Jadi warga yang sakit hanya ditangani oleh bidan atau perawat saja
Sigi (ANTARA) - Lelaki paruh baya itu tak kuasa menahan sedih. Air mata membasahi pipinya saat adik perempuan, korban meninggal dunia akibat diare, hendak dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Desa Anca, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Selasa (14/1) siang.

Lelaki yang juga mantan Camat Lindu itu, Silas Pergia, terlihat begitu berat menerima kenyataan yang terjadi pada adiknya, karena meninggal dunia gara-gara diare pada Minggu (12/1).

Namun demikian, apa mau dikata. Semua sudah takdir Yang Maha Kuasa. Setiap orang pasti akan meninggal. Hanya saja caranya tentu berbeda-beda.

Ia mengatakan tidak ada yang menyangka bahwa adiknya akan meninggal, sebab sebelumnya terlihat sehat dan bugar. Tidak ada tanda-tanda bahwa perempuan itu akan pergi selama-lamanya.

Belum diketahui secara pasti apa penyebab diare yang dialaminya. Tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng dan Kabupaten Sigi yang diterjunkan ke Desa Anca untuk menangani serangan penyakit tersebut, masih melakukan pemeriksaan dan penelitian.

Tetapi, kata Silas, sebelumnya memang ada pesta warga di Desa Anca dan diduga diare berasal dari sajian makanan dalam acara itu.

"Tapi itu masih dugaan sementara saja," kata dia. Adiknya, satu-satunya korban yang terserang diare hingga meninggal dunia.

Baca juga: Ratusan warga Desa Anca diare, Dinkes Sigi tetapkan KLB

Selama beberapa hari terakhir, ratusan warga Desa Anca terserang diare. Kebanyakan mereka dirawat di Puskemas Kecamatan Lindu.

Kebanyakan korban, setelah mendapat perawatan tim medis yang didatangkan dari Palu dan Sigi langsung bisa pulang ke rumah mereka.

"Tapi ada beberapa warga yang mengalami sakit serius terpaksa untuk sementara dirawat di PKM (Pusat Kesehatan Masyarakat) dengan pengawasan oleh dokter dan perawat," kata Silas.

Kini, diare menjadi momok paling menakutkan dibandingkan dengan penyakit schistosomiasis yang selama ini hanya ditemukan di Dataran Lindu dan Lore.

Memang, penyakit itu hingga kini masih menghantui masyarakat di Dataran Lindu. Oleh karena sudah terbiasa, warga sepertinya tidak lagi mengkhawatirkan, sedangkan secara rutin ada pengobatan gratis bagi warga Kecamatan Lindu. Mereka wajib minum obat pencegah virus schistosomiasis.

Virus itu berasal dari cacing kecil yang diam dalam keong. Habitat virus itu di daerah rawa, sedangkan di Lindu semua wilayah rawan virus schistosomiasis. Sudah ada pemetaan dan larangan warga mendekat atau melintas di kawasan itu.

Baca juga: Banjir usai, warga Kota Tangerang keluhkan diare dan gatal kulit

Kini, warga Desa Anca, salah satu di antara lima desa di pinggiran Danau Lindu, dikagetkan dengan merebak penyakit diare, karena korban yang terinfeksi mencapai ratusan orang.

"Kalau dahulu schistosomiasis menjadi momok menakutkan, tetapi sekarang ini justru diare yang paling menakutkan, sebab sudah ada korban yang meninggal dunia," ujar dia.

                                                                           Instruksi bupati
Begitu mendapat laporan mengenai serangan diare di desa itu, Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapata langsung menginstruksikan Dinas Kesehatan setempat turun ke lokasi, guna memberikan pengobatan kepada masyarakat yang terserang penyakit tersebut.

Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng pada Minggu (12/1) tiba di Desa Anca dan langsung mengadakan pengobatan kepada korban diare.

Sekretaris Camat Lindu Sebulon membenarkan bahwa salah satu korban yang diduga terserang diare, jiwanya tidak bisa terselamatkan. Jenazahnya sudah dikebumikan pihak keluarga di desa itu.

Hingga saat ini, tim kesehatan terus memberikan pengobatan dan sosialisasi kepada masyarakat setempat soal penyakit diare yang merupakan penyakit dengan risiko korban meninggal jika tidak cepat mendapatkan perawatan.

Diare juga bisa berasal dari makanan. Makanan yang sudah basi sangat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi.

Baca juga: Tiga warga SBT meninggal akibat diare dan gizi buruk

Merebaknya serangan diare di desa itu, katanya, harus menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat setempat untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Terlebih, hingga saat ini, tidak ada dokter umum di daerah setempat.

Sudah bertahun-tahun, PKM Lindu tidak ada satu pun dokter, sedangkan yang ada bidan desa dan perawat.

