Mengajar Bahasa Indonesia di sekolah, untuk  jenjang  menengah atas, bisa dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya metode penulisan  kolom atau artikel opini yang lazim dimuat di rubrik opini media massa.

Kendala selama ini, yang membuat para guru Bahasa Indonesia tak mau menerapkan pemelajaran tentang penulisan kolom pada siswa,  adalah tiadanya pedoman yang jelas dalam kurikulum tentang hal itu.

Namun, guru-guru yang punya kecenderungan kreatif  dan inovatif, tak menutup kemungkinan untuk menerapkan pengajaran penulisan kolom tersebut. Sedikitnya dua atau tiga kali dalam satu semester pada jam belajar Bahasa Indonesia.

Sebagai pedoman teknis, guru bisa mengambil contoh-contoh kolom yang ditulis para kolomnis terkemuka, baik yang sudah almarhum maupun yang masih aktif menulis di media massa hingga saat ini.

Dari kolom atau artikel opini yang ditulis oleh kolomnis terkemuka itulah, guru mengupas bersama siswa, mendiskusikan isi atau konten tulisan sekaligus teknik penulisannya.

Dalam khazanah format atau gaya penulisannya, jagat prosa nonfiksi di media massa Tanah Air kaya dengan aneka bentuk retorika. Nama-mana kolomnis yang dapat dijadikan rujukan pemelajaran penulisan kolom atau artikel opini di bangku sekolah menengah atas antara lain Rosihan Anwar, Mahbub Junaidi, Mohamad Sobary, Goenawan Mohamad dan Emha Ainun Nadjib.

Tentu guru perlu meneliti terlebih dulu isi, topik dan tingkat kerumitan konsep-konsep pemikiran yang dikandung dalam tulisan. Tulisan-tulisan yang mengupas masalah keseharian namun menggunakan referensi atau pisau analisis filsafat yang rumit sebaiknya dihindarkan dijadikan materi pemelajaran.

Di antara nama-nama penulis kolom di atas yang paling pas bagi contoh pemelajaran penulisan kolom adalah Rosihan Anwar. Kenapa harus Rosihan? Sebab hampir semua kolomnya ditulis dengan pendekatan atau teknik jurnalistik.

Rosihan, semasa hidupnya sebagai jurnalis, sangat konsisten dalam menulis kolom-kolomnya. Bahasanya mudah dimengerti, jelas, lugas dan berusaha mengikuti pola atau kaidah bahasa Indonesia standar.

Isi kupasan materi kolom-kolom pria yang lahir di Kubang, Nan Dua, Sumatera Barat pada 10 Mei 1922 itu  juga tidak rumit tapi menarik dan penting bagi pengetahuan pembaca media massa pada umumnya. Sebagai jurnalis kawakan yang tak suka berumit-rumit dalam mengutarakan opini lewat tulisan, Rosihan layak dijadikan panutan sehingga guru-guru bahasa Indonesia bisa memperkenalkan gaya menulis Rosihan kepada para peserta didik.

Menyodorkan tulisan alumni School of Jurnalism, Columbia University itu  sebagai bahan pembahasan dan contoh penulisan kolom di sekolah tidaklah berlebihan. Pertama, guru dapat menemukan tulisan-tulisan Rosihan di berbagai sumber media massa. Buku-buku yang berisi kumpulan tulisan pendiri dan pemimpin redaksi harian Pedoman itu cukup banyak.

Wartawan Harian Asia Raya di era penjajahan Jepang itu menulis kolom di berbagai harian, dari yang terkemuka hingga yang kurang tersohor. Semua artikelnya di kemudian hari diterbitkan dalam bentuk buku. Hampir semua segi kehidupan ditulis olehnya.

    
  Pemahaman

Dengan mempelajari kolom-kolom Rosihan, siswa akan mendapat pemahaman bahwa diksi-diksi yang dipilih adalah yang lazim didengar khalayak. Struktur  kalimat yang digunakan cenderung kalimat tunggal. Jika berupa kalimat majemuk, selalu dalam bentuk kalimat majemuk yang tak terlampau kompleks.

Dalam menulis kolom, pemilik media yang mengalami pembredelan di zaman Soekarno dan Soeharto itu tak melakukan penghakiman lewat opini subjektif dengan pemakaian kata-kata sifat yang menohok tapi dengan mendedahkan fakta-fakta.

Dari fakta-fakta yang dibeberkan itulah pembaca bisa menyimpulkan sendiri tentang pandangan sang penulis terhadap pokok bahasannya. Yang sangat menonjol dari kolom alumni MULO Padagng itu adalah ketekunannya mencatat, mendokumentasikan fakta-fakta secara detil. Jelas sikap seperti ini dibentuk oleh jatidirinya yang otentik sebagai jurnalis, yang dituntut akurat memperlakukan setiap fakta.

Di masa tuanya, penulis buku Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi itu sering menulis pengalamannya yang istimewa saat berinteraksi dengan tokoh-tokoh penting. Cukup menarik menyimak bagaimana Rosihan bercerita tentang Soekarno, Soeharto dan Gus Dur.

Yang menjadikan tulisan Rosihan kian bernilai adalah kejujuran penulisnya dalam mengakui keterbatasannya. Koresponden harian The Age, Australia, itu tak malu-malu berterus-terang bahwa dia paham soal-soal ekonomi yang rumit. Baginya, menulis artikel haruslah menarik minat pembaca. Lewat penuturan yang lugas dan simpel itulah muncul daya tarik tulisan Rosihan.

 

Pewarta: M Sunyoto

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018