Kita ingin kebijakan yang benar-benar friendly dan simplified untuk meningkatkan iklim investasi, karena kenyataannya kita tertinggal dari negara-negara lain
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah secara resmi meluncurkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong di Papua Barat pada Jumat (11/10) yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan investasi, khususnya di wilayah Indonesia timur.

Sorong menjadi KEK ke-11 yang diresmikan oleh pemerintah, sejak pembangunan kawasan berbasis investasi ini digencarkan di seluruh Indonesia mulai 2014.

Sebelumnya, pemerintah juga menetapkan Singhasari di Kabupaten Malang, Jawa Timur sebagai KEK berbasis pariwisata dan ekonomi digital pada akhir September 2019.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat peresmian KEK Sorong mengatakan wilayah ini berpeluang untuk meratakan kegiatan investasi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pesisir Papua.

Untuk itu, pemerintah akan menggiatkan pendidikan vokasi serta pelatihan perkoperasian agar masyarakat pesisir mempunyai keahlian, keterampilan maupun kelembagaan ekonomi untuk berkontribusi dalam KEK ini.

Mantan gubernur Bank Indonesia itu juga menginginkan adanya kemudahan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah bagi para calon investor di KEK Sorong.

Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menambahkan pengembangan KEK seluas 523,7 hektare ini dapat mendukung pembangunan di Papua Barat serta mengurangi kesenjangan antar wilayah.

Ia juga mengharapkan pemerintah akan membangun Balai Latihan Kerja berskala nasional agar tersedia sumber daya manusia yang berkualitas bagi industri di wilayah Papua Barat.

"Semoga ini menjadi perhatian dari pemerintah pusat, supaya pembangunan infrastruktur dan masuknya investasi ke KEK Sorong dapat berjalan maksimal," ujar Mandacan.

Dengan upaya tersebut, Mandacan mengharapkan para pemuda dan pemudi Papua tidak hanya menjadi penonton dan mampu berpartisipasi dalam pengembangan KEK Sorong.

Baca juga: Pemerintah resmikan KEK Sorong

Baca juga: Bupati Sorong harapan KEK sejahterakan masyarakat lokal


Pembangunan KEK Sorong ini diperkirakan memakan biaya Rp2,3 triliun dengan proyeksi investasi Rp32,5 triliun serta mampu menyerap tenaga kerja 15.024 orang.

Kawasan industri ini diperkirakan akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Sorong dengan proyeksi pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) sekitar Rp10,64 triliun pada 2030.

Kegiatan utama di KEK Sorong meliputi industri pengolahan nikel, pengolahan kelapa sawit, hasil hutan dan perkebunan (sagu), serta pembangunan pergudangan logistik.

Beberapa fasilitas pendukung KEK Sorong antara lain jalan utama serta saluran drainase sepanjang 3,5 kilometer dan jalan lingkungan sepanjang 6,5 kilometer.

Kemudian, Pembangkit Listrik Mesin Gas (PLTMG), yakni PLTMG Waymon, PLTMG Arar, dan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) PT PLN untuk memasok kebutuhan listrik di kawasan Sorong Raya.

Dengan demikian, saat ini telah tersedia Daya Mampu sebesar 46 MW dengan cadangan sebesar 9 MW.

Dalam jangka panjang akan dibangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang menggunakan sumber air dari Sungai Klasafet (Klamono) dengan kapasitas 500 liter per detik.

Calon investor yang siap bergabung adalah PT Semen Gresik (Semen Indonesia Group) untuk membangun pabrik pengemasan semen dan PT Henrison Inti Putra untuk membangun pabrik pengolahan kayu dan sawit.

Calon lainnya, PT Bumi Sarana Utama (Kalla Group) untuk membangun storage aspal curah, PT Gag Nikel (untuk pembangunan smelter nikel) dan PT Pelindo IV (untuk pengembangan Pelabuhan Arar sebagai sarana konektivitas dan logistik).

Selain itu, juga terdapat PT Numarin Terra Anugerah (untuk pembangunan cold storage perikanan) dan PT Power Gen (untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas/PLTMG sebesar 20 MW).

Banyak kendala

Pembangunan maupun penetapan KEK oleh Dewan Nasional KEK seolah-olah menjadi Pekerjaan Rumah terakhir yang harus dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Pemerintah merasa perlu untuk mendorong pengembangan KEK, karena realisasi investasi maupun jumlah kawasan investasi ini masih jauh di bawah harapan.

Target pengembangan sebanyak 17 KEK pada akhir 2019 dipastikan tercapai sesuai sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Namun, baru 10 KEK yang telah beroperasi sepenuhnya, karena tiga KEK, meski sudah diresmikan, masih dalam tahap pembangunan, dan empat KEK baru dalam tahap penetapan.

Sebanyak 13 KEK yang sudah diresmikan pemerintah, delapan diantaranya bergerak dalam industri pengolahan dan lima pada sektor pariwisata.

Sementara itu, komitmen investasi di seluruh KEK yang tersebar di pelosok Tanah Air telah mencapai Rp85,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 8.686 orang.

Dari komitmen tersebut, total nilai realisasi investasi di KEK, hingga akhir Oktober 2019, baru mencapai Rp21 triliun.

