Tanjungpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyatakan tidak berhenti memperjuangkan pendapatan dari labuh jangkar ķapal yang selama ini diambil Kementerian Perhubungan dan Badan Pengusahaan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Batam.

Pelaksana Tugas Gubernur Kepri Isdianto di Tanjungpinang, Rabu mengatakan, satu persatu persoalan yang menghambat agar pendapatan dari labuh jangkar masuk ke Kepri sudah ditelusuri dan dibahas untuk diperoleh solusinya.

"Sudah ada solusinya. Segera kita ambil beberapa langkah strategis untuk mendapatkannya, karena itu memang hak Pemprov Kepri, berdasarkan ketentuan yang berlaku," ujarnya.
Baca juga: KPK turun tangan bantu tuntaskan polemik labuh jangkar di Kepri

Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemda, Pemprov Kepri diberi kewenangan untuk mengelola ruang laut 0-12 mill. Dengan alasan ini, Pemprov Kepri sejak fahun 2017 sampai 2019 memasukkan pendapatan dari labuh jangkar sekitar Rp60 miliar ke dalam APBD.

"Sampai sekarang belum terealisasi. Namun kami tetap optimistis akan mendapatkannya karena itu perintah undang-undang," kata Ketua Komisi II DPRD Kepri Ing Iskandarsyah.

Ia mengemukakan persoalan utama dalam mengelola labuh jangkar yakni peraturan teknis dari Gubernur Kepri. Peraturan ini sudah di meja Nurdin Basirun sejak masih aktif menjabat sebagai Gubernur Kepri.
Baca juga: Luhut terkejut menyaksikan labuh jangkar ilegal di pulau Tolop

"Kita belum ada pergub sehingga belum dapat menarik retribusi dari labuh jangkar," ucapnya.

Iskandar mengatakan Pelaksana Tugas Gubernur Kepri Isdianto serius menangani persoalan labuh jangkar. "Mudah-mudahan ada jalan keluar, dan mendapat dukungan pusat," katanya, yang diusung PKS.

Iskandar menuturkan Pemprov Kepri harus terus mencari dan mendapatkan sumber pendapatan baru untuk meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan pendapatan daerah berguna untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan merealisasikan program pembangunan.
Baca juga: Luhut akan tuntaskan masalah labuh jangkar di Batam
 

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019