lagi menembak harimau dan menjual kulitnya. Masyarakat juga perlu diajari untuk menjaga diri dan harta benda mereka dari serangan harimau tanpa perlu membunuh.

Dengan demikian, upaya pelestarian harimau diharapkan dapat berhasil.
Satu hal yang paling sulit dari memberantas perdagangan kulit harimau ini adalah nafsu manusia.

Tidak ada yang bisa mengendalikan keinginan-keinginan manusia selain manusia itu sendiri. Akhirnya, yang bisa dilakukan adalah terus berusaha mencari, menyibak, dan memberantas sindikat perdagangan kulit harimau hingga ke bagian terdalam, meski akarnya masih sangat jauh...

Cendikia Panggih Mulyani. Mahasiswa Ilmu Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, asal Sungai Penuh, Jambi.

Pewarta:

Editor : Ariyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2015