Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda didakwa menerima suap sebesar 30 ribu dolar AS (sekitar Rp409,97 juta) ditambah gratifikasi sebesar 30 ribu dolar AS dan 80 ribu dolar Singapura (Rp1,199 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp1,6 miliar.

Dalam dakwaan pertama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Risyanto menerima suap sebesar Rp30 ribu dolar Singapura dari Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa untuk mendapat persetujuan impor hasil perikanan.

"Terdakwa Risyanto Suanda selaku Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia menerima uang sebesar 30 ribu dolar AS karena menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan berupa 'frozen pacific makarrel/Scomber Japonicus (ikan salem) milik Perum Perikanan Indonesia," kata JPU Mohamad Nur Azis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Baca juga: Denny Indrayana: Pengawasan tidak masuk teknis penegakan hukum
Baca juga: KPK bantu MA sidak di PN Jakbar terkait adanya gratifikasi


Perum Perikanan Indonesia adalah BUMN yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa tambat labuh, penyelenggaraan penyaluran benih ikan, pakan, usaha budi daya perdagangan ikan dan produk perikanan serta lainnya.

Perum Perindo dapat mengajukan Rekomendasi Pemasukan Hasil perikanan (RPHP) kepada Kementerian Kelautan Dan Perikanan sebagai syarat untuk mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan.

Risyanto pada Januari 2019 bertemu dengan Mujib Mustofa dan membicarakan peluang kerja sama antara Perindo dengan Mujib seperti penyewaan "cold storage" milik Perindo, penurunan margin keuntungan impor hasil perikanan ikan salem dan importasi hasil perikanan selain impor ikan salem.

Pada Juli 2019, Mujib berkomunikasi dengan Risyanto dan disepakati margin keuntungan Perindo yang sebelumnya sebesar Rp1000/kilogram menjadi Rp700/kilogram atas impor hasil perikanan periode Mei 2019 via Surabaya dan Semarang.

Pada 30 Juli 2019, Perum Perikanan Indonesia mendapat rekomendasi pemasukan hasil perikanan "frozen pacific mackarel" (ikan salem) sebanyak 500 ton dari permohonan 2.000 ton.

Risyanto lalu menyetujui Mujib Mustofa untuk memanfaatkan persetujuan impor hasil perikanan ikan salem sebanyak 150 ton milik Perindo. Mujib lalu menghubungi Direktur PT Sanjaya Internasional Fishery (SIF) Antoni untuk impor ikan salem.

Antoni lalu mencari pemasok dari China untuk memenuhi kebutuhan ikan salem dan mendapat perusahaan Tengxiang (Shishi) Marine Product Co.Ltd.

Pada 6 September 2019, produk impor dari China itu dibawa sebanyak 100 ton sampai di pelabuhan Tanjung Priok lalu menuju pergudangan Muara Baru milik Perm Perikanan Indonesia. Setelah "custom clearance" selesai diurus Mujib, maka 100 ton ikan itu dibawa ke PT SIF dan dipasarkan PT SIF. Sedangkan sisa 50 ton "frozen pacific mackarel" tiba pada 13 September 2019.

Selanjutnya pada 16 September 2019 Risyanto bertemu dengan Muji di Hotel Mulia Jakarta. Mujib mengusulkan ke RIsyanto agar Perindo mengajukan impor komoditas perikanan lain, dan Risyanto pun menyanggupinya.

"Terdakwa meminta Mujib untuk menyiapkan uang sejumlah 30 ribu dolar AS. Atas permintaan itu, Mujib menyanggupinya," tambah jaksa Azis.

Baca juga: KPK panggil Sekwan Tulungagung
Baca juga: KPK panggil Kalapas Klas II B Kualasimpang Davy Bartian


Pada 19 September 2019, Risyanto pun menerima daftar tabel ikan yang akan diimpor pada September 2019-Maret 2020 dari Mujib.

