Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil II melakukan kajian dan prakarsa penilaian kebijakan terhadap regulasi yang mengatur tata niaga bahan olah karet (bokar) di Provinsi Jambi dengan memberikan masukkan kepada gubernur.

“Kondisi tersebut mengindikasikan adanya faktor disinsentif produksi yang salah satunya diduga karena rendahnya harga pembelian bokar petani karet di Jambi,” kata Kepala Kantor KPPU Wilayah II Wahyu Bekti Anggoro, dalam keterangan resminya diterima di Jambi, Sabtu.

Jambi salah satu daerah penghasil bahan olah karet (bokar) terbesar di Indonesia. Berdasarkan data BPS luas areal lahan panen komoditas karet di Jambi mengalami peningkatan dari 377.984 ha pada 2017 jadi 396.800 ha tahun 2020 atau naik 1,81 persen.

Peningkatan luasan lahan panen tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produksi karet di Provinsi Jambi yang justru menunjukkan penurunan dari 315.413 ton pada tahun 2017 menjadi 262.800 ton pada tahun 2020 atau turun 17,73 persen yang diduga karena rendahnya harga.

Bekti mengatakan untuk melihat apakah terdapat hambatan yang dipengaruhi oleh praktek yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat pada tataniaga karet di Provinsi Jambi.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah II melakukan kajian dan prakarsa penilaian kebijakan terhadap regulasi yang mengatur tataniaga bahan olah karet di Provinsi Jambi.

Dalam prakarsa penilaian kebijakan, KPPU menilai terdapat regulasi di Provinsi Jambi yang dapat menghambat terwujudnya iklim persaingan usaha yang sehat dalam tataniaga karet.

Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 15 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengolahan, Pemasaran dan Pengawasan Bahan Olah Karet Bersih yang diperdagangkan di Provinsi Jambi (Pergub Jambi No. 15/2016) dan Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 19 Tahun 2019 tentang Tata Niaga Komoditi Perkebunan di Provinsi Jambi (Perda Provinsi Jambi No. 19/2019).

“KPPU menilai bahwa Pergub Jambi No. 15/2016 dan Perda Prov. Jambi No. 19/2019 tersebut memberi pelimpahan kewenangan kepada Asosiasi (GAPKINDO) untuk menetapkan harga acuan,” kata Wahyu Bekti.

Bokar karet di Provinsi Jambi dalam implementasinya Gapkindo Cabang Jambi menyampaikan harga indikasi bokat Kepada Dinas Perdagangan Provinsi Jambi yang disampaikan setiap hari, yang kemudian harga indikasi tersebut menjadi acuan harga BOKAR ditingkat Petani.

KPPU menyarankan fungsi pengaturan harga seharusnya dilakukan dengan meminta masukan dari berbagai pihak, terutama dari pihak yang mewakili petani penghasil dan pengguna produk dimaksud secara adil dan proporsional.

Masukan informasi harga dari satu pihak saja (dalam hal ini melalui asosiasi pengolahan karet) tidak akan menghasilkan harga yang adil dan proporsional untuk pihak yang lain yaitu petani penghasil karet.

Dengan mempertimbangkan hasil prakarsa penilaian kebijakan yang telah dilakukan, KPPU telah menyampaikan Pendapat Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 02/KPPU-Pat/III/2023 Tentang Saran dan Pertimbangan Terhadap Kebijakan Tata Niaga Bahan Olah Karet (Bokar) di Provinsi Jambi kepada Gubernur.

Dalam pendapatnya, KPPU merekomendasikan pertama untuk diperlukan perubahan terhadap Pergub Jambi Nomor 15/2016 dan Perda Provinsi Jambi Nomor 19/2019 untuk tidak memberikan pelimpahan kewenangan regulator kepada asosiasi/kumpulan.

Kemudian pelaku usaha terutama dalam hal pengaturan pasar dan atau penentuan harga, diperlukan penguatan fungsi regulasi oleh Pemerintah Daerah terkait dengan penetapan harga acuan karet di Provinsi Jambi dengan mempertimbangkan masukan yang komprehensif dari sisi petani penghasil karet dan juga dari pengguna karet.

Pewarta: Nanang Mairiadi

Editor : Dolly Rosana


COPYRIGHT © ANTARA News Jambi 2023