Harga minyak sedikit lebih tinggi pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah lima hari berturut-turut menurun karena Amerika Serikat dan China bersiap untuk menandatangani kesepakatan perdagangan awal dan saat ketegangan Timur Tengah berkurang.
Minyak mentah berjangka Brent naik 29 sen atau 0,5 persen menjadi menetap di 64,49 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berakhir 15 sen atau 0,3 persen lebih tinggi menjadi 58,23 dolar AS per barel.
Baca juga: EIA revisi naik perkiraan harga minyak tahun ini
Kedua acuan harga memangkas kenaikan dalam perdagangan pascapenyelesaian karena data dari American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat secara tak terduga minggu lalu.
Data API menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik sekitar 1,1 juta barel dalam seminggu hingga 10 Januari.
Para analis telah memperkirakan penarikan 474.000 barel. Badan Informasi Energi AS (EIA) akan melaporkan data persediaan resmi pemerintah pada Rabu pagi waktu setempat.
Para analis mengatakan minyak menemukan dukungan teknis setelah WTI turun ke level terendah lima minggu di 57,72 dolar AS sebelum memantul dari rata-rata pergerakan 200 hari.
Penandatanganan yang diharapkan dari perjanjian perdagangan Fase 1 Amerika Serikat-China pada Rabu waktu setempat, menandai langkah besar dalam mengakhiri pertikaian yang telah memangkas pertumbuhan global dan mengurangi permintaan terhadap minyak.
"Harga minyak untuk sementara rebound, sehingga para investor menunggu perkembangan selanjutnya di bidang perdagangan dan apakah kita melihat kenaikan yang kuat dengan permintaan global setelah kesepakatan perdagangan fase-satu," Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York, mengatakan dalam sebuah laporan, seperti dikutip dari Reuters.
China berjanji untuk membeli lebih dari 50 miliar dolar AS pasokan energi dari Amerika Serikat selama dua tahun ke depan, menurut sebuah sumber yang menjelaskan tentang kesepakatan perdagangan.
Meskipun terjadi perselisihan perdagangan, impor minyak mentah China melonjak 9,5 persen pada 2019, mencetak rekor untuk tahun ke-17 berturut-turut karena pertumbuhan permintaan dari kilang-kilang baru mendorong pembelian oleh importir utama dunia, data menunjukkan.
Namun, kenaikan harga minyak mentah terbatas karena kekhawatiran tentang kemungkinan gangguan pasokan berkurang karena penurunan ketegangan di Timur Tengah.
Penurunan baru-baru ini karena investor melepas posisi bullish yang dibangun setelah pembunuhan jenderal senior Iran dalam serangan udara AS baru-baru ini, yang mengirim harga minyak ke level tertinggi empat bulan awal bulan ini, kata Harry Tchilinguirian, ahli strategi minyak global di BNP Paribas di London.
Di Amerika Serikat, Badan Informasi Energi AS (EIA) memproyeksikan laju pertumbuhan produksi minyak akan melambat menjadi tiga persen pada 2021, terendah sejak 2016 ketika produksi menurun.
Baca juga: Produksi minyak AS pada 2020 dan 2021 diproyeksikan meningkat
Baca juga: Ketegangan geopolitik mereda, harga emas di New York terus menurun
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
Minyak mentah berjangka Brent naik 29 sen atau 0,5 persen menjadi menetap di 64,49 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berakhir 15 sen atau 0,3 persen lebih tinggi menjadi 58,23 dolar AS per barel.
Baca juga: EIA revisi naik perkiraan harga minyak tahun ini
Kedua acuan harga memangkas kenaikan dalam perdagangan pascapenyelesaian karena data dari American Petroleum Institute (API), sebuah kelompok industri, menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS meningkat secara tak terduga minggu lalu.
Data API menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik sekitar 1,1 juta barel dalam seminggu hingga 10 Januari.
Para analis telah memperkirakan penarikan 474.000 barel. Badan Informasi Energi AS (EIA) akan melaporkan data persediaan resmi pemerintah pada Rabu pagi waktu setempat.
Para analis mengatakan minyak menemukan dukungan teknis setelah WTI turun ke level terendah lima minggu di 57,72 dolar AS sebelum memantul dari rata-rata pergerakan 200 hari.
Penandatanganan yang diharapkan dari perjanjian perdagangan Fase 1 Amerika Serikat-China pada Rabu waktu setempat, menandai langkah besar dalam mengakhiri pertikaian yang telah memangkas pertumbuhan global dan mengurangi permintaan terhadap minyak.
"Harga minyak untuk sementara rebound, sehingga para investor menunggu perkembangan selanjutnya di bidang perdagangan dan apakah kita melihat kenaikan yang kuat dengan permintaan global setelah kesepakatan perdagangan fase-satu," Edward Moya, analis pasar senior di OANDA di New York, mengatakan dalam sebuah laporan, seperti dikutip dari Reuters.
China berjanji untuk membeli lebih dari 50 miliar dolar AS pasokan energi dari Amerika Serikat selama dua tahun ke depan, menurut sebuah sumber yang menjelaskan tentang kesepakatan perdagangan.
Meskipun terjadi perselisihan perdagangan, impor minyak mentah China melonjak 9,5 persen pada 2019, mencetak rekor untuk tahun ke-17 berturut-turut karena pertumbuhan permintaan dari kilang-kilang baru mendorong pembelian oleh importir utama dunia, data menunjukkan.
Namun, kenaikan harga minyak mentah terbatas karena kekhawatiran tentang kemungkinan gangguan pasokan berkurang karena penurunan ketegangan di Timur Tengah.
Penurunan baru-baru ini karena investor melepas posisi bullish yang dibangun setelah pembunuhan jenderal senior Iran dalam serangan udara AS baru-baru ini, yang mengirim harga minyak ke level tertinggi empat bulan awal bulan ini, kata Harry Tchilinguirian, ahli strategi minyak global di BNP Paribas di London.
Di Amerika Serikat, Badan Informasi Energi AS (EIA) memproyeksikan laju pertumbuhan produksi minyak akan melambat menjadi tiga persen pada 2021, terendah sejak 2016 ketika produksi menurun.
Baca juga: Produksi minyak AS pada 2020 dan 2021 diproyeksikan meningkat
Baca juga: Ketegangan geopolitik mereda, harga emas di New York terus menurun
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020