Kabupaten Batang Hari (ANTARA) - Mendekam dibalik jeruji besi blok hunian dengan ruang sempit secara sadar tak ada yang menginginkan. Namun konsekuensi atas perbuatan yang melanggar hukum, tentu harus dijalankan.
Dalam perjalanan masa hukuman bisa menjadi refleksi penyadaran diri dan kesempatan untuk perenungan menuju perubahan.
Pagi itu di sudut pekarangan lembaga pemasyarakatan (Lapas), tampak tiga orang lelaki dengan perawakan sebaya.
Mereka tengah mengupas dan merajang sayuran sisa. Tentulah bukan untuk sajian atau hidapan bagi mereka.
Akan tetapi persiapan memberi pakan ayam kampung jenis tan jenaka. Kandang ayam berjejer rapi di sudut pagar pembatas pekarangan luar Lapas kelas IIB, Jalan Jenderal Sudirman, Kilometer 4. Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi.
Asur Simanjuntak, seorang warga binaan sembari merajang tumpukan sawi dan kol layu bercerita.
Tumpukan sayur ini didapat dari sedikit sisa makanan yang dikumpulkan dari dalam Lapas, sebagian lagi dibeli dari penjual sayur di pasar.
Sayuran sisa yang tidak terjual inilah yang menjadi bahan dasar pakan 500 ekor ayam yang dipelihara di situ.
"Tentu ini menghemat biaya, tapi tidak mengurangi kebutuhan makanan ayam yang kami pelihara," ujar Asur.
Setelah perajangan selesai, bersama dua orang teman lainnya, Asur membawa potongan itu menggunakan baskom.
Lalu mencampurkannya dengan sisa nasi, diberi sedikit air. Kemudian olahannya di bawa ke dalam kandang. Begitu makanya tiba, seketika ayam mengerumuni pakan dan memakannya.
Begitulah berulang setiap hari, ayam itu dipisahkan berdasarkan umur. Melalui kandang yang disekat sebagai pembatas.
"Pemisahan bertujuan biar tahu proses pertumbuhannya hingga siap di jual," jelas warga binaan yang akan menghirup udara bebas akhir tahun 2025 ini.
Menghadapi permasalahan bau tidak sedap dari kotoran di dalam kandang, Asur Simanjuntak bersama rekan-rekannya menyiasati dengan penggunaan sekam.
Jadi, setiap kandang dilapisi sekam tebal, sehingga kotoran yang keluar langsung terurai menjadi bagian-bagian kecil, akibat aktifitas ayam di dalam kandang.
Menurut dia, strategi ini didapat dari pelatihan yang diselenggarakan pihak Lapas dengan menggandeng tenaga pengajar dari luar.
Ratusan ekor ternak ayam kampung ini, bisa dipanen setelah dinilai layak dari sisi umur dan berat.
Biasanya panen dilakukan saat umur telah mencapai 3-5 bulan, atau dianggap layak untuk dijual.
Selain itu, agar produksi ayam di kandang tidak terputus, sebagian indukan jantan dan betina sengaja di satukan dalam kelompok tersendiri, agar bisa reproduksi hingga menghasilkan anakan baru.
"Itu lihat, sudah ada induk yang mengerami telurnya. Ada ayam jantan kita pasang disini satu kandang dengan betina," tunjuk dia.
Dimata Asur, kegiatan peternakan ayam yang digagas itu akan berhasil. Apalagi semua pihak yang terlibat memberikan dukungan dan pendampingan.
Beda lagi dengan cerita dan pengalaman warga binaan lainnya Rozali bin Tamrin yang diberikan tugas mengurus pertanian padi.
Ia mengakui kegiatan ini membuat pemikiran dirinya terbuka, lebih siap menjelang bebas kembali ke lingkungan awal.
Setiap pagi, usai kegiatan rutin di dalam Lapas, dirinya bersama belasan orang warga binaan dan tahanan pendamping menuju lahan garapan. Semua berbagai tugas yang telah ditentukan.
Seperti hari ini, Kamis 25 September 2025, ia bersama rekan satu tim melakukan penanaman jenis padi melati di hamparan lahan seluas 2.811 meter persegi.
Persis di depan rumah dinas pegawai di area Lapas kelas IIB Muara Bulian. Saat panen lalu, lahan tersebut mampu menghasilkan 406 kilogram Gabah Kering Panen (GKP).
