Dari usaha ini setidaknya para pemilik kendaraan besar juga mampu menghemat biaya operasional mereka...
Jakarta (ANTARA) - Terik matahari kala itu mencapai 37 derajat celcius, cukup membuat aspal seakan bergelombang akibat fatamorgana pantulan radiasi panas. Terpaan cuaca tersebut menembus udara di kota yang terkenal akan lumpia serta wingko babatnya.

Kota itu dikenal dengan Semarang, jantung ibu kota dari Provinsi Jawa Tengah. Di kota yang terkenal dari syair "Tanjung Mas Ningggal Janji" dari Didi Kempot, terdapat kawasan industri yang nyatanya mampu menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar.

Dari salah satu industri tersebut, tercium bau karet terbakar yang cukup menyengat, aroma tersebut mampu membuat pusing kepala jika dihirup tanpa menggunakan masker atau penutup hidung. Nampaknya, itu salah satu pertanda jika sudah dekat dengan CV Darat, salah satu usaha yang membuat kompon karet menjadi bahan ban.

Usaha pembuatan alas bantalan ban tersebut dipasok untuk menjadi vulkanisir ban-ban kendaraan berat, seperti truk dan bus. Pabrik yang terdiri dari tiga bangunan besar utama itu, memiliki beberapa pegawai yang sudah memiliki bagian tugas masing-masing.

Salah satu pekerja berbaju rapi, dengan celana jeans dan baju kemeja putih terlihat masuk dalam balutan sabuk kulitnya. Para pegawai menyebut pria berkemeja putih tersebut dengan panggilan Agustinus. Ia merupakan manajer dari CV Darat, yang bertanggung jawab mengawasi segala operasional di pabrik tersebut.

CV tersebut menjadi penggantungan hidup utama dari para pegawai yang tinggal di kawasan itu. Agustinus mengaku bahwa pabrik yang ia pimpin memiliki target pasar yang cukup unik, sebab pabriknya bukan membuat ban secara utuh, namun hanya lapisan luar alur ban untuk rekondisi ban yang  mulai menipis.

"Dari usaha ini setidaknya para pemilik kendaraan besar juga mampu menghemat biaya operasional mereka, untuk vulkanisir ban serta masih bisa berfungsi secara normal," kata Agustinus.

Secara bisnis, Agustinus menceritakan bahwa usahanya sempat mengalami kenaikan pesat ketika harga tiket pesawat mahal. Efek domino dari kenaikan ongkos tiket tersebut adalah banyak pilihan jatuh kepada transportasi darat, yang berdampak pada semakin meningkatnya permintaan kompon ban untuk operasional kendaraan.

Selain dampak tiket, dampak Tol Trans Jawa juga menjadi pemicu meningkatnya permintaan kompon ban yang mencapai lebih dari 40 persen.

Sejak tahun 2014, usaha lapak ban Agustinus semakin meningkat keuntungannya. Bukan saja dilihat dari lonjakan pesanan, namun formula peningkatan pendapatan tersebut, usut punya usut berasal dari kemampuan efisiensi operasional perusahaan.

Ramuan utama dari formula efisiensi tersebut ada pada sektor pembakaran atau penggunaan energi, yaitu penggunaan gas. Kompon karet menjadi lapak ban, memerlukan proses pembakaran dari boilernya, di mana biji atau serbuk karet perlu dipanaskan untuk dapat diolah menjadi karet ban.

Pembakaran tersebut sebelum tahun 2014, mesin boilernya menggunakan bahan bakar solar yang harganya terus naik, juga proses distribusinya banyak melalui rantai.

Kemudian, Perusahaan Gas Negara (PGN) masuk di kawasan tersebut menawarkan gas untuk bahan bakar utama yang nyatanya mampu menghemat operasional hingga 30 persen tiap bulannya.

Panas serta emisi yang dihasilkan pun jauh lebih baik dibandingkan ketika masih menggunakan solar sebagai bahan bakar pemanas boiler.


Jaringan gas

Secara fisik sebenarnya di area Semarang, PGN belum memiliki jaringan gas yang memadai, cukup ironi mengingat Jawa Tengah juga memiliki sumber gas alam yang besar.

Namun justru dari kekurangan tersebut, PGN mampu berinovasi dengan mengalirkan gas kepada industri tanpa menggunakan jaringan utama, yaitu dengan metode disalurkan melalui Pressure Reducing Stasiun (PRS).

PGN membangun fasilitas PRS untuk menyalurkan gas distribusi sementara, menyusul lonjakan permintaan gas di Kota Semarang,

Sales Area Head PGN Semarang Heri Frastiono mengatakan Kota Semarang dan sekitarnya belum memiliki jaringan pipa gas secara memadai untuk memenuhi kebutuhan.

Oleh karena itu, inovasi Stasiun Penurunan Tekanan atau PRS Tambak Aji, dibangun untuk terminal penyaluran gas langsung kepada konsumen.

Fasilitas PRS menyalurkan CNG atau gas alam yang sudah diatur tekanannya untuk dihantarkan kepada pelanggan rumah tangga (RT) dan industri. Namun sumber utama gas masih dibawa dengan truk dari sumber gas alam terdekat, belum melalui pipa jaringan.

"PRS Tambak Aji telah melayani 97 pelanggan rumah tangga dan 13 pelanggan industri. Untuk pelanggan rumah tangga di awal sebetulnya ada 150 tapi berkurang karena kena pembangunan jalan tol," kata Heri.

Ia menjelaskan untuk harga gas bagi pelanggan rumah tangga untuk kategori RT 1 sebesar Rp3.333 per meter kubik. Kelompok RT 1 adalah kelompok rumah tangga pengguna listrik 1.300 VA. "Sementara untuk kelompok RT 2 tarifnya Rp4.000 per meter kubik," tambahnya..

Sementara itu, untuk pelanggan industri terbagi menjadi beberapa kelompok dikategorikan kelas bronze. Untuk bronze 1 dihargai Rp6.300 per meter kubik. Sementara untuk kelompok bronze 2 ke atas dihargai 14,8 dolar AS per MMBTU.

Gas bumi yang dipasok PGN untuk sektor industri dan rumah tangga di wilayah Semarang, dikonsumsi sekitar 220.000-250.000 meter kubik per bulan.

Pemakaian rata-rata gas bumi untuk sektor rumah tangga di tahun 2019 sebesar 22.000 meter kubik per bulan, yang mengalami kenaikan 37 persen dibandingkan dengan tahun 2018.

Jenis gas yang digunakan di PRS adalah Compressed Natural Gas (CNG) atau gas alam yang terkompresi. Sekretariat Perusahaan PT PGN Rachmat Hutama, menambahkan informasi bahwa pasokan gas dengan CNG ini akan terus didorong pengembangannya, mengingat Semarang merupakan kota besar dan sudah banyak permintaan.

Ia berharap pemerintah juga turut mendorong agar ibu kota Jawa Tengah tersebut memiliki jaringan gas yang mumpuni, agar masyarakat sekitar juga turut menikmati efisiensi dapur mereka dengan penggunaan gas.

Baca juga: Banyak permintaan, PGN gunakan PRS salurkan gas sementara





 

Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019