Jambi (ANTARA Jambi) - Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah di Indonesia penghasil Minyak dan Gas (migas) bumi, namun kemajuan wilayahnya masih tak sebanding dengan banyaknya jumlah produksi migas yang disedot dari tanah Jambi.

Saat ini tercatat ada tujuh daerah penghasil migas di Jambi. Yakni Kabupaten Muarojambi, Batanghari, Tebo, Sarolangun, Tanjungjabung Barat, Tanjungjabung Timur dan Kota Jambi.

Data yang dihimpun dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, menyebutkan bahwa realisasi lifting atau rata-rata produksi minyak dan gas (migas) bumi di Provinsi Jambi pada triwulan II 2016 mencapai 64.620 dolar AS.

"Lifting tersebut berasal dari realisasi kumulatif produksi minyak bumi sebanyak 3.667 barel dan produksi gas alam dengan realisasi kumulatif sebanyak 40.553 MMBTU," kata Kepala Bidang Migas Dinas ESDM Provinsi Jambi, Alex Salman.

Penghitungan data realisasi lifting migas triwulan II tersebut kata Alex dilakukan pada 19 Agustus 2016, yang tertuang pada berita acara yang disusun oleh berbagai pihak berdasarkan hasil laporan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

"Yang melakukan penghitungan ini pemerintah pusat, kemudian penghitungan ini disampaikan ke Pemda penghasil migas," katanya.

Hasil lifting tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk dipergunakan sebagai dasar acuan untuk penghitungan dan penyaluran dana bagai hasil (DBH) migas tahun 2016 bagi daerah penghasil.

Untuk tujuh daerah penghasil minyak bumi dengan rincian realisasi lifting secara kumulatif pada triwulan II 2016, yakni Kabupaten Batanghari sebanyak 115,14 barel dan Muarojambi sebanyak 437,16 barel.

Kemudian Kabupaten Tebo sebanyak 218,28 barel, Kota Jambi sebanyak 161,43 barel, Tanjungjabung Timur 590,82 barel, Tanjungjabung Barat 1.890,01 barel dan Sarolangun sebanyak 257,88 barel.

Sementara untuk gas alam hanya ada tiga daerah penghasil. Yakni Kabupaten Tanjungjabung Timur sebanyak 8.007,52 MMBTU, Tanjungjabung Barat sebanyak 43.689,83 MMBTU dan Muarojambi sebanyak 1.301,50 MMBTU.

Untuk perkiraan Dana Bagi Hasil (DBH) migas terhadap sejumlah daerah di Provinsi Jambi, Alex mengaku belum dapat menyebutkan, hal itu karena kondisi harga minyak dunia yang selalu fluktuatif.

"Untuk berapa dana bagi hasil migas di Provinsi Jambi sendiri tergantung pada harga minyak dunia," katanya.

Namun yang jelas kata Alex, untuk DBH minyak bumi tersebut sesuai PP 55 tahun 2015 diantaranya dengan imbangan 84,5 persen untuk pemerintah pusat dan 15,5 persen untuk pemerintah daerah.

"Bagian daerah sebesar 15,5 persen itu dibagi lagi dengan rincian tiga persen untuk Provinsi Jambi, kemudian enam persen untuk kabupaten/kota penghasil dan enam persen lagi untuk kabupaten/kota lainnya. Sisanya 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar," kata Alex menjelaskan.

Sementara untuk DBH gas bumi, Alex mengatakan sesuai dengan peraturan imbangan yakni 69,5 persen untuk pemerintah pusat dan 30,5 persen untuk pemerintah daerah penghasil.

Kemudian bagian daerah itu masih dibagi dengan rincian enam persen untuk pemerintah provinsi dan 12 persen untuk kabupaten/kota penghasil. Kemudian 12 persen lagi untuk kabupaten/kota lainnya dan 0,5 persen untuk alokasi anggaran pendidikan dasar.

Tingginya ketergantungan Pemprov Jambi terhadap sektor migas tentunya harus ditata lebih baik lagi agar daerah penghasil merasakan kemakmuran baik dari segi pembangunan wilayah, pembangunan pendidikan, peningkatan layanan kesehatan serta kesejahteraan ekonomi masyarakat banyak.

Pemprov Jambi sudah seharusnya diuntungkan dengan hasil bumi yang melimpah itu, namun di segala sektor masih saja ada kekurangan yang mesti tidak lagi terjadi. Seperti insfastruktur sekolah yang tidak layak, padahal sekolah itu berdiri di atas tanah yang menyimpan minyak dan gas bumi.

Kepala Seksi Dana Perimbangan dan Bagi Hasil pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Jambi, Mabrur mengatakan, pemerintah pusat secara tegas meminta pemerintah daerah menurunkan target-target DBH Migas setiap tahunnya.

Dimana sesuai saran pemerintah pusat pada tahun 2016 untuk DBH minyak Jambi hanya ditergetkan sebesar Rp35.784.054.000 atau turun senilai Rp29.973.321.124 dibandingkan tahun 2015 yang mencapai Rp65.757.375.124.

