Padang, (ANTARA) - Kejaksaan menahan mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Solok Darwin Tanjung, tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial pada tahun 2009 dan 2010.

"Hari ini proses perkara dinaikkan dari penyidikan ke penuntutan. Tersangka ditahan untuk mempercepat proses penanganan perkara," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar M. Fatria di Padang, Rabu.

Sebelum ditahan, tersangka yang didampingi penasihat hukum tanpa melalui sejumlah pemrosesan di Kantor Kejati Sumbar, Padang.

Baca juga: Kejati akan gunakan auditor internal dalam kasus korupsi bansos Solok

Setelah itu, dia langsung digiring keluar kantor dengan mengenakan rompi tahanan kejaksaan berwarna merah, lalu diantar ke Rutan Padang.

Darwin Tanjung yang berposisi sebagai pengguna anggaran sebenarnya telah dipanggil jaksa pada hari Senin (9/12) bersama tersangka lainnya, mantan Sekretaris DPPKA Yuniarli.

Namun, saat itu yang datang hanya tersangka Yuniarli, kemudian yang bersangkutan langsung ditahan. Darwin Tanjung tidak memenuhi panggilan jaksa dengan alasan ada anggota keluarganya meninggal.

Dua hari berselang, tersangka Darwin Tanjung akhirnya mendatangi Kantor Kejati Sumbar,  kemudian ditahan usai penyerahan tersangka serta barang bukti dari penyidik kepada penuntut umum (tahap II).

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Solok Donny Haryono Setiawan mengatakan bahwa pihaknya akan segera menyusun surat dakwaan agar perkara itu bisa dilimpahkan ke pengadilan.

Kedua tersangka dijerat melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: Kejati Sumbar hitung kerugian kasus Bansos Solok

Baca juga: Kejati periksa 22 saksi kasus bansos Solok


Dari penyidikan sejauh ini terungkap sejumlah modus dalam kasus tersebut, yakni pertama adalah dana dicairkan namun tidak sampai ke tangan kelompok masyarakat.

Selanjutnya, ada kelompok yang menerima bantuan namun tidak sesuai dengan besaran sebenarnya (dipotong). Selain itu, ditemukan juga kelompok penerima yang fiktif.

Kasus itu disebut telah merugikan keuangan negara mencapai Rp400 juta.

Pada bagian lain, penasihat hukum tersangka, Muharnis, mengatakan bahwa pihaknya segera menyiapkan alat bukti yang dibutuhkan dalam persidangan.

Pewarta: Laila Syafarud
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019