Jambi (ANTARA) - Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan. Visi Indonesia Emas 2045 menetapkan tujuan untuk menjadi negara maju dengan ekonomi terbesar kelima di dunia, dengan pendapatan per kapita mencapai US$25.000. Untuk mencapai visi tersebut, diperlukan strategi pembangunan yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial.
Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam tiga tahun terakhir, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 5% per tahun. Namun, tantangan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan masih signifikan, terutama terkait kesenjangan regional dan sosial. Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi sebagai berikut: 2022: 5,31%, 2023: 5,05%, dan 2024: 5,03%. Ekonomi Indonesia tahun 2024 walau tumbuh sebesar 5,03 persen, namun melambat dibanding capaian tahun 2023 yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen.
Salah satu penyebab utama melambatnya pertumbuha ekonomi pada tahun 2024 adalah penurunan nilai net ekspor. Meskipun masih positif, net ekspor atas dasar harga konstan pada 2024 tercatat sebesar Rp 513,70 triliun, sedikit lebih rendah dibandingkan Rp 514,36 triliun pada 2023. Hal ini mencerminkan pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspor, yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Penurunan nilai net ekspor tersebut sesungguhnya bukan hanya soal angka neraca dagang, tetapi juga mencerminkan tekanan terhadap struktur ekonomi nasional. Sehingga apabila tidak ditangani dengan strategi peningkatan daya saing ekspor dan substitusi impor, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menjadi rapuh, tidak inklusif, dan tidak berkelanjutan.
Selain itu, peningkatan impor barang konsumsi dapat memukul sektor produksi lokal yang belum kompetitif, menyebabkan deindustrialisasi dini dan memperbesar ketimpangan sosial-ekonomi.
Urgensi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dan Berkeadilan Mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan bukan hanya soal idealisme, tetapi menjadi prasyarat mutlak untuk menjamin stabilitas sosial, kedaulatan
ekonomi, dan keberlanjutan lingkungan. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengejar angka pertumbuhan, melainkan harus memastikan pertumbuhan itu berbasis nilai tambah, inklusif secara sosial, dan ramah terhadap bumi.
Selama ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tersentralisasi di Jawa dan sektor konsumsi, bukan didorong oleh peningkatan produktivitas atau industrialisasi berkelanjutan. Hal itu mengakibatkan terjadinya ketimpangan antarwilayah dan antarkelompok masyarakat yang masih tinggi. Sehingga tanpa pendekatan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, pertumbuhan hanya akan menguntungkan segelintir kelompok, memperbesar kesenjangan sosial dan memperlemah kohesi nasional.
Pembangunan berkelanjutan memastikan bahwa Indonesia tetap kompetitif dalam ekonomi global yang semakin hijau dan inklusif. Faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain: perubahan iklim, ketegangan geopolitik, dan disrupsi teknologi, sehingga menuntut ekonomi Indonesia agar lebih adaptif dan Tangguh, dan ini juga dipicu perilaku negara-negara mitra dagang yang semakin memperketat standar lingkungan dan sosial, misalnya regulasi karbon Uni Eropa, yang dapat mengancam akses produk Indonesia ke pasar global.
Pembangunan berkelanjutan mendorong diversifikasi ekonomi dan transisi energi demi keseimbangan antara pertumbuhan dan kelestarian. Ketergantungan pada ekstraksi sumber daya alam (SDA) seperti batu bara dan sawit akan berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan, konflik lahan, dan bencana iklim. Sehingga apabila tidak disiapkan masa transisi menuju energi bersih dan industri ramah lingkungan, pembangunan ekonomi akan bersifat jangka pendek dan merusak masa depan generasi mendatang.
Penelitian dari World Bank (2023) menyatakan bahwa penguatan kebijakan fiskal yang mendukung transisi energi bersih dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Riset UNDP juga menyebutkan bahwa pendekatan pembangunan berbasis komunitas (community - based development) efektif dalam mengurangi kesenjangan sosial dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Contoh nyata keberhasilan Indonesia adalah program Perhutanan Sosial, yang telah
memberikan akses kelola hutan kepada lebih dari 1 juta keluarga petani. Program ini tidak hanya melindungi hutan dari kerusakan tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun, diperlukan pengawasan ketat dan pelatihan lanjutan agar program ini benar-benar berkelanjutan.
