Surabaya (ANTARA Jambi) - Perguruan tinggi negeri bakal mengubah
komponen penilaian dalam penerimaan mahasiswa baru terkait rencana
penghapusan Ujian Nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Warsono, Senin,
mengatakan, bila pemerintah meniadakan UN pada tahun depan, penerimaan
mahasiswa baru jalur SNMPTN otomatis ikut berubah.
"Kalau rencana itu terwujud, tinggal kita hapus penilaian tentang
nilai UN. Penghapusan bisa dilakukan secara sistemik," kata dia.
Bila UN SMA/SMK didesentralisasi ke provinsi, Warsono mengatakan,
pusat tidak mungkin menyerahkan ke tiap-tiap provinsi karena ukurannya
bakal berbeda. "Nanti pasti tetap ada ukuran nasional. Standarnya itu
ada," katanya.
Dia melanjutkan, saat ini pihaknya bakal menunggu petunjuk dari
pusat untuk detail implementasinya. "Tidak lama lagi soal UN ini dibahas
di rapat terbatas oleh presiden. Kita menunggu saja," katanya.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Moh Nasih menyatakan,
rencana penghapusan UN tidak akan berdampak besar terhadap SNMPTN karena
ketika SNMPTN berlangsung tidak banyak data UN yang masuk.
"Terbitnya nilai UN biasanya terlambat satu hari dengan pengumuman SNMPTN. Bagaimana pakainya?," katanya.
Terkait komponen penilaian SNMPTN yang merangking mata pelajaran
yang di-UN-kan, pihaknya bisa melanjutkan yang sudah ada. Ini terkait
dengan perkuliahan calon mahasiswa ke depannya. Sementara, bobot
penilaian UN yang masuk SNMPTN, tinggal hapus saja jika tidak digunakan
pemerintah.
"Tahun lalu kita menilai setiap SMA/SMK. Kita nilai dengan
akreditasi sekolah itu. Akreditasi kita pertimbangkan. Termasuk kuota
untuk masing-masing akreditasi ketika di SNMPTN," tutur Guru Besar
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unair ini.
Penilaian menggunakan akreditasi sekolah, lanjut dia, mencakup
delapan standar pendidikan nasional. Di dalamnya terdapat standar
kurikulum, sarana dan prasarana sekolah, standar penilaian pendidikan,
standar proses pendidikan dan lain-lain.
"Akreditasi menjadi penting, jadi tetap saja kriteria itu masuk akreditasi," katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, siap
atau tidak semua daerah harus siap menerima kebijakan ini. Tak
terkecuali pihaknya yang mulai 1 Januari mendatang akan mengelola
SMA/SMK.
"Kita akan prioritaskan dulu ujian SMA/SMK danPKLK sesuai kewenangan
kita. Sementara jenjang SD, SMP dan kejar paket A, B dan C akan
diselenggarakan daerah masing-masing," kata Saiful.
Saiful mengaku, tahun depan sebenarnya telah mengalokasikan anggaran
untuk Ujian Sekolah (US) SD/MI se-Jatim. Namun dengan adanya
desentralisasi UN, maka pihaknya berencana mengalihkan anggaran tersebut
untuk pelaksanaan ujian SMA/SMK.
"Untuk US SD sekitar Rp9 miliar. Tapi kita butuh anggaran untuk US SMA/SMK sekitar Rp20 miliar-Rp25 miliar," kata dia.
Untuk melaksanakan ujian ini, kata Saiful, baik provinsi maupun
daerah tetap harus mengacu pada standar nasional yang akan dirumuskan
BSNP (Badan Standarisasi Nasional Pendidikan). Sedangkan untuk pembuatan
butir-butir soal dapat dilakukan oleh masing-masing daerah.
"Jadi kalau bobot soal akan tetap sama antar satu daerah dengan
daerah lain. Tapi butir soalnya yang mungkin beragam," kata dia.
Untuk seleksi masuk ke jenjang SMA/SMK, Saiful belum yakin apakah
akan menggunakan nilai dari ujian SMP/MTs yang diselenggarakan
kabupaten/kota. Pihaknya mempunyai opsi lain, yakni dengan menggunakan
tes masuk SMA/SMK.
"Tapi kembali lagi ini soal kesiapan anggaran. Nanti kita akan
bicarakan dengan berbagai pihak agar pelaksanaannya tetap baik," kata
Saiful.
PTN bakal ubah penilaian dalam penerimaan mahasiswa baru
Selasa, 29 November 2016 7:29 WIB