Lahan dimiliki Lapas satu ini hampir dua hektare, berbagai jenis kegiatan dilakukan disana. Semua warga binaan harus kerja sama, termasuk kejelasan dalam pembagian tugas.
Mulai dari mengurus tanaman hidroponik, membersihkan gulma, pemberian pakan ayam dan ikan, hingga penyiraman tanaman, harus terarah.
Kegiatan mengurus tanaman dan pembelajaran di mulai dari pagi. Menjelang sore tiba, semua pekerja masuk ke dalam lapas untuk beristirahat dan mengisi kegiatan rutin lain di balik blok hunian.
"Saya lagi membersihkan rumput, sudah panjang, kalau dilihat dan dibiar jelek, juga mengganggu tanaman lain disekitarnya," jelas Rozali menuturkan.
Wadah asimilasi WBP
Penguatan mental sangat dibutuhkan bagi warga binaan menjelang mereka bebas. Bukan saja dalam bentuk penyadaran diri yang diberi edukasi, akan tetapi juga dibekali kecakapan hidup.
Mereka akan kembali bersatu dengan keluarga tercinta dan menjalani kehidupan sosial di lingkungan lebih luas.
Hal inilah yang dilakukan Lapas Muara Bulian, Kabupaten Batang Hari, Jambi, melalui pencanangan sentra ketahanan pangan untuk wadah asimilasi edukasi.
Gerakan ini berangkat dari Asta Cita bersama Indonesia maju untuk menuju Indonesia emas 2045, yang didukung oleh 13 program akselerasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Keminimipas).
Kasubsi Kegiatan Kerja Lapas Muara Bulian Ikhwan Hadi saat berada di lokasi, menyampaikan kegiatan ini dirancang untuk pembinaan WBP.
Di bidang ketahanan pangan melalui kegiatan bercocok tanam padi dan hidroponik, termasuk pengelolaan peternakan ayam.
Diharapkan dengan adanya kegiatan itu, akan mampu menambah wawasan, khususnya warga binaan tahap asimilasi. Ketika nanti saat mereka keluar bisa mengembangkan ilmu yang didapat selama menjalankan hukuman jadi penghuni Lapas Muara Bulian.
Kini penghuni Lapas Muara Bulian sebanyak 386 orang terdiri atas narapidana 277 orang dan tahanan 109 orang.
Sebelum menggeluti program asimilasi ini, warga binaan diberi pelatihan teknik dasar. Baru setelahnya mereka langsung diterjunkan mengikuti kegiatan ketahanan pangan secara teknis atau praktik langsung.
Ikhwan menyebutkan ada sekitar 15 orang yang berkecimpung mengurusi kegiatan, mereka di bagi menjadi tiga kelompok.
Dengan rincian enam orang mengurus lahan pertanian, enam lagi mengurus peternakan ayam, dan tiga lainnya mengurusi pemupukan, penyiraman dan bagian rangkap kerja mendukung tim lainnya.
"Yang urus ini rata rata sudah melewati lebih separuh masa tahanan. Bila malam tiba, petugas bantu kontrol kandang ayamnya," ujarnya.
Di sisi lain, Wakil Bupati Batang Hari, Bachtiar di saat mengunjungi toko pangan lapas, menyampaikan apresiasi dalam mendukung program pemerintah dari segi ketahanan pangan.
Menurut Bachtiar, program inovasi ini bisa menjadi trigger bagi warga binaan dan masyarakat Kabupaten Batang Hari.
Menjadi inspirasi bagi daerah lain, terutama program kolaborasi yang digagas oleh Kanwil Ditjenpas Jambi bersama pemerintah daerah.
Pemerintah terus berupaya membekali keahlian kepada masyarakat termasuk WBP. Mengingat pada prinsipnya, tidak berlaku istilah diskriminasi di sini, semua mendapatkan hak sama.
"Kita tetap berusaha bagaimana memanusiakan manusia, semua punya hak sama," ujarnya.
Ketahanan pangan menurut orang nomor dua di Kabupaten Batang Hari itu, merupakan kebutuhan individu dan kelompok setiap manusia.
Dengan memanfaatkan lahan terbatas di Lapas, diharapkan dapat membantu beban biaya rumah tangga. Termasuk keberadaan kios pangan milik Lapas, yang menawarkan kemudahan.
Dalam kesempatan ini, Lapas Muara Bulian bersama organisasi perangkat daerah Kabupaten Batang Hari telah membuat kesepakatan bersama, membangun sinergitas dalam mendukung program ketahanan pangan.
