Jayapura (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Papua menyebutkan perlu mewaspadai pergeseran pola kasus dari trauma fisik ke penyakit berbasis lingkungan di pengungsian korban unjuk rasa yang berujung kerusahan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya pada Senin (23/9).

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Aloysius Giyai di Jayapura, Sabtu mengatakan analisis dampak yang perlu diwaspadai pertama, pergeseran pola kasus dari trauma fisik ke penyakit berbasis lingkungan di pengungsian.

Lanjut dia, kedua, post trauma stress dissasster diperkirakan akan semakin meningkat, perlu trauma healing. Ketiga, pelayanan kesehatan dasar dilokasi pengungsi harus diprioritaskan pada penyakit yang berpotensi terjadi kejadian luar biasa (KLB).
Baca juga: Papua Terkini - RSUD Wamena layani 71 pasien korban kerusuhan
Baca juga: Papua Terkini - Dinkes masih mendata pasien korban kerusuhan
"Korban yang di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Wamena sudah menurun, peningkatan pada kesakitan akibat penyakit berbasis lingkungan di pengungsi, peningkatan post trauma stress dissasster," ujarnya.

Aloysius menyebutkan, situasi Wamena saat ini cenderung mulai kondusif ditandai dengan mulai beraktivitasnya ekonomi masyarakat.
Perkantoran belum sepenuhnya normal, jumlah pengungsi masih fluktuatif karena adanya pengungsi dari kabupateb sekitar Jayawijaya dan masyarakat yang keluar dari Wamena,

Dari data yang dihimpun oleh RSUD Wamena, Lanud Jayapura, KKP Jayapura, Kasdam XVII, Kodim Wamena, Polres Wamena, Posko Wamena dan Dinas Kesehatan Papua hingga kini pengungsi di Wamena sebanyak 6.073 jiwa.
Baca juga: Tim krisis center layani kesehatan korban demo Wamena

Kemudian, pengungsi yang sudah diberangkatkan dari Wamena ke Sentani dengan menggunakan pesawat hercules sebanyak 206 jiwa.

Demo yang berujung kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Senin (23/9), mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia dan ratusan bangunan milik pemerintah maupun swasta rusak dan dibakar oleh massa demo.
Baca juga: Dinkes Papua: 23 korban demo Wamena dirujuk ke Jayapura
 

Pewarta: Musa Abubar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019