Jambi (ANTARA) - Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi (UNJA) mendorong inovasi pelestarian aksara incung (sistem penulisan abugida yang digunakan Suku Kerinci di dataran tinggi Jambi).
Langkah yang dilakukan UNJA menggelar kuliah umum dengan tema "Tantangan, peluang, dan inovasi pelestarian aksara incung," berlangsung di Aula Rektorat Lantai 3, UNJA, Kamis.
Kegiatan dibuka Ketua Jurusan Sejarah, Seni, dan Arkeologi (SESA) FKIP UNJA, Dr Irma Suryani, dan dihadiri Koordinator Program Studi Sastra Indonesia, Sovia Wulandari, para dosen Prodi Sastra Indonesia, serta mahasiswa.
Kuliah Umum ini menghadirkan narasumber berkompeten, Sean Popo Hardi., S.Pd., M.Hum., dari Gemulun Aksara Indonesia, dan Deki Syaputra Ze, S.Hum., M.Hum., dari Universitas Batanghari.
Irma Suryani menekankan kegiatan ini bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin mengenal budayanya sendiri dan sangat bagus kalau mahasiswa bisa melakukan penelitian yang membuat mereka benar-benar tahu dan mendalami budaya sendiri.
"Ini pasti bermanfaat sekali buat mahasiswa. Semoga saja mahasiswa Sastra Indonesia tetap semangat berjuang, karena ini semua adalah bagian dari budaya kita,” tegas Dr Irma.
Ia berharapan agar materi yang disampaikan dapat diimplementasikan dalam bentuk pendidikan, maupun penelitian.
"Sya harap para mahasiswa dapat mengikuti kegiatan ini secara serius dan menyerap materi dari dua narasumber yang hadir,"ujarnya.
Semoga apa yang disampaikan oleh narasumber kita dapat bermanfaat untuk kita semua yang nantinya dapat kita implementasi kan dalam bentuk pendidikan, penelitian dan juga pengabdian.
Sementara itu Dwi Rahariyoso, selaku ketua panitia menyampaikan perasaan terhadap kuliah umum ini bahwasanya kegiatan ini salah satu rintisan apresiasi untuk memperkuat basis dari aksara di Jambi.
“Kegiatan ini salah satu rintisan apresiasi dari prodi untuk lebih memperkuat basis dari aksara yang berkembang di Jambi. Mudah-mudahan kuliah umum ini menghasilkan satu sinergi yang kontinu untuk dikembangkan pada kajian-kajian yang lebih mendalam,” katanya.
Penyampaian materi oleh kedua narasumber, diharapkan kuliah umum menjadi titik balik dan semoga upaya digitalisasi dan inovasi dapat membuat Aksara Incung lebih mudah diakses dan dipelajari, khususnya oleh generasi muda Jambi.
"Dengan begitu, warisan budaya tak benda ini tidak hanya tersimpan di museum, tetapi menjadi bagian hidup yang aktif dan dibanggakan di era teknologi," kata Dwi Rahariyoso.
