Surabaya (ANTARA Jambi) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo
menekankan pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang Kamis dan Jumat ini
bukan karena sentimen pasar dari rencana aksi demonstrasi pada 2
Desember 2016 dan isu penarikan uang tunai secara masif.
"Penarikan uang itu tidak ada isu. Kita perbankannya sehat,
likuditasnya juga baik. Ini (pelemahan) karena faktor di luar negeri,"
kata Agus di sela Rapat Kerja Ekonomi dan Keuangan Daerah, di Surabaya,
Jumat.
Menurut BI, tekanan terhadap rupiah pada Kamis (24/11) dan Jumat
ini, -yang membawa rupiah ke level Rp13.500 per dolar AS-, karena nilai
tukar mata uang dollar AS yang menguat setelah dirilisnya data-data
perbaikan ekonomi AS pada Rabu (23/11) kemarin.
Sentimen positif ekonomi AS tersebut membuat pelaku pasar semakin
yakin Bank Sentral AS The Federal Reserve akan menaikkan suku bunga
acuannya pada 14 Desember 2016, sehingga terjadi pergerakkan arus modal
ke negara Paman Sam, yang akhirnya memperkuat kurs dollar AS dan
memperlemah mata uang non-dollar AS, termasuk rupiah.
Gubernur BI menekankan volatilitas nilai tukar rupiah ini hanya bersifat sementara.
"Ini adalah kondisi temporer, dan kondisi temporer ini yang paling
utama adalah karena kondisi di luar negeri," kata Agus, yang juga
Mantan Menteri Keuangan RI.
Selain ekseptasi kenaikan bunga acuan The Fed, volatilitas kurs
rupiah juga karena ketidakpastian kebijakan ekonomi Presiden AS terpilih
Donald Trump yang membayangi sikap dan keputusan para pelaku pasar.
Agus mengatakan pelaku pasar masih menunggu kepastian mengenai
kebijakan fiskal Trump dan kabinet menteri yang akan membantunya. Pelaku
pasar juga menyoroti, apakah Trump benar-benar akan merealisasikan
kebijakan fiskal yang ekspansif, sehingga memperbesar nilai penerbitan
surat utang ke pasar.
"Apakah akan ada defisit fiskal yang sangat besar karena
pengurangan pajak yg besar, kemudian pengeluaran infrastruktur yang
ditingkatkan dan apakan kemudian akan ada hutang yg lebih besar di
Amerika, dan juga bagaiman hubungan antara pemerintah dan The Federal
Reserve," ujar dia.
Pada pembukaan perdagangan Jumat, kurs rupiah yang ditransaksikan
antarbank melemah sebesar enam poin menjadi Rp13.515, dibandingkan Kamis
yang di posisi Rp13.509 per dolar AS.
Sementara kurs rupiah dari refrensi Jakarta Interbank Spot Dollar
Rate (JISDOR) BI bergerak di Rp13.570 per dolar AS pada Jumat siang.
"Pelemahan rupiah bersamaan dengan pelemahan mata uang di kawasan
Asia merespon notulensi pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC)
yang cenderung hawkish terhadap kenaikan suku bunga AS," kata Ekonom
Samuel Sekuritas Rangga Cipta pada Jumat pagi.
Namun menurut Rangga, sentimen mengenai demostrasi juga masih
membayangi fluktuasi mata uang rupiah di pasar valas domestik.
"Secara umum sentimen negatif terhadap rupiah akan bertahan dalam
jangka pendek walaupun hari ini shock tekanan bisa mereda," katanya.
BI: pelemahan rupiah bukan karena isu demonstrasi
Jumat, 25 November 2016 16:48 WIB
......Ini adalah kondisi temporer, dan kondisi temporer ini yang paling utama adalah karena kondisi di luar negeri......