"Sedangkan DBH gas ditargetkan sebesar Rp44.574.588.000 atau turun 50,96 persen dari target 2015 yang mencapai Rp87.921.594.762," kata Mabrur.

Dari target DBH itu katanya tidak sepenuhnya terealisasi. Contoh pada tahun 2015 target DBH minyak hanya terealisasi sebesar 81,94 persen atau sebesar Rp53.878.443.124 dari target awal. Sementara DBH Gas hanya terealisasi Rp87.921.594.762 atau hanya terealisasi sebesar 86,04 persen dari target semula.

Penurunan DBH itu kata Mabrur tentu sangat berpengaruh terhadap penerimaan daerah, pasalnya sektor migas masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan daerah.

"2015 kontribusi DBH terhadap penerimaan daerah mencapai delapan persen, tapi tahun 2016 menurun menjadi 4,2 persen. Jika penurunan terus terjadi pastinya target penerimaan daerah Jambi juga ikut turun," katanya menjelaskan.

Kepala BPS Provinsi Jambi Dadang Hardiawan, juga menyebutkan bahwa kontribusi terbesar terhadap total ekspor di Jambi adalah ekspor kelompok pertambangan sebesar 52,59 persen diikuti industri 42,81 persen dan kelompok pertanian 4,60 persen. Jika dirinci menurut komoditi, kelompok pertambangan didominasi oleh migas kontribusinya mencapai 51,65 persen.

Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Tirat Sambu Ictijar mengatakan, pendapatan DBH Migas Jambi turun karena harga minyak dunia anjlok. Namun produksinya tidak turun drastis.

"Mungkin ada hikmahnya terhadap penurunan DBH Migas. Kabupaten sudah antisipasi programnya, darimana dananya selain DBH migas," katanya.

Saat ini kata Tirat Ada beberapa program yang sedang dilakukan untuk meningkatkan produksi migas, yakni seismic, pengeboran, kerja ulang, serta operasional rutin SKK Migas.

Sedangkan untuk pengerjaan sumur tua di Provinsi Jambi, kata Tirat Dirjen Migas sudah mengeluarkan Permen Nomor 01 Tahun 2008. Dimana sumur tua boleh dikelola oleh BUMD atau Koperasi. Dan untuk melaksanakan kegiatan itu harus mengajukan ke KKS setempat.

Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi Gamal Husein mengatakan, berdasarkan monitor alokasi lifting minyak mentah per daerah penghasil yang dikeluarkan Kementerian ESDM Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, produksi migas Jambi 2011 mencapai 28.63 million barrel per day (MBPD), namun di 2016 turun menjadi 23.37 MBPD.

Turunnya jumlah produksi harian tersebut, kata Gamal berpengaruh pula terhadap produksi komulatif lifting minyak mentah Provinsi Jambi, dari 9,358,066.99 barel di 2010 menjadi 7,622,068.59 barel di 2015.

"Ini secara otomatis akan berpengaruh terhadap bagi hasil daerah dari penerimaan DBH Migas. Jelas sekali DBH Migas kita akan berkurang," kata Gamal

Sementara itu, Gubernur Jambi Zumi Zola mengatakan, aturan migas di negara ini sangat baku atau tidak sama seperti aturan pertambangan lainnnya. Dimana 80 persen peraturan dan kewenangannya dipegang pemerintah pusat.

"Jadi kami selama ini memang mendapatkan DBH, tapi itupun hasil-hasil dan rinciannya diberikan dalam bentuk sudah hasilnya. Bukan jumlahnya sekian, bukan seperti itu kalau untuk migas," kata Zola.

Saat ini Pemprov Jambi kata Zola hanya terus mendukung dan mengimbau pelaku usaha migas untuk dapat membantu dan berperan aktif dalam pembangunan di Provinsi Jambi, khususnya merealisasikan program "Jambi Tuntas" 2021.

"Di Jambi ini minyak dan gasnya banyak, seperti di Tanjungjabung Timur dan Tanjungjabung Barat. Jadi pelaku usaha diimbau untuk dapat ikut membantu Pemprov Jambi dan Pemkab setempat. Mereka yang beroperasi perhatikanlah masyarakatnya dengan CSR-nya," imbuhnya.


Produksi yang Merugikan Negara

Provinsi Jambi juga dihebohkan dengan penemuan 45 sumur minyak ilegal (ilegal drilling) di Kabupaten Sarolangun. Al hasil produksi yang dihasilkan dari perut bumi itu sangat-sangat merugikan negara dan tentu tidak menguntungkan rakyat banyak.

Bahkan menurut Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi Gamal Husein, aktivitas tambang sumur minyak ilegal tepatnya di Kecamatan Pauh itu menghasilkan 30 ton/hari, akibatnya negara pun dirugikan ratusan miliar rupiah.

