Tak selamanya upaya baik mendapat penerimaan yang menyenangkan kendati hal itu sangat penting untuk orang banyak.
Sejumlah petugas medis di Kota Surabaya, Jawa Timur, mengaku sering dimarah-marahi hingga dicaci maki saat melakukan penyelidikan epidemiologi atau tracing terdahap orang dalam pemantauan (ODP) maupun orang tanpa gejala (OTG) COVID-19.
"Di puskesmas itu kan ada beberapa tim yang diterjunkan. Tim itu punya grup WhatsApp, dan ceritanya di grup itu hampir sama semua, ya ada yang dimarah-marah dan ada yang dicaci maki," kata Fiqqi Fierly, salah seorang petugas medis Puskesmas Krembangan Selatan Surabaya, Minggu.
Fiqqi mengakui bahwa di awal-awal melakukan tracing itu, berkali-kali dia dikatakan sebagai orang gila, tidak ada kerjaan, dan berbagai cacian yang sangat kurang enak di hati. Namun, karena itu tugas pekerjaan dan demi menolong warga Surabaya, ia tetap melakukannya meski penuh dengan perjuangan.
"Yang paling sulit itu ketika ada OTG dan tidak sadar bahwa dirinya sakit, sehingga dia menolak untuk diisolasi dan diobati. Mereka selalu bilang saya ini sehat, kenapa harus diobati. Nah, yang seperti ini yang sangat butuh perjuangan. Luar biasalah pokoknya," katanya.
Fiqqi juga menjelaskan bahwa COVID-19 dan orang yang terkena virus itu, termasuk para tim medisnya, seakan dianggap aib di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, ia berharap kepada warga untuk sadar bahwa virus ini bukan aib seperti layaknya HIV/AIDS.
"Ini wabah yang harus kita hadapi bersama, makanya saya selalu miris ketika melihat masih banyak yang tidak pakai masker dan tidak jaga jarak," katanya.
Padahal, lanjut dia, pihaknya berjuang mati-matian untuk menolong pasien COVID-19 ini. Bahkan, ia sampai tidak memikirkan diri sendiri dan keluarga demi membantu saudara-saudara yang terkena COVID-19 ini.
"Jadi, ayo kita hadapi ini bersama-sama," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan banyak cerita dari tim surveilans atau petugas tracing di lapangan, mulai yang ditolak, dimarah-marahi, diusir hingga dicaci maki. Para ODP ini juga masih sering bilang bahwa dirinya sehat, padahal badannya sudah terkena virus, dan ketika didatangi ke rumahnya marah-marah.
"Banyak ceritanya begitu-begitu. Makanya petugas medis itu harus sabar, karena si ODP ini banyak yang belum menyadari bahwa mereka itu sakit," katanya.
Oleh karena itu, Feny sangat berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama memutus mata rantai penyebaran COVID-19, salah satunya dengan menumbuhkan kesadaran, jika memang dikatakan sakit oleh petugas medis, maka harus segera isolasi diri dan menjalankan protokol yang telah ditentukan.
Ia juga meminta stigma yang jelek tentang petugas medis harus dihindari dan sebaliknya meminta masyarakat memberi dukungan penuh terhadap tim medis tersebut. "Wabah ini harus dihadapi bersama-sama, kami tidak bisa sendirian, ayo kita dukung tim medis," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020
Sejumlah petugas medis di Kota Surabaya, Jawa Timur, mengaku sering dimarah-marahi hingga dicaci maki saat melakukan penyelidikan epidemiologi atau tracing terdahap orang dalam pemantauan (ODP) maupun orang tanpa gejala (OTG) COVID-19.
"Di puskesmas itu kan ada beberapa tim yang diterjunkan. Tim itu punya grup WhatsApp, dan ceritanya di grup itu hampir sama semua, ya ada yang dimarah-marah dan ada yang dicaci maki," kata Fiqqi Fierly, salah seorang petugas medis Puskesmas Krembangan Selatan Surabaya, Minggu.
Fiqqi mengakui bahwa di awal-awal melakukan tracing itu, berkali-kali dia dikatakan sebagai orang gila, tidak ada kerjaan, dan berbagai cacian yang sangat kurang enak di hati. Namun, karena itu tugas pekerjaan dan demi menolong warga Surabaya, ia tetap melakukannya meski penuh dengan perjuangan.
"Yang paling sulit itu ketika ada OTG dan tidak sadar bahwa dirinya sakit, sehingga dia menolak untuk diisolasi dan diobati. Mereka selalu bilang saya ini sehat, kenapa harus diobati. Nah, yang seperti ini yang sangat butuh perjuangan. Luar biasalah pokoknya," katanya.
Fiqqi juga menjelaskan bahwa COVID-19 dan orang yang terkena virus itu, termasuk para tim medisnya, seakan dianggap aib di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, ia berharap kepada warga untuk sadar bahwa virus ini bukan aib seperti layaknya HIV/AIDS.
"Ini wabah yang harus kita hadapi bersama, makanya saya selalu miris ketika melihat masih banyak yang tidak pakai masker dan tidak jaga jarak," katanya.
Padahal, lanjut dia, pihaknya berjuang mati-matian untuk menolong pasien COVID-19 ini. Bahkan, ia sampai tidak memikirkan diri sendiri dan keluarga demi membantu saudara-saudara yang terkena COVID-19 ini.
"Jadi, ayo kita hadapi ini bersama-sama," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan banyak cerita dari tim surveilans atau petugas tracing di lapangan, mulai yang ditolak, dimarah-marahi, diusir hingga dicaci maki. Para ODP ini juga masih sering bilang bahwa dirinya sehat, padahal badannya sudah terkena virus, dan ketika didatangi ke rumahnya marah-marah.
"Banyak ceritanya begitu-begitu. Makanya petugas medis itu harus sabar, karena si ODP ini banyak yang belum menyadari bahwa mereka itu sakit," katanya.
Oleh karena itu, Feny sangat berharap kepada masyarakat untuk bersama-sama memutus mata rantai penyebaran COVID-19, salah satunya dengan menumbuhkan kesadaran, jika memang dikatakan sakit oleh petugas medis, maka harus segera isolasi diri dan menjalankan protokol yang telah ditentukan.
Ia juga meminta stigma yang jelek tentang petugas medis harus dihindari dan sebaliknya meminta masyarakat memberi dukungan penuh terhadap tim medis tersebut. "Wabah ini harus dihadapi bersama-sama, kami tidak bisa sendirian, ayo kita dukung tim medis," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2020