Produksi cabai jadi kurang, inflasi datang
Jakarta (ANTARA) - Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Wahyu Ario Pratomo menyebut bahwa komoditas cabai merah dan rawit menjadi penyumbang inflasi akhir-akhir ini dapat dimaklumi akibat kondisi faktor cuaca.

"Cuaca yang buruk untuk menanam cabai merah dan rawit akhirnya menimbulkan juga persoalan biaya produksi pertanian meningkat. Produksi cabai jadi kurang, inflasi datang," kata Wahyu Ario Pratomo dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.

Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini mengumumkan bahwa komoditas pangan cabai merah dan rawit menjadi komponen penyumbang inflasi nasional per Agustus 2019.

Menurut Wahyu, kondisi inflasi tersebut dapat dimaklumi disebabkan faktor cuaca di Indonesia.

Wahyu menjelaskan, akibat cuaca yang tidak mendukung untuk mengelola tanaman pangan jenis cabai merah dan rawit, membuat kedua komoditas itu tidak dapat produktif di tangan petani.

Kendati demikian, Wahyu meminta pemerintah ke depannya masalah produktivitas cabai merah dan rawit dapat disusun antisipasinya bila kembali terjadi cuaca yang tak mendukung.

"Jadi nggak ada terus beralasan cuaca soal cabai dan inflasi. Cabai yang tidak produktif juga merugikan petani dan menguntungkan tengkulak karena banyak permintaan," katanya.

Data BPS merilis jika komoditas cabai merah pada Agustus 2019 menyumbang inflasi 0,01 persen. Sementara itu, cabai rawit untuk bulan yang sama berkontribusi penyebab inflasi 0,07 persen.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, juga telah mengakui bahwa memang anjloknya harga cabai di tingkat petani di tambah kemarau membuat komoditas tersebut tak dapat produktif.

Oleh sebab itu, panen raya komoditas cabai tidak dapat terjadi sesuai yang diharapkan sehingga berpotensi membuat petani juga enggan mengurus dan merawat tanaman cabai merah dan rawit sebab merugikan.

Pemerintah juga perlu memastikan adanya kebijakan yang semakin memperkuat antisipasi dari fenomena dampak kekeringan dan prediksi kemarau berkepanjangan terhadap produksi pangan yang terdapat di berbagai daerah Nusantara.

Terkait kekeringan, sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan kekeringan yang melanda areal sawah di berbagai daerah pada musim kemarau bisa diatasi dengan pompanisasi dan pembuatan embung air.

"Kita masih mencari solusi. Tapi untuk sementara ini, bisa dengan pompanisasi dan pembuatan embung air," kata Sarwo Edhi, Kepala Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan, di Purwakarta, Rabu (24/7).

Untuk pompanisasi, selama tiga tahun terakhir pemerintah pusat telah menyalurkan bantuan 100 ribu mesin pompa di seluruh Indonesia.

Pada tahun ini, kata dia, sudah ada sekitar 20 ribu permohonan bantuan pompanisasi. Selain itu, banyak pula petani yang meminta bantuan selang air sepanjang 7.390 meter.

Baca juga: BPS: Kenaikan harga cabai dan emas picu inflasi Agustus 2019
Baca juga: Terdorong harga cabai, Jatim inflasi 0,12 persen pada Agustus 2019

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019