Badan Meterologi Klimatoligi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap mengajak masyarakat Kabupaten Cilacap, Banyumas, dan sekitarnya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai bencana alam.
Teguh dalam "Catatan Kecil Cuaca Cilacap Dalam Rangka Hari Meteorologi Dunia Tahun Ke-71 - Waspada Cuaca, Peduli Iklim, dan Selamatkan Laut" yang diterima ANTARA mengatakan curah hujan yang tinggi atau curah hujan yang ekstrem/cuaca ekstrem yang terjadi menjadi pemicu kejadian bencana alam tersebut.
Menurut dia, curah hujan ekstrem yang terjadi pada musim hujan tahun 2020-2021 banyak dipengaruhi oleh fenomena alam global La Nina, dan diikuti oleh hangatnya suhu permukaan air laut di perairan Indonesia yang berakibat di wilayah Indonesia banyak terjadi penguapan, sehingga banyak terbentuk awan, dan pada akhirnya banyak terjadi hujan.
"Bila kita melihat kembali data di wilayah Cilacap dan sekitarnya, selama musim hujan sejak bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020, kejadian curah hujan ekstrem (hujan yang tercatat lebih dari 150 milimeter per hari, red.) lebih banyak terjadi dari pada tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Berdasarkan data, di Kabupaten Cilacap tercatat 19 kali kejadian cuaca ekstrem, di Banyumas 11 kali kejadian, di Purbalingga tiga kali kejadian, dan di Kebumen 11 kali kejadian.
Menurut dia, kejadian hujan ekstrem itu sudah barang tentu berdampak terhadap kejadian banjir di wilayah tersebut. "Di Cilacap misalnya, kejadian banjir di wilayah Kecamatan Kroya bahkan bisa berulang pada bulan Oktober dan November 2020," katanya.
Baca juga: BMKG: Jateng selatan masih berpeluang terjadi hujan
Baca juga: BMKG sebut sebagian wilayah Jateng selatan masuki masa pancaroba
Pada tanggal 30 November 2020, curah hujan di Kecamatan Kroya mencapai puncak ekstrem karena tercatat sebesar 240 mm/hari. Demikian pula di Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, tercatat 273 mm/hari pada tanggal 17 November 2020.
Sementara di Banjarkerta, Kabupaten Purbalingga, terjadi sebesar curah hujan 251 mm/hari pada tanggal 3 Desember 2020, dan wilayah Kabupaten Kebumen tidak luput dari kejadian banjir karena curah hujan paling ekstrem terjadi pada tanggal 3 Oktober 2020 di Somagede-Kebumen tercatat 350 mm/hari.
Teguh mengatakan kerugian secara materiil cukup besar karena kejadian banjir tersebut, hektaran sawah tergenang dan gagal panen, aktivitas warga terhambat, infrastruktur banyak yang rusak, serta dampak penyakit yang ditimbulkan tidak bisa dihindarkan.
"Tentu saja hal ini harus membuat kita menjadi lebih waspada terhadap datangnya musim hujan. Kewaspadaan bisa diawali dan dimulai dari lingkungan kita sendiri, selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan selokan, tidak membuang sampah sembarangan. Walaupun hal kecil tapi bila dilakukan oleh setiap orang dalam setiap keluarga di wilayah kita, bahkan di Indonesia sudah tentu akan banyak mengurangi bahaya banjir," katanya.
Secara umum, daerah rawan banjir sebagian besar dilalui oleh aliran sungai. "Contoh kecil kewaspadaan di daerah rawan banjir tentu dengan mengamati dan memperhatikan intensitas hujan yang terjadi dan sekaligus memperhatikan debit sungai di sekitarnya, bila hujan lebat dan debit air mulai naik barangkali masyarakat sekitar harus sudah mempunyai kearifan lokal untuk melakukan tindakan preventif atau evakuasi," katanya.
Kewaspadaan di daerah rawan longsor salah satunya adalah dengan memperhatikan retakan tanah. Dalam hal ini, segeralah tutup retakan tanah tersebut, agar air tidak masuk ke dalamnya, sehingga retakan tanah tidak melebar dan dapat mencegah terjadinya longsor.
"Pada saat ini memang puncak musim hujan di daerah Cilacap, Banyumas, dan sekitarnya sudah terlewati. Bulan November 2020 menjadi puncak musim hujan di Cilacap, daerah Banyumas pada bulan Desember dan Januari 2021, namun demikian hujan diprakirakan masih akan berlangsung hingga Mei 2021 mendatang dengan intensitas yang semakin berkurang," katanya.
Baca juga: BMKG siap dukung operasional Bandara Soedirman Purbalingga
Baca juga: BMKG: Waspadai gelombang tinggi di laut selatan Jabar-DIY
Walaupun puncak musim hujan sudah lewat, dia mengatakan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem masih harus terus dilakukan mengingat sebentar lagi masyarakat akan memasuki musim peralihan/pancaroba, yaitu peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau.
Diprakirakan bulan April-Mei 2021, Cilacap dan sekitarnya akan memasuki musim pancaroba. Tanda-tanda yang bisa kita rasakan saat musim pancaroba adalah suhu udara mulai panas, lebih panas dari bulan-bulan sebelumnya.
Kondisi tiupan arah angin mulai bervariasi, kondisi cuaca biasanya pagi cerah kemudian siang mulai banyak tumbuh awan dan hujan, serta awan Cumulonimbus banyak tumbuh saat musim transisi. Awan ini bisa menyebabkan hujan lebat, disertai petir, dan angin puting beliung.
Kewaspadaan sederhana saat musim pancaroba adalah dengan memangkas pohon-pohon yang sudah mulai rapuh untuk menghindari tiupan angin yang bisa merobohkan pohon.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk tidak berada di area terbuka saat ada petir, misalnya petani yang sedang berada di sawah segera pulang jika melihat langit sudah mulai digelayuti mendung tebal,karena sangat berbahaya dengan sambaran petir.
Setelah musim pancaroba, bulan Juni 2021 diprakirakan wilayah Cilacap dan Banyumas akan segera memasuki musim kemarau. Puncak musim kemarau diprakirakan pada bulan Agustus 2021.
Musim kemarau ditandai dengan cuaca yang cenderung cerah, kelembapan yang rendah, panas pada siang hari dan suhu dingin di malam hari, curah hujan berkurang, yang berakibat terhadap kurangnya air tanah dan air bersih, serta kondisi lingkungan yang berdebu.
Kondisi cuaca baik musim hujan, saat peralihan dan musim kemarau akan selalu diperbaharui BMKG melalui media, baik media elektronik maupun yang lain.*
Baca juga: BMKG sebut suhu udara di Cilacap masih normal meski terasa panas
Baca juga: BMKG prakirakan tinggi gelombang laut selatan Jabar-DIY capai 6 meter
COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2021