Jambi (ANTARA) - Kondisi kehidupan Suku Anak Dalam yang seringkali berpindah, minimnya akses transportasi dan komunikasi serta kehidupan Orang Rimba yang ekslusif menyebabkan Suku Anak Dalam kurang tersentuh oleh berbagai program pembangunan yang semestinya mereka dapatkan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia..
Selain kondisi di atas, kehidupan Suku Anak Dalam saat ini telah mengalami perubahan sosial karena proses interaksi dengan dunia luar dan telah mengenal ekonomi uang.
Di sisi lain terlihat adanya kerapuhan struktur sosial dan krisis kepemimpinan, lemahnya pemahaman terhadap adat istiadat terutama pada golongan kaum muda, adanya indikasi konflik horizontal yang bersifat laten antara Suku Anak Dalam dengan pihak-pihak eksternal.
Menanggapi hal itu, Prakarsa Madani Institute, Minggu (16/6) malam menggelar Workshop Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam dalam upaya membangun kesepahaman tentang operasionalisasi forum tersebut dalam pembangunan sosial warga Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi.
Ketua Prakarsa Madani Institute, Elwamendri mengatakan pemangku kepentingan terkait sebelumnya telah melakukan sarasehan inisiatif Prakarsa Madani Institute di Jakarta 25 April 2019 lalu yang menghasilkan kesepakatan untuk membangun kerjasama dan koordinasi dalam forum kemitraan.
"Untuk menindaklanjuti hasil sarasehan tersebut diperlukan Workshop Forum Kemitraan multipihak dalam melaksanakan pembangunan sosial Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi," kata Elwamendri.
Dia mengatakan, para pemangku kepentingan telah berupaya melakukan program dan kegiatan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi. Dimana pemerintah daerah telah membangun fasilitas rumah bagi Suku Anak Dalam, dengan harapan Suku Anak Dalam tidak lagi hidup berkelana dan dapat hidup menetap.
Bahkan pihak perusahaan di sekitar pemukiman SAD telah melakukan berbagai program dan kegiatan, mulai dari program kesehatan, program pendidikan, program ekonomi produktif bahkan bantuan beras bagi Suku Anak Dalam.
Pihak Jenang, katanya juga menyelenggarakan kegiatan sekolah alam di rumah singgah. Pihak Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) juga telah melakukan pembinaan agar Suku Anak Dalam dapat melakukan aktivitas usaha tani dengan baik di dalam Kawasan TNBD. Namun demikian berbagai program pemangku kepentingan tersebut terkesan tumpang tindih dan belum bersinergi dengan baik.
"Pelaksanaan program pembangunan sosial masyarakat adat haruslah lebih mengedepankan pada pendekatan partisipatif yang melibatkan masyarakat dan LSM dan dunia usaha. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan Suku Anak Dalam di kawasan TNBD telah ada partisipasi dari pihak LSM dan perusahaan perkebunan swasta yang berada di sekitar kawasan TNBD dalam melakukan program pemberdayaan," ujarnya.
Namun hal itu belum dapat mencapai hasil yang optimal dikarenakan masih terbatasnya cakupan program, rendahnya efektifitas pelaksanaan, program masih bersifat karikatif, tidak adanya komunikasi yang efektif antara para pihak yang melakukan program pemberdayaan dan tidak ada program pemberdayaan sosial dan ekonomi bagi Suku Anak Dalam.
Dijelaskan Elwamendri, Workshop Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang digelar Prakarsa Madani Institute itu bertujuan membangun kesepahaman tentang operasionalisasi forum kemitraan pembangunan sosial Suku Anak Dalam di provinsi Jambi.
Dimana tujuan khususnya yakni membangun aturan dasar Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Komunitas Suku Anak Dalam, membangun tata kerja para pihak yang tergabung dalam Forum Kemitraan Dalam Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam dan menyusun rencana program kerja Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam Di Provinsi Jambi.
Adapun narasumber Workshop Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang digelar 16-18 Juni itu DR. Harapan Lumbangaol, Direktur Pemberdayaan KAT Dirjend Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI, DR Harapan Lumbangaol dan Direktur Direktorat Kawasan Konservasi Dirjend KSDA dan Ekosistem Kementerian LHK-RI, Ir Dyah Murtiningsih.
Sedangkan peserta workshop berasal dari OPD Dinas Lingkup Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten Merangin, Pemerintah Kabupaten Sarolangun terdiri dari Bappeda, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial-PPPA, Dinas Dukcapil, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perkebunan dan Peternakan dan Kesatuan Pengelola Hutan Produksi, Balai Taman Nasional Bukit Dua
Belas (TNBD).
Selanjutnya Pemerintah Kecamatan Air Hitam, Pemerintah Kecamatan Tabir Selatan, Pemerintah Kecamatan Nalo Tantan, Pemerintah Desa, Perguruan Tinggi, GAPKI, PISPI, IKA Faperta UNJA, PT Jambi Agro Wiyana, PT SAL 1, PT Kresna Duta Agroindo, PT. Wana Perintis, PT Petrochina Jabung Ltd, Tokoh SAD Temenggung, Jenang, Pangkal Waris, Ujung Waris, LSM SSS Pundi Sumatera, LSM Walestra Jambi dan LSM Prakarsa Madani Institute.
Direktorat Kawasan Konservasi Dirjen KSDA dan Ekosistem Kementerian LHK-RI, Dyah Murtiningsih, mengatakan kehidupan berkelanjutan warga Suku Anak Dalam di Jambi ditentukan pihak terkait yang tergabung dalam Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam.
"Dengan adanya forum ini dapat memunculkan program-program pemberdayaan yang mampu menyejahterakan warga Suku Anak Dalam. Forum ini tidak mengubah pola masyarakat 100 persen, artinya tetap mengedepankan kearifan lokal sehingga suku ini tidak akan hilang," ujarnya.
PT SAL, salah satu korporasi yang terlibat dalam forum kemitraan tersebut sangat mengapresiasi forum tersebut. Presiden Direktur PT SAL, M Hadi Sugeng dalam konferensi pers usai menghadiri workshop tersebut meyakini Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam yang digelar Prakasa Madani Institute dapat berkontribusi lebih sehingga program-program pemberdayaan yang dilakukan PT SAL dan korporasi lainnya yang terlibat akan semakin besar dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kearifan lokal Suku Anak Dalam itu sendiri.***
Prakarsa Madani Institute gelar workshop Forum Kemitraan Pembangunan Sosial SAD Jambi
Senin, 17 Juni 2019 12:22 WIB