"Di sebelah kanan tabel oleh terdakwa diberi tulisan tangan berupa catatan angka yaitu baris pertama 1.300, baris kedua 1.700, baris ketiga 1.300, baris keempat 1.700 dan baris kelima 1.300 dalam jumlah rupiah per kilogram sebagai keuntungan yang akan diberikan oleh Mujib kepada Perum Perikanan Indonesia bila persetujuan impor hasil perikanan diberikan kepada terdakwa," ungkap jaksa Azis.

Penyerahan uang untuk Risyanto dilaksanakan pada 23 September 2019 oleh Adi Susilo alias Mahmud selaku suruhan Risyanto di Cascade Lounge Hotel Mulia Senayan. Mujib menghampiri Adi lalu memberikan amplop bertulis Panin Bank berisi uang sebesar 30.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini titipan untuk Pak Aris". Setelah penyerahan, Mujib dan Adi diamankan petugas KPK.

Atas perbuatannya, Risyanto didakwa berdasarkan pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Risyanto didakwa menerima gratifikasi dari tiga pengusaha yaitu pertama dari komisaris PT Inti Samudera Hasilindo Alexander Anthony. PT Inti bergerak di bidang perdagangan hasil perikanan dan bekerja sama dengan Perindo dalam penyewaan lahan milik Perindo seluas 540 meter persegi dan 14.000 meter persegi.

"Sekitar Februari 2019, terdakwa bertemu dengan Richard Alexander Anthony di hotel Gran Melia dan menyampaikan permintaan uang kepada Richard, Richard pun menyanggupinya," kata jaksa Azis.

Uang diberikan sekitar 2 minggu kemudian melalui Mohamad Saefullah alias Ipul di hotel Gran Melia Jakarta sebsar 30 ribu dolar AS.

Kedua, penerimaan dari pengusaha bidang perikanan Desmond Previn. Desmon dan Risyanto bertemu pada 2 Juli 2019 di restoran Remboelan Plaza Senayan untuk membahas kerja sama perdagangan hasil perikanan.

"Dalam pertemuan teresbut, terdakwa minta bantuan kepada Desmond Previn dengan kalimat 'bantu support saya', atas permintaan itu, Demond menyanggupinya," ungkap jaksa Azis.

Uang diberikan pada 5 Juli 2019 oleh Desmond Previn menyerahkan sebesar 5.000 dolar Singapura kepada orang suruhan Risyanto yaitu Adi Susilo, dengan mengatakan pemberian tersebut baru separuhnya. Desmond lalu kembali memberikan 25.000 dolar Singapura pada 9 Juli 2019 sehingga totalnya 30.000 dolar Singapura.

Ketiga, penerimaan dari Direktur Utama PT Yfin Internasional Juniusco Cuaca alias Jack Hoal alias Jack Yfin. PT Yfin adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor-impor hasil perikanan yang bekerja sam dengan Perindo dan penyewaan lahan milik Perindo seluas 160 meter persegi di Muara Baru Ujung Jakarta Utara.

Risyanto bertemu Jack Yfin pada 13 September 2019 di Ambiente Ristorante hotel Aryaduta dan meminta bantuan uang. Atas permintaan tersebut Jack menyanggupinya.

Uang sebesar 50.000 dolar Singapura diberikan melalui Adi Susilo pada 14 September 2019 di Ambiente Ristorante. Selanjutnya Adi menyerahkan uang kepada Rika Rachmawati dan Rika menyerahkan ke Risyanto.

Atas perbuatannya, Risyanto didakwa pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberatansan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengenai penerimaan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terkait perkara ini, Direktur Utama PT Navy Arsa Sejahtera Mujib Mustofa dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

Baca juga: Eks Dirut Perum Perindo Risyanto Suanda segera disidang
Baca juga: KPK panggil Direktur Operasional Perum Perindo Arief Goentoro
Baca juga: KPK panggil dua saksi kasus suap kuota impor ikan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020