"Ada sekitar 45 sumur minyak ilegal di lahan seluas lima hektare di Desa Napal, Sarolangun. Dan aktivitas penambangan itu sudah berlangsung dua tahun," kata Gamal.

Dijelaskannya, produksi minyak mentah dari 45 sumur itu dalam satu hari mencapai 30 ton atau 30.000 liter. Jika dikalikan Rp5.000/liter, artinya hasil yang didapat mencapai Rp150 juta/hari.

"Dalam satu tahun negara dirugikan mencapai Rp54 miliar. Belum lagi 'ilegal drilling' yang terjadi di Kabupaten Batanghari. Ada sekitar enam sumur yang menghasilkan minyak tiga ton/hari," katanya.

Gamal mengatakan sejauh ini memang ada dua lokasi 'ilegal drilling' yang terdeteksi di Jambi. Di Kabupaten Sarolangun dan Batanghari.

Sumur minyak ilegal di Sarolangun itu kata Gamal masuk ke wilayah kerja KKKS Techwin Energy South Betung Ltd. Di lokasi ini penambang minyak liar cukup mengebor di kedalaman 40-60 meter, dan sudah menemukan minyak.

"Masalah ini sedang ditangani polisi, informasinya bukan penduduk desa setempat, tapi dari provinsi tetangga. Lokasi penyulingan minyak itu sekitar 35 kilo meter dari pemukiman warga dan sudah dua tahun berlangsung. Teknis pengeborannya pun tradisional dan manual," katanya menjelaskan.

Untuk indikasi minyak yang dihasilkan dari tambang ilegal itu dibawa kemana, Gamal mengatakan itu juga sedang diusut oleh pihak kepolisian. Apakah dijual sendiri atau ke penambang membuat kilang sendiri.

"Hasil penyulingan itu bisa saja langsung dijual ke penampungan atau masak sendiri. Tapi ada juga kemungkinan minyak dari kilang pertamina dicampur ke minyak mereka. Untuk menjernihkan mereka campur lagi dengan kondensat," katanya.

Menurutnya, yang mengelola tambang ilegal ini adalah orang yang tahu bidang migas. Bisa saja mantan dari perusahaan kilang minyak atau semacamnya. Sebab masyarakat biasa tidak bisa melakukan itu.

Dia memperkirakan, minyak yang diambil dari sumur ilegal itu hanya 30 persen minyak 70 persen air. Untuk memisahkan air dan minyak pekerja membuat kolam tanah, setelah air terserap tanah barulah minyak ditimba dan dimasukan ke drum.

"Kita sudah sampaikan ke Kementerian. Kita minta Pemerintah Pusat yang menutup. Sesuai UU 23 Tentang Pemerintahan Daerah, kita tidak punya wewenang. Biasanya penutupan sumur minyak itu disuntik menggunakan semen cair," katanya.

Tak hanya itu, Dinas ESDM Provinsi Jambi katanya juga minta Dirjen yang menangani masalah Migas untuk turun ke lapangan agar melihat dampak dan kerugian yang terjadi akibat adanya penambangan sumur minyak ilegal itu.

Atas temuan ini menambah deretan panjang hasil produksi yang tidak ikut dirasakan masyarakat yang tinggal di wilayah penghasil. Sebab tidak ada bagi hasil atau kontribusi ke daerah yang bisa dijadikan anggaran untuk pembangunan.


Cadangan Menipis

Gamal Husein juga mengatakan bahwa saat ini cadangan minyak di Jambi terus menipis. Diperkirakan hanya bisa bertahan hingga 30 tahun ke depan.

Untuk meningkatkan produksi minyak, pemerintah sejak tahun lalu kata Gamal lalu telah melakukan pelelangan dua lapangan baru yakni di Kabupaten Tanjungjabung Barat. Para investor didorong untuk melakukan eksplorasi sumur minyak baru agar tidak mengandalkan sumur-sumur tua.

Potensi yang sudah tampak hasilnya dan sudah dilelang katanya ada di Tanjungkabung Barat, Alkatara dan di Pulo Gajah, perbatasan Muarojambi dan Batanghari.

Sementara itu, Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Tirat Sambu Ictijar mengatakan, perkiraan cadangan wilayah Jambi untuk minyak+kondensat yakni harapan 82.56 MMSTB, mungkin 66.06 dan terbukti sebesar 79.68 MMSTB. Untuk gas, harapan 3,056.97 kaki kubik, mungkin 1,323.44 dan yang terbukti 1,966.75 kaki kubik

"Angka ini hanya perkiraan, karena secara abnormal sulit menentukan cadangan yang berada di wilayah administasi tertentu," katanya menambahkan.

Sebagai daerah penghasil migas, Jambi sudah wajar menjadi daerah makmur yang menjadi pusat perhatian di tingkat nasional maupun internasional. Namun sebelum itu perlu pembangunan wilayah yang memadai, salah satunya dari peran hulu migas itu sendiri.(***)

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Azhari


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2016