Jambi (ANTARA Jambi) - Pagelaran Sie Jin Kwie (SJK) oleh Teater Koma pimpinan Nano Riantiarno di Taman Ismail Jakarta dari 1 hingga 31 Maret 2012 dikatakan sebagai adaptasi karya pertunjukan yang bersumber dari akar tradisi tutur Jambi.
Hal ini disampaikan oleh budayawan Jafar Rassuh di Jambi, setelah mengirim dua orang dari Jambi untuk menonton pagelaran tersebut.
Setelah menonton pertunjukan itu ia menyatakan berani mengambil kesimpulan kalau sesungguhnya garapan Nano Riantiarno benar-benar berangkat dari akar tradisi tutur Jambi.
Dikatakan Jafar yang juga mantan Kepala Taman Budaya Jambi tersebut, penilaian tersebut bukan tidak beralasan, pasalnya bentuk-bentuk pola garapan yang disajikan Nano dalam naskah Sin Jin Kwie tersebut memiliki kesamaan 99 persen dengan pola dan bentuk tradisi tutur Jambi yang kerap ditampilkan di berbagai ajang nasional dan selalalu ditonton dan dicermatinya.
Hanya saja dalam garapan Nano tersaji dalam format dan pakem-pakem pertunjukann teater modern.
"Pola tradisi tutur Jambi 99 persen diadopsi Koma pada produksi ke-125 kali ini, hal tersebut tentunya adalah akumulasi dari pengamatan dan studi yang selama ini telah dilakukan Nano pada setiap bentuk tradisi tutur yang selalu kita hadirkan di berbagai pentas pertunjukan selama ini, kita yakin itu," kata Jafar Rasuh yang juga staf ahli DPRD provinsi Jambi.
Pasalnya, tambah Jafar, setiap kali ada even nasional di berbagai kota di Tanah Air seperti di ajang Festival Tutur Nusantara di Lombok, Temu Taman Budaya se-Indonesia di Solo, di Padang, di Pekan Baru yang diikuti oleh Jambi dan senantiasa menyajikan tradiri tutur Kerinci khas Jambi tersebut seperti tradisi Kunun, Kba, Nandung Jolo, Sinjeng, Sirih Layang (tradisi SAD) Krinok, Nano Riantiarno selalu menyempatkan diri hadir dan mencermati bahkan melakukan wawancara langsung dengan tim seniman Jambi yang terlibat menggarap karya-karya tersebut.
Hal itulah yang menurut Jafar menjadi penguat dugaan kalau sesungguhnya garapan Sin Jin Kwie sebagai dedikasi bagi ultah ke 50 Teaater Koma tersebut sesungguhnya adalah akumulasi dari keseluruahan pengamatan dan studi yang telah dilakukan Nano selama ini, yang sama sekali tidak disadari oleh seniman Jambi.
Memang belum ada pernyataan apa-apa dari Nano Riantiarno sendiri atau Teater Koma mengenai sumber inspirasi dari dari garapan terakbar tersebut, namun Jafar berkeyakinan kalau saja Nano ditanya tentang hal itu oleh wartawan pastilah dia akan membeberkannya, sebaagaimana yang diakuinya pada setiap mengapresiasi positif pertunjukan-pertunjukan suguhan Jambi.
Hal senada juga diungkapkan seniman dan komposer musik tradisi Jambi Azhar MJ yang kerap menggarap tradisi tutur Kerinci-Jambi tersebut yang menilai Nano selama ini memang sangat apresiatif terhadap tradisi-tradisi tutur Kerinci-Jambi.
"Kita yakin, Nano sebagai seniman besar telah berhasil menangkap esensi dan estetika dan lalu mengangkat keberadaan tradisi tutur Kerinci-Jambi tersebut ke dalam bentuk garapan teater. kita tentu saja berharap akan ada statemen dari Nano mengenai dugaan kita ini," kata pimpinan Sanggar Seni Tradisional Jambi, Azhar MJ.
Dia bahkan berkeyakinan Nano akan bersikap seperti Rinto Harahap ketika dengan jujur mengakui lagu Injit-Injit Semut yang digubahnya dan menjadi lagu daerah nasional berasal dari Jambi memang bersumber atau terinspirasi dari sebentuk permainan anak-anak di kabupaten Kerinci-Jambi yang disaksikannya ketika dirinya diundang berkunjung dan mengisi acara di kabupaten paling barat provinsi Jambi tersebut pada 1972.
"Saat itu, Rinto dengan blak-blakkan mengakui lagu itu adalah lagu permainan anak-anak di Kota Sungaipenuh yang disaksikannya, yang selanjutnya amatan mimesis itu dikolaborasikannya dengan akar budaya daerah asalnya daerah Deli Sumatera Utara, sehingga muncullah lirik syair pantun bernuansa Deli. karena pengakuan itulah berikutnya lagu Injit-injit dinyatakan berasal dari Jambi, bukan dari Deli (Sumut)," kata Azhar. (T. KR-BS)