Kami dalam membebaskan warga binaan untuk asimilasi ada panduannya dari Kemenkumham
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cipinang, Jakarta Timur, membantah informasi terkait transaksi uang dalam program asimilasi atau mengembalikan warga binaan  ke masyarakat yang jumlahnya  ratusan  dalam upaya mencegah penularan wabah COVID-19 di lingkungan penjara.

"Tidak ada di kita (bayar), sudah jelas wanti-wanti dari menteri sudah jelas. Saya bisa pastikan tidak ada anak buah saya yang main begitu," kata Kepala Lapas Klas 1 Cipinang, Hendra Eka Putra, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa malam.

Hendra meragukan peristiwa itu terjadi di dalam Lapas Cipinang.

"Itu perlu ditanyakan dulu di lapas mana. Kami dalam membebaskan warga binaan untuk asimilasi, bebas bersyarat, cuti bersyarat, ada panduannya dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham)," katanya.

Selain itu Direktorat Jendral Pemasyarakatan memberikan acuan berupa 'bank data' terkait para narapidana yang telah memenuhi persyaratan asimilasi.

Hendra mengatakan jajarannya telah proaktif mengumumkan kepada warga binaan bahwa program pembebasan asimilasi dilakukan secara gratis.

Pengumuman itu dipasang di setiap ruangan di lingkungan lapas.

"Kalau dia mau bayar, itu kan bodoh dia. Kenapa mau bayar?. Semua gratis tanpa bayar. Kemenkumham umumkan itu gratis," katanya.

Hendra mengakui sempat ada salah satu orang tua warga binaan yang melaporkan kepada pihaknya terkait permintaan uang dalam program asimilasi.

"Ada beberapa waktu lalu yang menghadap kita orang tua ngaku bayar untuk remisi. Ternyata saat dipanggil anaknya, dihadapkan enggak bayar, cuma buat jajan dia di dalam (lapas)," katanya.

Kabar itu, kata Hendra, telah merusak sistem yang ada serta merusak nama baik institusi Lapas Klas 1 Cipinang.

Kabar terkait transaksi uang untuk lolos program asimilasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 disampaikan sejumlah narapidana kepada wartawan.

Baca juga: Tahanan Lapas Cipinang alami sesak napas, ini klarifikasi dokter

Baca juga: JK: PMI siap semprot disinfektan seluruh penjara di Indonesia

Baca juga: Menkumham akan tambah laptop untuk panggilan video di lapas


Salah satunya adalah peserta asimilasi berinisial A yang mengaku membayar uang hingga Rp5 juta untuk bisa bebas.

Pria yang terlibat dalam kasus penganiayaan dengan masa hukuman lima tahun penjara menyebut uang yang disetorkan melalui sesama rekan narapidana sebagai 'tiket' untuk ikut program asimilasi.

"Istilahnya ini 'tiket' harganya lumayan sampai Rp5 juta," katanya.

Uang yang terkumpul dari sejumlah warga binaan kemudian ditransfer ke rekening narapidana lain untuk disetor kepada oknum sipir penjara.

Warga binaan lainnya juga menyebutkan permintaan oknum sipir mencapai Rp7 juta per orang untuk bisa bebas melalui asimilasi.

"Awalnya minta Rp7 juta, cuma karena saya sanggupnya Rp5 juta akhirnya dikasih juga," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020