Kota Jambi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sarolangun Provinsi Jambi dan Komunitas Konservasi Indonesia (KKI Warsi) sepakat jaga hutan adat sebagai upaya melindungi hak-hak masyarakat adat sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupan.
"Mari kita pastikan proses ini tidak berhenti diatas kertas tapi implementasi di lapangan. Sehingga pengakuan ini manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat adat,” kata Bupati Sarolangun, M. Hurmin saat mengikuti Workshop Penguatan Kelembagaan Masyarakat Hukum Adat di Sarolangun, Kamis.
Ia menjelaskan, Melihat pentingnya peran adat dalam perlindungan hutan, Sarolangun telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No 3 tahun 2021 tentang pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hutan Adat (MHA).
Perda itu merupakan terobosan baru dalam percepatan pengakuan MHA di Provinsi Jambi. Dengan peraturan tersebut, pengakuan MHA menjadi lebih terkelola, dan sekaligus syarat mutlak pengusulan dan pengajuan hutan adat.
Lanjut Hurmin, pemerintah daerah telah membuat Peraturan Daerah (Perda) inisiatif, terkait proses pengakuan empat MHA. Perda tersebut merupakan contoh pengakuan untuk MHA lainnya yang ada di Kabupaten Sarolangun.
Empat MHA yang telah memiliki kekuatan hukum meliputi, MHA Bathin Jo Panghulu Bukit Bulan, MHA Marga Datuk Nan Tigo, MHA Marga Batang Asai dan MHA Marga Sungai Pinang.
Direktur KKI Warsi, Adi Junedi, menjelaskan keberadaan hutan adat sangat penting. Selain sebagai fungsi sosial dan budaya, hutan adat berfungsi menjaga ketersediaan sumber mata air, melindungi keanekaragaman hayati, sekaligus menyerap karbon dalam jumlah besar.
Dengan demikian, keberadaannya menjadi bagian dari solusi global dalam menghadapi krisis iklim.
“Ketika hutan adat hilang, bukan hanya masyarakat adat yang kehilangan ruang hidup, tetapi juga dunia kehilangan salah satu benteng untuk menahan laju perubahan iklim," jelas Adi Junedi.
Menurut Adi, berdasarkan pengalaman selama melakukan pendampingan, masyarakat adat di Sarolangun memiliki sistem pengelolaan hutan yang arif dan ketat.
Di wilayah MHA Marga Bathin Jo Penghulu Marga Bukit Bulan, terdapat tiga jenis hutan adat. Yaitu, Imbo Larangan, kawasan hutan yang sama sekali tidak boleh diambil hasilnya agar fungsi sumber air tetap terjaga.
Kemudian, Imbo Pseko, hutan pusaka yang dapat dimanfaatkan terbatas sesuai aturan adat. Terakhir, Imbo Lembago, hutan lembaga yang juga hanya bisa dimanfaatkan terbatas dengan ketentuan hukum adat.
"Aturan adat ini terbukti mampu menjaga keseimbangan ekologi selama ratusan tahun,” terang Adi.