Pandangan Global terhadap Pembangunan Berkelanjutan Indonesia
Secara umum, dunia mengapresiasi langkah Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi sambil berkomitmen terhadap agenda iklim. Misalnya dalam Conference of the Parties ke-27
(COP27) tahun 2022 di Sharm El-Sheikh, Mesir, dimana pada momen tersebut Indonesia mendapat pengakuan karena memprakarsai Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai USD 20 miliar, yang bertujuan mempercepat transisi dari batu bara ke energi terbarukan.
Selanjutnya Indonesia juga dianggap sebagai pemimpin G20 dalam mempromosikan transisi hijau dan pembiayaan inklusif. Indonesia melalui Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) memfokuskan pada inklusi keuangan digital dan pembiayaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Langkah ini bertujuan untuk memperluas akses keuangan bagi kelompok yang kurang terlayani, mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, dan memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat. Melalui inisiatif tersebut, Indonesia menunjukkan komitmennya dalam memimpin upaya global menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
Selain apresiasi tersebut kritik juga tetap datang dari lembaga internasional seperti Greenpeace dan Global Forest Watch mengenai laju deforestasi, terutama di Kalimantan dan Papua. Greenpeace misalnya menyoroti bahwa deforestasi di Kalimantan dan Sumatera mencapai sekitar 4 juta hektare, menjadikannya wilayah dengan tingkat kehilangan hutan tertinggi di Indonesia. Mereka juga mengungkapkan bahwa praktik deforestasi sering kali terkait dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan, yang dilakukan tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan keberlanjutan lingkungan Sehingga hal ini menunjukkan bahwa pencapaian pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan penegakan regulasi lingkungan yang tegas dan berkesinambungan.
Strategi Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan dan Berkeadilan
Untuk mewujudkan konsensus mewujudkan pembanguna ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan, strategi berikut perlu dilakukan oleh Indonesia dengan pendekatan yang lebih detail dan terukur dengan uraian yang meliputi:
Mengintensifikan Diversifikasi Ekonomi, dalam hal ini contoh yang sudah ada misalnya pengembangan industri kendaraan listrik di Morowali dan Batang, dengan peningkatan yang diperlukan perluasan ke sektor teknologi digital dan pariwisata hijau untuk menciptakan nilai tambah dan memperluas lapangan kerja di luar sektor ekstraktif.
Meningkatkan kualitas Pendidikan misalnya dengan Program Kampus Merdeka dan SMK Pusat Keunggulan yang sudah berjalan agar diperluas ke daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), serta mengintegrasikannya dengan program pendidikan kewirausahaan dan teknologi ramah lingkungan pada semua jenjang.
Melakukan penguatan UMKM melalui Bantuan Presiden (Banpres) Produktif untuk UMKM dan melakukan penguatan melalui program digitalisasi UMKM secara masif, pembukaan akses pasar ekspor, dan pendampingan bisnis yang berkelanjutan.
Meneruskan reformasi kebijakan lingkungan seperti moratorium hutan primer dan lahan gambut dan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan dan insentif fiskal untuk perusahaan hijau.
Meningkatkan infrastruktur sosial dengan melanjutkan Program KIS dan KIP untuk jaminan kesehatan dan pendidikan, yang disertai pembangunan rumah sakit, sekolah dan pengadaan internet cepat di daerah pelosok.
Penutup
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan, terutama dengan dukungan data ekonomi yang positif, pengakuan global, dan strategi yang tepat. Namun, implementasi kebijakan harus ditingkatkan, pengawasan diperkuat, dan partisipasi masyarakat diperluas agar pembangunan tidak hanya berkelanjutan secara ekonomi, tetapi juga adil secara sosial dan ramah terhadap
lingkungan.