Semenjak wabah COVID-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 yang berujung pada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta pelarangan mudik menyebabkan operasional bus Antar Kota dan Antara Provinsi dan bus pariwisata baik milik swasta maupun BUMN terhenti, bahkan para karyawan dan sopir dirumahkan.

Ketua Persatuan Angkutan Pariwisata Bali (Pawiba) Nyoman Sudiarta dalam diskusi virtual yang bertajuk “Menyelamatkan Layanan Transportasi Umum” dari Dampak COVID-19 di Jakarta, Minggu mengatakan sejak Februari juga sudah ada penurunan penumpang.

“Semenjak wabah COVID-19 ini sebenarnya okupansinya sudah menurun 80 persen. Kemudian ada PM (Peraturan Menteri) 25 ini sudah tidak ada tamu lagi, kami tidak ada operasi, karyawan dirumahkan, sopir pulang kampung semua,” katanya.

Nyoman menyebutkan total armada pariwisata di Bali sebanyak 1,200 unit dengan 2.000 kru dan 300-500 pegawai. "Kondisi pariwisata sudah stuck,” katanya.

Untuk itu, Ia berharap pemerintah memberikan kebijakan relaksasi dan stimulus karena menyangkut kelangsungan bisnis transportasi, seperti penundaan pembayaran angsuran bus.

“Menyangkut perpajakan juga penghapusan pasal 21 dan 25 dan ketiga karena karyawan dirumahkan, menyangkut BPJS karyawan. Kami sudah tidak melakukan kegiatan yang mana BPJS di luar pungutan upah diberikan relaksasi,” katanya.

Selain itu juga relaksasi juga berupa KIR dan asuransi Jasa Raharja.

“Kami harapkan dari pemerintah, karyawan kami menerima BLT. Pengusaha juga mendapatkan fasilitas. Dari kita sudah mendaftar ke kepolisian tapi dananya belum cair,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Direktur PO Putra Jaya Vicky Hosea mengatakan sejak pertengahan Maret, operasional sudah terdampak di Makassar, mulai dari turun 50 persen, 80 persen hingga setelah adanya PM 25/2020 menjadi 90 persen.

“Sekarang tinggal sisa 10 PO yang beroperasi,” katanya.

Vicky menyebutkan jumlah PO di Makassar sendiri hanya 30 hingga 40 PO dengan mengoperasikan bus sebanyak 300 unit.

“Kami tambahkan yang kami rasakan di Sulawesi, dampak COVID secara otomatis yang terkait dalam hal ini awak angkutan umum yaitu kru sampai saat ini di Makassar dua minggu lalu memang ada pendataan dari Satlantas Polres mendata nama-nama kru yang akan diberikan BLT. Tapi setelah diberikan sampai saat ini belum ada feedback apakah ini akan dicairkan atau bagaimana,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Direktur PO NPM Angga Vircansa Chairul yang mengatakan penghentian operasional bus karena COVID-19 ini berdampak langsung pada 200 kepala keluarga.

“Kami memiliki 133 pengemudi, kru sebanyak 70 orang, artinya ada 200 lebih kepala keluarga yang terdampak langsung,” katanya.

Angga juga mengeluhkan BLT dari kepolisian di mana belum adanya pencairan dan kuota terbatas.

Dalam kesempatan sama, Direktur Utama Perum Damri Setia Milatia juga mengatakan 90 persen operasional terhenti 10 persen lainnya digunakan untuk antar jemput tenaga medis serta pengangkutan alat kesehatan.

“Posisi kami dari Maret ke April tinggal 10 persen operasi karena ada penutupan di Jabodetabek. Untuk bus bandara bahkan harus tutup saat ini. Kami beroperasi lebih untuk paramedis ke rumah sakit-rumah sakit rujukan karena membantu sosial distancing supaya mereka ke RS tepat waktu dan mengangkut para medis dari beberapa point, juga karyawan perbankan yang masih harus kerja,” ujarnya.

Baca juga: Akibat COVID-19, operasional Bus Damri Soekarno-Hatta dihentikan total
Baca juga: Layanan bus AKAP-AKDP di semua terminal Jabodetabek disetop sementara
Baca juga: Operasional Terminal Jatijajar Depok dihentikan sementara


Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020