Mataram (Antaranews Jambi) - Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, kembali diguncang gempa bumi tektonik berkekuatan 5,3 Skala Richter (SR), Selasa pukul 04.22 WITA atau 03.22 WIB, namun tidak berpotensi tsunami.
Berdasarkan analisa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menunjukkan pusat gempa bumi terletak pada koordinat 8,41 lintang selatan dan 116,52 bujur timur.
"Pusat gempa berada di darat pada jarak 12 kilo meter (km) arah barat laut Kabupaten Lombok Timur, pada kedalaman 12 km," kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram, Agus Riyanto.
Agus mengatakan dampak gempa bumi berdasarkan Peta Tingkat Guncangan (Shakemap) BMKG dan informasi masyarakat menunjukkan bahwa guncangan dirasakan di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara II SIG-BMKG (V MMI).
Warga di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram, juga merasakan getaran hingga IV MMI.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.
"Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Agus.
Baca juga: Gempa bumi 5,1 SR kembali guncang Lombok
Gempa bumi tersebut menyebabkan warga di Kota Mataram, berhamburan keluar rumah karena khawatir bangunan roboh.
Zuhriatul, salah seorang warga Kelurahan Kebon Sari, Kota Mataram, mengaku kaget begitu merasakan guncangan ketika masih tertidur bersama anak-anaknya.
"Saya langsung terbangun dari tidur dan keluar rumah sambil menggendong anak. Para tetangga juga berhamburan keluar rumah," tuturnya.
Ibu dua anak itu sebelumnya memilih tidur di tenda terpal yang dibangun di Jalan Majapahit, Kota Mataram, bersama anggota keluarganya. Hal itu dilakukan karena masih sering terjadi gempa susulan pada malam hari.
Namun, karena khawatir dengan kondisi kesehatan dua anaknya yang berusia 6 dan 3 tahun, ia dan suaminya memutuskan tidur di ruang tamu tanpa mengunci pintu dan gerbang rumah.
"Biar cepat keluar rumah kalau terjadi gempa disertai listrik padam," ucap Zuhriatul.
Berdasarkan data Aksi Cepat Tanggap (ACT) hingga 27 Agustus, rentetan gempa bumi berkekuatan di atas 6 hingga 7 Skala Richter yang terjadi sejak 29 Juli hingga 19 Agustus, menyebabkan sebanyak 564 orang meninggal dunia.
Bencana alam tersebut juga menyebabkan sebanyak 390.529 orang mengungsi. Selain itu, sebanyak 77.976 rumah dan ratusan tempat ibadah serta sekolah rusak berat. Kerugian diperkirakan mencapai Rp7,7 triliun.
Baca juga: Gempa 5 SR landa Lombok Timur
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018
Berdasarkan analisa Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menunjukkan pusat gempa bumi terletak pada koordinat 8,41 lintang selatan dan 116,52 bujur timur.
"Pusat gempa berada di darat pada jarak 12 kilo meter (km) arah barat laut Kabupaten Lombok Timur, pada kedalaman 12 km," kata Kepala Stasiun Geofisika Mataram, Agus Riyanto.
Agus mengatakan dampak gempa bumi berdasarkan Peta Tingkat Guncangan (Shakemap) BMKG dan informasi masyarakat menunjukkan bahwa guncangan dirasakan di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara II SIG-BMKG (V MMI).
Warga di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Kota Mataram, juga merasakan getaran hingga IV MMI.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.
"Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Agus.
Baca juga: Gempa bumi 5,1 SR kembali guncang Lombok
Gempa bumi tersebut menyebabkan warga di Kota Mataram, berhamburan keluar rumah karena khawatir bangunan roboh.
Zuhriatul, salah seorang warga Kelurahan Kebon Sari, Kota Mataram, mengaku kaget begitu merasakan guncangan ketika masih tertidur bersama anak-anaknya.
"Saya langsung terbangun dari tidur dan keluar rumah sambil menggendong anak. Para tetangga juga berhamburan keluar rumah," tuturnya.
Ibu dua anak itu sebelumnya memilih tidur di tenda terpal yang dibangun di Jalan Majapahit, Kota Mataram, bersama anggota keluarganya. Hal itu dilakukan karena masih sering terjadi gempa susulan pada malam hari.
Namun, karena khawatir dengan kondisi kesehatan dua anaknya yang berusia 6 dan 3 tahun, ia dan suaminya memutuskan tidur di ruang tamu tanpa mengunci pintu dan gerbang rumah.
"Biar cepat keluar rumah kalau terjadi gempa disertai listrik padam," ucap Zuhriatul.
Berdasarkan data Aksi Cepat Tanggap (ACT) hingga 27 Agustus, rentetan gempa bumi berkekuatan di atas 6 hingga 7 Skala Richter yang terjadi sejak 29 Juli hingga 19 Agustus, menyebabkan sebanyak 564 orang meninggal dunia.
Bencana alam tersebut juga menyebabkan sebanyak 390.529 orang mengungsi. Selain itu, sebanyak 77.976 rumah dan ratusan tempat ibadah serta sekolah rusak berat. Kerugian diperkirakan mencapai Rp7,7 triliun.
Baca juga: Gempa 5 SR landa Lombok Timur
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2018