Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR Dyah Roro Esti meminta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) rumah sakit (RS), yang kini makin meningkat saat pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), dapat dilakukan dengan baik.

"Pandemi ini tidak akan berakhir sampai kita benar benar memperhatikan dan mengelola limbah rumah sakit dengan baik," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, virus dari pandemi ini masih menempel di alat medis sekali pakai seperti masker dan sarung tangan, sehingga pengelolaannya yang baik sangat diperlukan.

Baca juga: Limbah medis Indonesia lebih dari 1.100 ton

Hal tersebut disampaikan Roro Esti saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertema "Waste Management in the context of COVID-19 Pandemic" yang diselenggarakan Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI di Jakarta, Senin (13/7/2020).

Apalagi, legislator milenial ini melanjutkan sering kali limbah B3 rumah sakit ditemukan berakhir di laut, sehingga mengganggu ekosistem dan organisme laut.

"Keadaan ini sangat mengkhawatirkan dan perlu penanganan yang serius secepatnya," ujar Sekretaris Kaukus Ekonomi Hijau (Green Economy Caucus) DPR RI ini.

Roro Esti menyampaikan saat ini telah terjadi peningkatan limbah B3 sebesar 30 persen dari sampah medis.

Sementara, menurut dia, berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), baru ada 100 rumah sakit di Indonesia memiliki insinerator yang berstandar untuk mengelola limbah medisnya.

Baca juga: Ganjar bantu pengurusan izin limbah rumah sakit rujukan COVID-19

"Pengelolaan limbah B3 ini perlu menjadi konsentrasi dalam menentukan kebijakan lingkungan. Karenanya, perlu penyikapan yang lebih serius dari pemerintah, baik dari segi edukasi kepada masyarakat, maupun pengadaan infrastruktur (tempat pembuangan limbah B3) di tempat umum maupun rumah sakit," jelas alumni Imperial College London ini.

Menurut Roro Esti, tanpa pengelolaan yang cermat, maka ekosistem lingkungan akan menjadi taruhannya.

Tidak hanya itu, ia juga menyoroti banyak pekerja informal, khususnya pekerja kebersihan di tempat pembuangan akhir (TPA), yang berhadapan langsung dengan limbah B3 tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai.

"Hal ini juga merupakan ancaman tersendiri bagi kesehatan para pekerja," tambahnya.

Sementara itu, di sisi lain, para pekerja itu merupakan aktor penting dalam menghimpun limbah yang mencapai satu juta ton per tahun.

"Pengelolaan limbah medis ini tidak dapat hanya ditangani satu pihak saja, tapi harus bersama sama dan bergotong royong mengambil peran dalam meningkatkan kualitas kelolaan limbah atau sampah medis sebagai salah satu upaya menuntaskan pandemi COVID-19 dan untuk lingkungan hidup yang lebih baik," ujar Roro Esti.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020