Simeulue (ANTARA) - Kabupaten Simeulue di Provinsi Aceh menyaksikan gerhana matahari cincin pada 26 Desember 2019, bertepatan dengan peringatan 15 tahun tsunami Aceh.

Pada Kamis (26/12) tepat pukul 10.07, sebagian warga daerah berjuluk Ate Fulawan itu berkumpul untuk bersama-sama menyaksikan gerhana matahari cincin. Ada yang melihatnya menggunakan teleskop, ada pula yang memandangnya menggunakan kacamata khusus.

Halaman Masjid Baiturrahmah Sinabang penuh dengan warga yang datang untuk menyaksikan fenomena alam tersebut. Sepuluh teleskop milik Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh dipasang di sana. Sebanyak 500 kacamata filter ND5 juga telah dipersiapkan untuk warga.

Di masjid itu, warga Muslim mendirikan shalat gerhana matahari.

"Kami masyarakat Simeuleu sangat bersyukur dapat menyaksikan gerhana matahari ini, dengan adanya ini kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT," kata warga Simeuleu Timur, Muhammad Nasir.

Bupati Simeulue Erly Hasyim menyebut fenomena alam itu sebagai bagian dari sejarah daerahnya.

"Kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada Kanwil Kemenag Aceh yang telah memilih Simeuleu sebagai lokasi observasi, tempat kumpul menyaksikan gerhana," katanya.

"Hari ini kita melihat masyarakat sangat antusias (menyaksikan gerhana), semoga dengan melihat kekuasaan dan keagungan Allah makin menambah keimanan dan rasa syukur kita," ia menambahkan.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh Daud Pakeh pun memilih menyaksikan gerhana matahari cincin di Simeulue bersama Bupati Simeulue.

"Titik sentral (gerhana matahari cincin) di Simeulue. Di Aceh Singkil juga terlihat, tapi tidak sesempurna di Simeulue," katanya, menambahkan,"Gerhana matahari cincin terlihat dengan sempurna di Simeulue dengan durasi dua menit lebih, hampir tiga menit." 

Menurut dia, gerhana matahari cincin terlihat di Simeulue mulai pada pukul 11.53 sampai 11.56 dengan puncak gerhana terjadi pukul 11.55.

"Alhamdulillah, kita bersama-sama juga telah menunaikan shalat kusuf di masjid," katanya.

Baca juga: Gerhana matahari cincin diamati BMKG di gedung tsunami
 
Bupati Simeulue Erly Hasyim (kiri) dan Kepala Kanwil Kemenag Aceh Daud Pekeh (kanan) menyaksikan gerhana matahari cincin menggunakan kacamata filter ND5 di Simeulue, Kamis (26/12/2019). (ANTARA/Khalis)



​​​​​Bertepatan dengan peringatan tsunami

Gerhana matahari cincin Kamis (26/12) merupakan gerhana matahari cincin pertama yang disaksikan Aceh setelah 150 tahun.

"Momen yang sangat penting secara sains untuk orang Aceh, ini pertama melintas dalam kurun waktu 150 tahun," kata Dr Suhrawardi Ilyas MSc, akademisi Universitas Syiah Kuala anggota Badan Hisab Rukyat Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh.

Ia menambahkan Aceh terakhir kali mengalami gerhana matahari total tahun 1929, pada masa penjajahan Belanda. "Setelah itu tidak pernah lagi, dan kita kemungkinan akan dapat matahari total lagi nanti setelah tahun 2130-an," katanya.

Gerhana matahari Kamis (26/12) datang saat Aceh memperingati bencana tsunami yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa pada tahun 2004.

Warga Aceh memperingati kejadian bencana yang menyusul gempa berkekuatan 9,1 Skala Richter tersebut dengan berbagai acara, termasuk doa bersama dan ziarah kubur.

Di kalangan warga Simeulue, tsunami disebut smong. Tahun 1907, smong pernah menerjang wilayah Simeulue dan warganya belajar banyak dari kejadian itu.

Kisah tentang kedatangan smong dituturkan turun temurun, membuat warga daerah itu punya kemampuan mitigasi bencana lebih sehingga saat tsunami menerjang Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004, jumlah korban jiwa di Simeulue jauh lebih sedikit ketimbang bagian Aceh yang lain.
 
Sampai sekarang hikayat smong dari leluhur masih hidup di kalangan warga Simeulue.

Suhrawardi Ilyas menekankan bahwa fenomena gerhana sama sekali tidak ada kaitannya dengan kedatangan bencana atau kematian.

Ia lantas menuturkan peristiwa pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika putra Nabi yang bernama Ibrahim wafat pada saat terjadi gerhana dan kemudian ada yang mengaitkan kedua kejadian itu.

"Nabi mengatakan tidak ada hubungan meninggalnya seseorang dengan gerhana matahari," katanya.

Manusia, ia melanjutkan, bisa menjadikan fenomena alam itu sebagai pelajaran.

"Itu sebagai kebesaran Allah yang perlu kita syukuri dan jadikan sebagai momen beribadah, menjadikan kita untuk mengembangkan sains," katanya.

Baca juga: Gempa-tsunami-gerhana adalah ayat-ayat Allah SWT, kata ulama Aceh
 

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019