RUU Pertanahan ini merupakan lex specialist dari UU No 5 Tahun 1960
Jakarta (ANTARA) - Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan DPR RI Herman Khaeron menyatakan peraturan perundang-undangan yang sedang dibuat tersebut akan memberikan kepastian hukum termasuk bagi pihak yang akan berinvestasi.

"Bagaimanapun juga tanah sebagai aset utama, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijamin kepastiannya oleh negara, sehingga kami juga memperkenalkan stelsel positif," kata Herman Khaeron dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Herman menginginkan RUU Pertanahan juga dapat melibatkan partisipasi banyak pihak agar semakin banyak memberikan masukan dan pendapat, karena masing-masing pihak dinilai memiliki interpretasi yang berbeda-beda.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyatakan RUU Pertanahan disusun untuk memperkuat, menjawab, dan mengatasi berbagai permasalahan pertanahan, seperti masalah ketimpangan lahan, sengketa pertanahan, sengketa konflik perbatasan antara kawasan hutan dan kawasan nonhutan, kepastian hukum dan kemudahan berinvestasi.

"RUU Pertanahan ini merupakan lex specialist dari UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria untuk memperkuat dan mengatasi berbagai permasalahan pertanahan yang ada," kata Mardani Ali Sera.

Menurut dia, ada sejumlah poin perubahan di dalam RUU Pertanahan yang menjadi isu krusial, antara lain definisi tanah yang diperluas, hak atas ruang bawah tanah dan di atas tanah, hak milik warga negara asing atas satuan rumah susun (sarusun), jangka waktu hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, pengadaan  tanah, bank tanah, badan penjamin sertifikat, dan pengadilan pertanahan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengharapkan RUU Pertanahan dapat diselesaikan pada September 2019.

"Kejar target September selesai. Nggak ada beda-beda, koordinasi, segera," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil terkait arahan Presiden soal RUU Pertanahan saat ditemui di halaman Istana Negara Jakarta usai menghadiri rapat internal terkait pertanahan, Senin (2/9/2019).

Menurut Sofyan Djalil, saat ini terdapat masalah perbedaan dalam pengaturan pengukuran pertanahan antarlembaga.

Kementerian ATR memperkenalkan sistem administrasi pertanahan tunggal yang dapat dilaksanakan oleh beragam kementerian terkait. Dengan sistem tersebut, ATR bertujuan agar standar pengukuran di masing-masing kementerian serupa.

"Sehingga kalau sistemnya sama, pengukuran sama, siapa pun bisa menyelenggarakan. Kawasan hutan dan lain-lain tetap dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kelautan tetap dikelola Kementerian Kelautan dan Perikanan, kemudian pertambangan tetap kewenangan Kementerian ESDM," jelas Sofyan.

Baca juga: Sofyan Djalil : RUU pertanahan tidak gantikan UU Pokok Agraria
Baca juga: RUU Pertanahan harus bisa membantu pemerataan, mengentaskan kemiskinan
Baca juga: KPA minta pengesahan RUU Pertanahan ditunda

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019