Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperluas jangkauan layanan informasi iklim untuk membantu menekan lonjakan kasus demam berdarah dengue (DBD) nasional, dengan Jawa Barat sebagai daerah sasaran berikutnya.
“Sebentar lagi di tahun ini layanan iklim untuk DBD atau DBDKlim akan segera dirilis untuk wilayah Jawa Barat, daerah lainnya juga akan setelah menyusul segera. Sebelumnya layanan ini sudah tersedia di Jakarta dan tahun lalu di Bali,” kata Direktur Layanan Iklim Terapan BMKG Marjuki di Jakarta, Rabu.
Marjuki menjelaskan, DBDKlim adalah sistem prediksi berbasis data iklim seperti suhu, kelembapan udara, dan curah hujan untuk memperkirakan potensi peningkatan kasus DBD di suatu wilayah. Informasi tersebut disajikan dalam bentuk peta dan grafik yang mudah dipahami masyarakat.
BMKG menilai dengan dukungan visualisasi data DBDKlim yang sederhana, pemerintah daerah dan masyarakat dapat mengambil langkah pencegahan secara dini dan lebih tepat sasaran, seperti pembersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk.
“Layanan ini dirancang untuk memberikan peringatan dini, sehingga berbagai tindakan preventif bisa dilakukan lebih cepat dan efektif,” kata Marjuki yang ditemui seusai menjadi pembicara dalam kegiatan pembekalan ilmiah kepada pemuka agama dan anggota komunitas keagamaan se-Indonesia tentang hutan, manusia, dan bumi itu.
Ia menegaskan, perluasan layanan DBDKlim menjadi semakin penting seiring tren peningkatan kasus DBD di Indonesia yang turut dipicu oleh perubahan iklim.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, sepanjang 2024 tercatat 242 ribu kasus DBD dengan 1.400 kematian, angka itu menjadi rekor tertinggi dalam sejarah pencatatan penyakit dengue di Indonesia setelah tahun 2016.
Sementara itu data observasi BMKG menunjukkan suhu rata-rata nasional tertinggi, yaitu 27,52 derajat Celsius pada tahun 2024. Secara global, pada tahun tersebut juga menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan instrumental, dengan rata-rata suhu dunia mencapai 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
“Pada 2024 tahun terpanas global yang berkaitan dengan gangguan kesehatan. Jadi ini bukan sekadar anomali. Ini adalah bukti nyata bahwa krisis iklim sedang berlangsung dan berdampak langsung pada sektor vital seperti kesehatan,” kata Marjuki.
Untuk itu, ia menyatakan bahwa BMKG akan terus mendorong pemanfaatan data iklim dalam sistem kewaspadaan dini kesehatan masyarakat sebagai bagian dari strategi adaptasi terhadap perubahan iklim yang sekarang semakin kompleks.