Pontianak (ANTARA) - Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Barat, Heronimus Hero menyebutkan bahwa rendahnya produktivitas dan kualitas masih menjadi kendala petani karet di Kalimantan Barat.

"Produktivitas yang rendah mendorong masyarakat untuk menghasilkan Bahan Olah Karet (Bokar) yang berkualitas rendah dengan mencampur material lain. Sehingga menghasilkan berat tambahan. Mutu Bokar yang rendah menyebabkan harga di tingkat petani juga rendah," ujarnya di Pontianak, Kamis.

Ia menjelaskan terkait harga juga tidak terlepas dari rantai pasar yang panjang. Sehingga banyak nilai tambah yang muncul justru dinikmati pengumpul.

Untuk itu, tambahnya, sangat diperlukan  fasilitasi benih bermutu, pembentukan Unit Pengolah dan Pemasar Bokar (UPPB) guna memangkas rantai pasar.

"Jadi hanya ada pekebun produser - UPPB - pabrikan. Pekebun dapat harga yang wajar, UPPB mendapat margin, dan pabrikan dapat Bokar bermutu," jelas dia.

Hero mengatakan bahwa komoditas karet sempat jadi primadona Kalbar dan nasional pada periode 1980 dan 1990.

"Meskipun sampai saat ini juga karet masih menjadi andalan bagi sekitar 313 ribu lebih kepala keluarga di Kalbar. Di daerah ini luas tanam karet juga cukup besar menempati lebih dari 600 ribu hektare," kata dia.

Namun sebagian besar yang ditanam masyarakat Kalbar adalah karet lokal, sehingga produktivitasnya relatif rendah sekitar 3000 liter lateks per hektare per tahun atau setara dengan 700 kilogram kadar karet kering (K3).

"Produktivitas hasil karet petani kita masih di bawah nasional dan jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 1800 kiloggram K3," katanya.

Satu di antara petani karet di Sambas, Juniarti menyebutkan bahwa saat ini harga karet kering di tingkat petani di kisaran Rp8.000 - Rp10.000 per kilogram

"Bahkan juga pernah sempat baru - baru ini harga karet mencapai Rp11.000 per kilogram. Namun untuk harga tersebut sangat jarang. Harga karet relatif stabil tidak ada kenaikan yang signifikan. Tentu harga yang ada masih tidak sesuai harapan petani," jelas dia.
 

Pewarta: Dedi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020