sekarang wilayah itu sudah tumbuh menjadi tempat kreatif, di mana banyak bisnis lokal dapat tumbuh
Surabaya (ANTARA) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memaparkan keberhasilan menutup eks lokalisasi Dolly hingga pemberdayaan perempuan pada International Forum of Women in Local Governments atau Forum Internasional Perempuan dalam Pemerintah Daerah di ATO Congresium, Ankara, Turki, Rabu (11/12).

"Pada tahun pertama saya sebagai Wali Kota Surabaya pada 2010 adalah saat yang sulit karena harus menghadapi tantangan besar. Mulai dari banjir, perbaikan lingkungan, infrastruktur, kemiskinan, sampai trafficking," kata Wali Kota Risma melalui siaran pers Humas Pemkot Surabaya, Kamis.

Acara tersebut diikuti sekitar tiga ribu peserta yang terdiri dari kurang lebih 27 pemimpin perempuan di dunia, politisi, akademisi serta masyarakat dari berbagai kota di Negara Turki. Bahkan, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan juga hadir dalam forum tersebut.

Dalam forum tersebut, Wali Kota Risma memaparkan keberhasilannya dalam menerapkan berbagai program pemberdayaan dan perlindungan hak-hak perempuan dalam membangun Kota Surabaya. Dari sekian banyak program yang dilakukan, Wali Kota Risma lebih banyak membahas tentang program pemberdayaan perempuan, yakni penutupan eks Lokalisasi Dolly dan Pahlawan Ekonomi (PE).

Baca juga: Politikus perempuan PDIP bangga Risma jadi pembicara di Turki
Baca juga: Anggota Relawan Risma Selamanya di Surabaya terus bertambah


Menurut dia, untuk memecahkan masalah trafficking, harus dicari akar persoalan. Ternyata, diketahui bahwa harus menutup semua tempat prostitusi di enam lokasi Surabaya. Sebab, hampir tiap bulan, ia harus bekerja dengan pihak kepolisian untuk menangani kasus perdagangan manusia yang melibatkan perempuan dan anak-anak.

"Di situ saya mengambil keputusan serius dan berisiko menutup semua prostitusi satu per satu. Saya menyadari betapa besarnya dampak buruk terhadap kehidupan orang di sekitarnya, terutama pada anak-anak," ujarnya.

Alhasil, penutupan eks lokalisasi mulai dilakukan sejak 2012 secara bertahap. Selain memikirkan proses penutupan, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga harus memberikan solusi bagi warga terdampak penutupan tersebut, mulai dari pekerja seks, mucikari, penyanyi karaoke hingga tukang parkir.

"Saya terus berjalan dengan menyiapkan mereka semua untuk dibekali pelatihan keterampilan dan memulai bisnis baru. Mengalihkan pekerjaan mereka dengan usaha yang baru," katanya.

Wali kota yang sekaligus menjabat Presiden United Cities and Local Government (UCLG) Asia Pasific (Aspac) ini memastikan, sekarang enam wilayah eks lokalisasi itu telah berubah. Area yang dahulunya ladang prostitusi, kini disulap menjadi tempat kreatif.

"Sekarang wilayah itu sudah tumbuh menjadi tempat kreatif, di mana banyak bisnis lokal dapat tumbuh. Usahanya macam-macam, ada batik, makanan, dan banyak lagi," katanya.

Baca juga: Apresiasi Menteri PPPA dan pemberdayaan perempuan di Surabaya
Baca juga: Belajar kebijakan publik dari Surabaya


Di samping pemberdayaan untuk warga terdampak penutupan eks lokalisasi, Wali Kota Risma juga memiliki program lain untuk menekan angka kemiskinan, yakni dengan cara memberdayakan ibu-ibu rumah tangga.

Menurutnya, pada 2010 angka kemiskinan sekitar lebih dari 20 persen. "Itulah mengapa saya mengundang ibu-ibu dari keluarga miskin untuk mengambil bagian dalam program Pahlawan Ekonomi (PE)," ujarnya.

Di program tersebut, para ibu rumah tangga diajarkan menjadi pengusaha dan menjadi pahlawan bagi keluarga mereka masing-masing. Menurutnya, banyak sekali tahapan pelatihan yang diberikan di program itu, mulai dari pelatihan pembuatan produk, cara pengemasan (packaging), sampai pemasaran dengan memanfaatkan arus digital.

"Dimulai dengan hanya 89 grup di tahun 2010, sekarang kami memiliki lebih dari 11 ribu kelompok usaha kecil dan menengah yang dikelola oleh perempuan," katanya.

Baca juga: Risma pantau beberapa rumah pompa dan tangggul di Surabaya
Baca juga: Risma pimpin penanaman seribu pohon di GBT sambut Piala Dunia U-20

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019