Baca juga: Mendorong geliat pariwisata Malang Raya lewat KEK Singhasari

Baca juga: Kadin dorong KEK jadi ujung tombak industri manufaktur dan pariwisata


Terdapat beberapa alasan yang menghambat pengembangan KEK antara lain karena investor lebih suka untuk berinvestasi di wilayah Jawa dibandingkan luar Jawa.

Kemudian, kebanyakan pengusul dan pengelola KEK tidak langsung menebus tanah yang akan menjadi wilayah kerja karena masih menunggu regulasi dari pemerintah.

Padahal, pembebasan lahan akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit apabila dilakukan usai penerbitan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, masih ada multitafsir terhadap pemahaman regulasi dan kemudahan yang sudah diterbitkan pemerintah mengenai KEK sehingga pelaku usaha menjadi ragu untuk berinvestasi.

Dalam menghadapi persoalan itu, pemerintah berupaya untuk memperbaiki proses bisnis pembangunan KEK agar pelaku usaha mau menanamkan modal di kawasan ini.

Salah satunya melalui pemberian kelonggaran dengan mengizinkan pembangunan KEK berbasis pengolahan sumber daya alam di Jawa.

Kriteria KEK yang dapat dibangun di wilayah Jawa antara lain fokus kepada industri berorientasi ekspor atau subtitusi impor serta menggunakan teknologi tinggi.

Pemerintah juga mengajukan revisi regulasi terkait relaksasi pengembangan KEK maupun skema insentif yang segera disetujui oleh Presiden.

Peraturan tersebut adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang penyelenggaraan KEK dan RPP tentang fasilitas dan kemudahan di KEK.

Kemudian, memperkuat komitmen dengan Kadin Indonesia untuk mempercepat pengembangan KEK sebagai pusat pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan daya tarik dan nilai investasi.

Ruang lingkup kerja sama Dewan Nasional KEK dengan Kadin Indonesia ini dilakukan melalui serangkaian forum bisnis, road show, dan sosialisasi kepada investor.

Terdapat juga upaya peningkatan kemampuan Badan Usaha Pembangunan dan Pengelola KEK dalam pengelolaan dan pemasaran KEK melalui serangkaian kegiatan pelatihan dan Focus Group Discussion (FGD).

Kegiatan lainnya adalah adanya studi banding dan berbagai upaya untuk menarik investasi serta memberi masukan dalam rangka evaluasi dan peningkatan daya saing KEK.

Ujung tombak

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani ikut mendukung pengembangan KEK karena dapat menjadi ujung tombak bagi pertumbuhan industri manufaktur dan pariwisata.

"KEK ini banyak insentif fiskal maupun kemudahan berusaha, sehingga membuat KEK menjadi sangat-sangat menarik dan menjadi ujung tombak manufaktur dan pariwisata," kata Rosan.

Rosan menambahkan pembangunan KEK mempunyai manfaat dalam melahirkan pusat pertumbuhan baru di daerah karena dapat menciptakan lapangan kerja serta menekan tingkat kesenjangan Jawa dan luar Jawa.

Oleh karena itu, ia mengharapkan adanya komitmen bersama antara pemerintah dengan dunia usaha untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam pengembangan KEK.

Baca juga: Pemerintah perpanjang komitmen dengan Kadin untuk pengembangan KEK

Hambatan tersebut di antaranya perbedaan pandangan antara pengusaha dengan pemerintah terhadap regulasi yang ada serta inefisiensi karena kurangnya koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.

Menurut Rosan, pembenahan dalam iklim berusaha menjadi penting karena Indonesia harus mencari peluang dari tingginya tensi perang dagang apalagi negara-negara lain lebih cepat dalam melakukan reformasi.

"Kita ingin kebijakan yang benar-benar friendly dan simplified untuk meningkatkan iklim investasi, karena kenyataannya kita tertinggal dari negara-negara lain," ujarnya.

Setidaknya cita-cita untuk membangun pusat pertumbuhan baru di daerah sudah mulai memperlihatkan hasil terutama bagi wilayah sekitar KEK.

Salah satunya terlihat dari KEK Galang Batang di Kepulauan Riau yang akan menjadi pusat hilirisasi bauksit terintegrasi dengan komitmen investasi Rp36,25 triliun hingga 2023.

KEK ini telah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kepulauan Riau hingga 25,80 persen dalam kurun waktu 2015 hingga 2017.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut juga meningkat 15,58 persen dalam kurun waktu 2015 hingga 2018.

Selain itu, pembangunan hotel-hotel kelas dunia seperti Pullman, Royal Tulipe, dan Paramount juga sedang terjadi di KEK Mandalika, Kabupaten Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Kawasan wisata ini telah mendapatkan komitmen investasi hingga Rp17,5 triliun dan siap menjadi tuan rumah pergelaran MotoGP pada 2021.

Data perkembangan kunjungan wisatawan Kabupaten Lombok Tengah 2015-2018 ikut menunjukkan kunjungan wisatawan mancanegara meningkat 361 persen dan wisatawan nusantara naik 170 persen.

Dengan hasil tersebut, sangat wajar bila dalam beberapa tahun ke depan, KEK menjadi pusat pertumbuhan baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah sekitar.

Hal ini tentunya sejalan dengan semangat Nawacita yang digaungkan Presiden Joko Widodo untuk membangun Indonesia dari daerah pinggiran.

Baca juga: Tiket MotoGP Mandalika mulai dijual November 2019

Baca juga: Pemerintah pastikan 17 KEK terwujud pada akhir 2019

 

Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019