Ke depan, nota kesepahaman atau MoU yang telah disepakati, kata Wabup akan diimplementasikan melalui kerja sama dalam bentuk edukasi, termasuk mengupayakan membantu sarana dan prasarana yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuan.
"Perjanjian kerja sama antara OPD dengan kepala Lapas, nanti kita implementasikan dalam bentuk wujud dan kerja nyata di lapangan baik itu mengedukasi dan bentuk lainnya," ujar Bachtiar sebagai penegasan.
Proyek perubahan berbasis pentahelix
Program sentra ketahanan pangan ini dibentuk sebagai implementasi pembinaan kemandirian. Program diarahkan pada kegiatan pertanian, peternakan dan pengolahan hasil pertanian dan kios pangan yang terintegrasi dengan pendekatan pentahelix untuk memastikan keberlanjutannya.
Untuk mencapai tujuan itu, Kantor Wilayah Ditjenpas Jambi mencoba melibatkan lima unsur, membantu dan mendukung program pola terpadu ini.
Mulai dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas dan media. Semuanya memiliki peranan masing-masing.
Kakanwil Ditjenpas Jambi Hidayat, usai meresmikan langsung meninjau program yang digagas kantor wilayah.
Ia mengabarkan, program itu telah mengadopsi sistem kemandirian pertanian modern.
Berbasis ilmu dan teknologi, seperti penyiraman otomatis melalui kontrol telpon genggam (smart farm).
Dapat disimpulkan, sudah sepatutnya penggunaan teknologi, seperti penyiraman secara otomatis di tingkatkan. Tak lagi mengadopsi pola lama atau konvensional, seperti penggunaan cara manual.
Ia berharap, program kerabat pangan Lapas sentra ketahanan pangan yang ada bisa dijadikan tempat atau percontohan.
Menginspirasi bagi Lapas yang ada di wilayah Jambi, khususnya dan diharapkan menyebar ke daerah lainnya di Indonesia.
"Ini sejalan mendukung Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto dan program akselerasi pak menteri imigrasi dan pemasyarakatan Republik Indonesia," ungkapnya.
Kegiatan ini dilatarbelakangi visi dan misi yang diusung oleh presiden, salah satunya meningkatkan ketahanan pangan agar bisa mensejahterakan masyarakat pada umumnya.
Sesuai arahan Direkrut Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), tentang program ketahanan pangan. Kanwil Jambi langsung bergerak cepat dengan memetakan lahan yang belum maksimal, di sekitar lapas untuk di kelola menjadi produk ketahanan pangan.
Proyek percontohan ini baru melibatkan dua Unit Pelaksana Teknis (UPT). setelahnya ditargetkan akan bertambah menjadi enam Lapas hingga akhir Oktober tahun 2025.
Nantinya, semua unit pelaksana teknis akan mengembangkan program ketahanan pangan disesuaikan dengan kondisi lahan dan kebutuhan.
Ia memperkirakan, dari 11 UPT total luas lahan pertanian mencapai enam hektare. Oleh karena itu, Lapas menggandeng dan memadukan teknologi agar bermanfaat untuk orang banyak termasuk pelaku usaha kecil.
"Makanya kita menggandeng atau memadukan dengan teknologi informasi, sehingga UMKM nya berkembang. Programnya berdasarkan smart farm, kemudian digitalisasi itu untuk menghemat lahan terbatas. Hasilnya maksimal," kata Hidayat.
Untuk lebih memperkuat program tersebut, petugas dan warga binaan mendapatkan pelatihan dan vokasi.
Lapas telah menjalani kordinasi dinas pertanian setempat dalam memberikan pelatihan kepada mereka. Sehingga bisa menjadi bekal dan modal setelah mereka keluar dari Lapas dan bisa terhindar dari kebiasaan sebelumnya yang membuat mereka terjerumus dalam pelanggaran hukum.
"Yang mana pemanfaatannya lebih mensejahterakan warga binaan dan petugas. Menaikan PNBP, dan bisa berkolaborasi dengan unsur-unsur pentahelix tadi," kata Hidayat sambil tersenyum optimis.
Bagi keluarga warga binaan yang sudah menanti untuk kembali berkumpul, tentu sebuah pengharapan terjadi perubahan diri dikalah menghirup udara bebas. Melalui program asimilasi Lapas, ada harapan baru ketika meninggalkan jeruji besi itu. Semoga!.
