Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi hingga mengurangi emisi karbon.
"Pemanfaatan teknologi pengurangan emisi, seperti CCS/CCUS bisa menjadi solusi mengingat CCUS mampu meningkatkan produksi migas melalui enhanced oil recovery (EOR) atau enhanced gas gecovery (EGR), sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan," kata Tutuka dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Saat ini, minat pada stakeholder baik dari migas maupun industri lain untuk mengembangkan teknologi penangkapan karbon cukup banyak di Indonesia.
Tutuka menyampaikan bahwa minat stakeholder mengembangkan CCS/CCUS terlihat mulai dari Aceh hingga Papua, seperti Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan hingga rencana proyek karbon dioksida EGR di Lapangan Tangguh.
Adapun di banyak forum internasional yang membahas upaya mencapai netralitas karbon juga menjadikan penangkapan karbon sebagai teknologi kunci untuk mencapai target netralitas karbon tersebut.
Baca juga: RI usulkan kerja sama teknologi penyimpanan karbon di Presidensi G20
Kementerian ESDM telah membentuk tim penyusun regulasi pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS karena melihat regulasi penyelenggaraan kegiatan teknologi itu sangat dibutuhkan dan ditunggu oleh para stakeholder.
“Tim ini telah bekerja secara intensif sejak pertengahan 2021 sampai dengan saat ini untuk menyusun draft Peraturan Menteri ESDM terkait penyelenggaraan CCS/CCUS," ujar Tutuka.
Regulasi itu mencakup aspek teknis mulai dari penangkapan karbon, transportasi, injeksi, penyimpanan dan MRV, aspek ekonomi dan monetisasi, serta aspek legal yang dibutuhkan dalam mendorong pengembangan CCS/CCUS di Indonesia.
Kementerian ESDM telah mengusulkan agar regulasi CCS/CCUS ini dapat masuk dalam prioritas untuk diselesaikan tahun 2022, sehingga dapat segera diimplementasikan ke subsektor hulu migas.
Dosen Senior Fakultas Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Rachmat Sule mengatakan sektor energi dan sumber daya mineral memiliki porsi sekitar 314-446 juta ton karbon dioksida yang harus dikurangi hingga tahun 2030, sehingga perlu upaya keras untuk mewujudkan target tersebut, antara lain melalui penggunaan teknologi CCS/CCUS.
“Kita berusaha meregulasi semua aktivitas dalam CCUS ini. Pelaku industri juga kan perlu dilindungi ketika melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu, regulasi ini sangat penting,” kata Rahmat yang juga merupakan perwakilan tim penyusun regulasi CCS/CCUS tersebut.
Baca juga: Pertamina-ExxonMobil kolaborasi kembangkan teknologi rendah karbon
Lebih lanjut dia mengatakan penggunaan teknologi CCS/CCUS di Indonesia juga menghasilkan dampak keekonomian yang positif. Hal ini antara lain berdasarkan hasil penelitian di Lapangan Tangguh apabila proses injeksi dilakukan hingga tahun 2045.
Apalagi karbon dioksida yang tersimpan di subsurface bisa dimonetisasi, maka Lapangan Tangguh ditargetkan mulai menerapkan CCUS tahun 2026 dan potensi karbon dioksida yang tersimpan sebanyak 25 juta ton selama 10 tahun.
"Itu hal positif yang bisa dilakukan di Indonesia, di mana di negara lain belum tentu bisa dilakukan. Hanya selected country saja," jelas Rahmat.
CCS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan maupun penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
Sementara CCUS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan, pemanfaatan emisi karbon dan penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai kaidah keteknikan yang baik.
Baca juga: IESR: Teknologi penangkapan karbon kurang efektif atasi emisi karbon
Baca juga: Teknologi CCUS ciptakan pengembangan lapangan migas rendah karbon