Jambi (ANTARA) - Kepolisian Daerah Jambi memastikan masih memburu empat orang pelaku penambangan minyak ilegal yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO).
Kepala Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jambi Ajun Komisaris Besar Polisi Wendy Oktariansyah di Jambi, Kamis, mengatakan pihaknya masih terus mengejar sejumlah pelaku terkait aktivitas minyak ilegal tersebut.
"Kita kejar, tunggu saja," katanya.
Beberapa hari sebelumnya, polisi menangkap Ian Kincai selaku pemodal penambangan sumur minyak ilegal di Desa Pompa Air, Bajubang, Kabupaten Batanghari.
Ian Kincai telah masuk daftar pencarian orang Polda Jambi sejak Agustus 2024 karena menjadi salah satu pemilik sumur minyak ilegal di Desa Pompa Air, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.
Setelah berhasil menangkap Ian Kincai, kini pengejaran juga dilakukan terhadap DPO lainnya dalam kasus sumur minyak ilegal di Kabupaten Batanghari tersebut.
Saat ini ada empat orang DPO yang belum ditangkap dalam kasus penambangan sumur minyak ilegal di Kabupaten Batanghari, yakni Ucok Padang Lawas, Dikun, Zubir, dan Sitanggang.
Terbaru, sumur minyak ilegal milik salah satu DPO yang terbakar beberapa waktu lalu kini sudah padam.
Paur Penum Subbid Penmas Bidang Humas Polda Jambi Ipda Maulana mengatakan bahwa polisi sudah pernah mendatangi rumah pemilik, namun yang bersangkutan tidak berada di sana.
Hingga kini, polisi masih melakukan pencarian terhadap para pemain minyak ilegal di kawasan tersebut.
Subdit IV Ditreskrimsus Polda Jambi juga meringkus dua orang pelaku penambangan minyak di kawasan itu. Kedua tersangka yang berinisial H dan Y itu ditangkap pada Sabtu, 19 April 2025.
Mereka kedapatan sedang melakukan aktivitas penambangan ilegal di Desa Pompa Air. Keduanya mengaku suruhan dari Ian Kincai.
Ketiga pelaku dijerat Pasal 52 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar.