Jakarta (ANTARA) - Es kopi susu menjadi minuman kaum urban yang hampir dikonsumsi setiap hari, alasannya simpel karena rasanya manis dan murah.

"Semua orang suka susu dan manis, kalau minum yang pahit-pahit lebih baik makan permen. Makanya kenapa penjualan terbesar kita adalah Kopi Kenangan Mantan (es kopi susu), enggak usah itu deh, tapi 90 persen adalah yang ada susunya karena memang kopi susu lebih gampang dinikmati daripada kopi hitam, easy kan," kata CEO Kopi Kenangan, Edward Tirtanata dalam perayaan Hari Kopi Sedunia di Jakarta, Selasa.

Edward juga menjelaskan, harga segelas es kopi susu lokal yang rata-rata dijual sebesar Rp18 ribu dianggap sangat pas dengan kantong orang Indonesia sehingga es kopi susu lebih bersahabat dibanding kopi merek internasional.

"Saya rasa bukan Kopi Kenangan aja tapi semua brand kopi susu sih. Saya lihat ini friend in penetration. Karena dulu sebelum jaman kopi susu, semua tahu harga kopi Rp40 ribu dan sekarang dengan kopi susu menjamur, standarnya Rp18 ribu atau di bawah 20 ribu. Americano kita Rp15 ribu tentunya kita bersama brand teman-teman yang lain friend in penetration gitu," jelas Edward.

Edward bersama timnya juga pernah melakukan sebuah riset bersama Nielsen bahwa penggemar es kopi susu tidak hanya dari kalangan milenial tetapi juga orang tua.

"Dulu kita pikir market kita itu milenial tapi setelah kita melakukan riset justru kita malah populer sampai dengan usia 50 tahun. Seperti yang saya bilang tadi kalau kita tidak hanya untuk milenial tapi juga untuk semua masyarakat, semua umur, gender dan ekonomi status," ujar Edward.

Tren kopi susu sendiri sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga Asia Tenggara namun dengan nama yang berbeda.

"Mereka suka kopi susu juga. Mereka semua minumnya kopi tiam; kopi, susu dan kreamer sebenarnya sama aja, bedanya kalau di kita pakai gula aren," kata Edward.

Baca juga: "The Gade", tempat ngopi sambil lihat-lihat emas

Baca juga: Resep membuat es kopi susu ala kafe di rumah

Baca juga: Menyesap es kopi balok di Depok

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019