"Jadi warga yang sakit hanya ditangani oleh bidan atau perawat saja," kata dia.

Kalau pasien menderita sakit parah, biasanya dirujuk ke rumah sakit di Kota Palu atau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sigi dengan menempuh perjalanan sekitar 80 kilometer dari Tomado, Ibu Kota Kecamatan Lindu.

Oleh karena itu, pemerintah kecamatan dan masyarakat Lindu sangat berharap, Pemkab Sigi segera menempatkan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan secara optimal bagi masyarakat desa-desa di daerah itu, yakni Puro'o, Langko, Tomado, Anca, Kanawu, dan Olu.

Baca juga: Warga diminta waspadai diare dan leptospirosis setelah kebanjiran

Daerah setempat juga memerlukan dukungan listrik dan sarana telekomunikasi untuk berbagai kebutuhan sehari-hari, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat. Selama ini, masyarakat Lindu hanya menggunakan genset atau lentera untuk penerangan pada malam hari.

Sebenarnya, PLN sudah membangun jaringan listrik dari Desa Sadaunta, Kecamatan Kulawi menuju Kecamatan Lindu dan sempat menyala.

Akan tetapi, saat gempa bumi bermagnitudo 7,4 mengguncang Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2019, banyak tiang dan jaringan listrik robioh dan putus.

Tiang dan jaringan kelistrikan yang  rusak itu hingga kini belum diperbaiki PLN karena terkendala tidak ada jalan yang memadai untuk mengangkut material. Tiang dan jaringan listrik jauh dari jalan sehingga tidak ada cara lain, kecuali menggunakan tenaga manusia untuk membawa material yang dibutuhkan untuk perbaikan sampai lokasi.

Lagi pula, lanjut Sebulon, Kecamatan Lindu berada di tengah-tengah kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sehingga pembuatan jalan dan pemasangan infrastruktur kelistrikan perlu mendapatkan izin dari pihak berwenang.

                                                                                          Siaga diare
Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi menetapkan serangan diare dalam status siaga di Desa Anca, Kecamatan Lindu, setelah ratusan warga setempat mengalami peristiwa tersebut disertai mual dan muntah, Minggu (12/1).

"Kronologisnya, pada hari Minggu (12/1) mulai terjadi kunjungan pasien yang tak lain warga Desa Anca ke PKM Lindu. Keluhan mereka BAB (Buang Air Besar) terus menerus disertai mual dan muntah-muntah," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Kabupaten Sigi Roland Franklin.

Baca juga: PDIB: Waspadai ISPA dan diare muncul pascabanjir

Pada Senin (13/1), terjadi peningkatan kunjungan pasien diare ke Puskesmas Lindu yang mencapai ratusan orang. Mereka adalah warga Desa Anca dengan keluhan yang sama. Tim dokter sementara ini menyimpulkan terjadi peningkatan kasus diare ringan sampai berat.

Data pasien akibat kejadian tersebut, antara lain pasien rawat jalan 105 orang, rawat inap enam orang, pasien dirujuk dua orang, dan meninggal dunia satu orang.

"Pasien yang meninggal dunia kemungkinan juga ada penyakit lain, karena pasien berusia 60 tahun ke atas dan masuk kategori lansia," katanya.

Pihaknya hingga saat ini, belum bisa menyimpulkan penyebab pasti mereka mengalami hal tersebut.

Berdasarkan keterangan beberapa korban, katanya, kemungkinan mereka mengalami diare akibat makanan yang disantap dalam suatu acara warga setempat pada Sabtu (11/1) di desa itu.

Baca juga: Pengungsi banjir Konawe Utara mulai terserang diare

Tim kesehatan dari Dinkes Sigi dibantu Dinkes Provinsi Sulteng melakukan beberapa langkah penanganan, yakni pelayanan siaga peningkatan kasus diare dalam satu minggu ke depan.

Tim kesehatan yang dilengkapi dokter secara bergantian akan berjaga di Puskesmas Lindu sekaligus melakukan upaya promotif dan preventif, untuk mencegah bertambahnya korban diare, sedangkan surveilan mengambil sampel untuk diperiksa agar penyebab kasus itu segera terungkap.

Kejadian itu hendaknya dijadikan pelajaran berharga semua masyarakat. Supaya mereka lebih waspada atas makanan dan minuman yang akan dikonsumsi.

Mereka perlu mengecek dengan baik, apakah makanan dan minuman layak dikonsumsi atau sudah kedaluwarsa, supaya tidak membahayakan kesehatan dan warga terbebas dari momok diare.

Baca juga: Gorontalo Utara tetapkan KLB kasus diare massal
Baca juga: Saat anak diare tak cukup diberi oralit
Baca juga: Pengungsi diserang diare akibat minum air sungai

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020