Ketua Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Depati Kara Jayo Tuo Desa Rantau Kermas, Kamis (11/7) menerima penghargaan kalpataru yang diserahkan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Penghargaan kalpataru ini diberikan pada saat acara puncak peringatan hari lingkungan hidup sedunia yang diadakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta Convention Center. KPHA tersebut menerima penghargaan kalpataru pada kategori Penyelamat Lingkungan.

Dalam sambutannya sebelum menyerahkan penghargaan tersebut, Siti Nurbaya mengingatkan betapa pentingnya menjaga alam konservasi di Indonesia. "Kita kuat dan kaya akan keanekaragaman hayati tapi ancamannya juga cukup besar oleh karena itu ini bagian dari tantangan yang harus kita hadapi. Konsep untuk pengembangan taman nasional maupun kawasan konservasi adalah bagaimana kawasan-kawasan ini bisa menopang pusat pertumbuhan daerah. Mari kita jadikan konservasi alam sebagai sikap hidup dan budaya bangsa," ujarnya.

Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, sebelum penyerahan penghargaan kalpataru 2019, menegaskan bahwa betapa pentingnya hutan dalam menjaga keseimbangan alam serta berperan untuk mencegah banjir.

"Hutan adalah penengah dari dua hal tersebut. Kalau hutan kurang, kita tahu semua kalau hujan, air diserap. Kalau musim kemarau, keluar untuk menjadi sumber air dan penahan banjir pada musim hujan," ujarnya.

Desa Rantau Kermas merupakan satu dari sepuluh penerima penghargaan kalpataru 2019. Desa ini dipilih sebagai salah satu penerima penghargaan bergengsi tersebut karena kontribusinya terhadap penyelamatan ekosistem serta lingkungan.

Menurut Dewan Pertimbangan Kalpataru 2018-2019, upaya pelestarian dan pengelolaan Hutan Adat Depati Kara Jayo Tuo yang dilakukan oleh Masyarakat Hutan Adat Desa Rantau Kermas telah memperlihatkan hasil yang sangat menggembirakan. Bukan hanya terlindunginya hutan, ekosistem dan jasa-jasa lingkungan yang sangat penting bagi masyarakat, tapi juga meningkatnya taraf perekonomian masyarakat. Tidaklah salah jika dikatakan, kelestarian hutan dan ekosistemnya adalah jaminan kesejahteraan masyarakat.

Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI WARSI) yang sejak tahun 1996 melakukan pendampingan di Desa Rantau Kermas turut bahagia dengan diberikannya penghargaan kalpataru 2019 kepada KPHA Depati Kara Jayo Tuo.

"Pengakuan dari para pihak atas hutan adat ini merupakan bentuk penghargaan para masyarakat yang sudah mengelola hutannya dengan baik, di tengah ancaman terhadap kawasan hutan yang semakin tinggi," kata Direktur KKI WARSI, Rudi Syaf.

Desa Rantau Kermas merupakan desa yang berada di Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Desa ini sudah memperoleh SK Hutan Adat pada Desember 2016 silam. Waktu itu, disahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Komitmen dalam hal menjaga hutan yang ada di masyarakat telah ada sejak lama dan pada tahun 2000 dibuat lah peraturan tertulis yang dimaksudkan untuk melindungi kawasan hutan tersebut dan bertahan hingga keluarnya SK dari KLHK pada tahun 2016.

Hutan Adat Rantau Kemas dikelola dengan nilai-nilai adat sejak lama, meski secara legalitas Menteri LHK masih tergolong baru. Sejak zaman dahulu aturan adat sudah ditetapkan berupa larangan untuk menebang kayu di hutan adat.

Secara adat lokasi hutan yang terlarang untuk di tebang di antaranya kawasan hulu air yang merupakan daerah tangkapan air serta tanah nyarai yang merupakan daerah dengan kemiringan curam. Sanksi adat sudah ditetapkan untuk pelaku penebangan.

"Sanksi adat berupa denda seekor kambing, selemak semanis dan beras 20 gantang dan uang Rp 500 ribu, alhamdulillah sampai sekarang aturan adat ini di patuhi masyarakat," kata Ahmadi ketua KPHA Rantau Kermas.

Dikatakan Ahmadi sejauh ini Hutan adat memberikan manfaat ganda bagi masyarakat di sekitarnya. Manfaat yang paling dirasakan masyarakat Rantau Kermas adalah mendapatkan listrik murah dari pembangkit litrik tenaga mikro hidro (PLTMH) berkapasitas 41 Kwh.

PLTMH ini digerakkan dari air Sungai Langkup yang hulunya merupakan hutan adat. Tidak hanya itu, hutan adat Rantau Kermas juga memiliki program Pohon Asuh.

"Kami mendorong publik untuk terlibat dalam pengasuhan pohon di hutan adat caranya, publik mendonasikan senilai Rp200 ribu per tahun untuk setiap pohon. Hasil donasi ini dimanfaatkan masyarakat untuk perbaikan sarana dan prasarana di desa, bantuan beasiswa dan bantuan untuk lansia," kata Adi, Wakil Direktur WARSI.

Hingga saat ini sudah 815 pohon yang sudah pernah diasuh di hutan adat ini. Para pengasuh pohon ini berasal dari berbagai kalangan, para pesohor tanah air hingga manca negara.***
Foto Udara - Hutan Adat Rantau Kermas. (Foto/KKI WARSI)


 

Pewarta: Dodi Saputra

Editor : Syarif Abdullah


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2019