Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Suyudi Ario Seto menyatakan pencegahan narkotika tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum, tetapi harus disertai dengan pendekatan spiritual, mental, dan pembentukan karakter bangsa.
Dalam audiensi dengan ESQ Corp di Jakarta, Selasa (7/10), dia menegaskan ancaman narkotika saat ini semakin kompleks, tidak hanya berasal dari peredaran gelap, tetapi juga berkaitan dengan pergeseran perilaku, lemahnya karakter, serta krisis moral di kalangan generasi muda.
"Nilai Emotional Spiritual Quotient (ESQ) sangat sejalan dengan strategi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) yang dijalankan BNN," kata Suyudi, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Maka dari itu, ia berharap konsep pembentukan Character Building (Pembangunan Karakter) dan Inner Transformation (Transformasi Batin) dari ESQ dapat menjadi pendekatan pelengkap dalam membangun ketahanan diri masyarakat terhadap narkoba.
Selain itu, BNN berharap sinergi dengan ESQ Corp akan memperkuat dimensi spiritual dan pergerakan moral dalam program upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN).
Kolaborasi antara BNN dan ESQ Corp turut diharapkan dapat menjadi model pendekatan humanistik yang berpijak pada berbagai nilai luhur bangsa dalam upaya pemberantasan narkoba.
Suyudi mengatakan pendekatan tersebut tidak hanya menekankan aspek represif, tetapi juga pembinaan karakter dan spiritualitas sebagai fondasi ketahanan individu dan bangsa.
Adapun sinergi itu sekaligus menjadi langkah konkret menuju Indonesia Emas 2045 yang Sehat, Unggul, dan Bebas Narkoba.
"Kami ingin melahirkan masyarakat Indonesia yang tidak hanya bebas dari narkoba, tetapi juga berkarakter kuat, berintegritas, dan memiliki kesadaran spiritual tinggi," ujar Kepala BNN.
Menanggapi hal tersebut, Founder ESQ Corp Ary Ginanjar Agustian menyampaikan apresiasinya atas kesediaan Kepala BNN menerima audiensi.
Ia menyoroti pentingnya penempatan sumber daya manusia yang sesuai dengan potensi dan kompetensinya.
Menurutnya, penempatan yang tidak tepat dapat menimbulkan stres, frustrasi, kehilangan motivasi, hingga berdampak pada kinerja dan karier individu.
Berdasarkan studi, sekitar 74 persen organisasi merekrut orang yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakter pekerjaan.
Ary menegaskan pentingnya prinsip the right man on the right place alias orang yang tepat pada tempat yang tepat dengan pendekatan objektif, berbasis data, efisien, dan real-time dibandingkan metode subjektif semata.
Studi menunjukkan terdapat peningkatan prestasi hingga 788 persen ketika seseorang bekerja sesuai dengan talenta yang dimilikinya.
Sebagai solusi, ESQ Corp memperkenalkan Talent DNA, sebuah alat berbasis ilmiah yang membantu individu menemukan potensi diri dan mendukung organisasi dalam menempatkan talenta secara tepat.
Selain itu, ESQ juga menawarkan sistem manajemen talenta berbasis kecerdasan buatan untuk membantu pengambilan kebijakan dan keputusan strategis di lingkungan kerja.
