Perahu tenggelam di Laut Mediterania di perairan Burg Rashid, sebuah desa di provinsi utara Beheira.
Para pejabat mengatakan 31 jenazah ditemukan, terdiri dari 20 jasad laki-laki, 10 perempuan dan satu bocah.
Koresponden Reuters kemudian melihat ada satu perahu nelayan membawa 12 jasad lagi sehingga keseluruhan jenazah yang ditemukan berjumlah 43.
Para petugas sejauh ini sudah menyelamatkan 154 orang, kata para pejabat. Dengan demikian, sekitar 400 orang masih hilang.
"Informasi awal menyebutkan bahwa perahu itu tenggelam karena mengangkut terlalu banyak orang dari batas yang diperbolehkan. Perahu kemudian miring dan para penumpang berjatuhan ke laut," kata seorang pejabat keamanan di Beheira kepada Reuters.
Perahu tersebut membawa para migran dari Mesir, Sudan, Eritrea dan Somalia, kata para pejabat.
Perdana Menteri Mesir Sherif Ismail mengatakan semua sumber daya yang ada akan dikerahkan untuk menjalankan misi penyelamatan dan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas kejadian itu akan diadili.
Belum diketahui ke mana perahu itu sedang mengarah sebelum insiden terjadi namun para pejabat meyakini perahu berlayar dengan menjadikan Italia sebagai tujuannya.
Makin banyak orang yang berupaya menyeberangi lautan untuk mencapai Italia dari perairan Afrika pada bulan-bulan musim panas, terutama dari Libya dan Mesir.
Pada Juni, sekitar 320 migran dan pengungsi tenggelam di pulau Crete, Yunani. Para migran yang selamat mengatakan kepada pihak berwenang bahwa perahu mereka berlayar dari Mesir.
Sudah 206.400 migran dan pengungsi yang melayari Mediterania tahun ini, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi.
Menurut catatan, antara Januari dan Juni lebih dari 2.800 tewas. Jumlah itu lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 1.838 orang.
Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, berkumpul di New York pekan ini dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa untuk membahas krisis migran.
Sekitar 1,3 juta migran mencapai Eropa tahun lalu karena ingin menyelamatkan diri dari perang dan kesulitan ekonomi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016