Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, mengatakan, pihaknya mengajak agar seluruh anak bangsa mengembangkan tradisi intelektual, terkhusus menyangkut Pancasila dan Islam di Indonesia.

"Karena apa? Karena pendiri negeri inipun melaksanakan semuanya dimulai dari sebuah tradisi intelektual luar biasa. Dimana peradaban dunia, agama, ideologi, semua dikontemplasikan sesuai natur bangsa kita sebagai bangsa timur, agraris, negara kepulauan, maka lahirlah Pancasila yang harusnya tidak perlu dipersaoalkan lagi," ujar dia, di hadapan peserta Perayaan Milad Ke-22 Partai Bulan Bintang (PBB), di Markas PBB, Jakarta Selatan, Sabtu.

Hal itu, kata dia, dalam keterangan tertulisnya, menjadi penting karena belakangan ini banyak pihak yang bertindak atas nama kepentingan politik tanpa mendalami dulu apa yang sebenarnya terjadi. Khususnya yang membenturkan Pancasila, Islam, dan menyangkut Bapak Proklamator Indonesia, Soekarno.

Padahal, seperti disampaikan Bung Karno, Pancasila adalah sebagai lead star atau bintang penunjuk arah bangsa ke depan. Ketua Umum DPP PBB, Yusril Ihza Mahenda, menyebut Pancasila adalah falsafah dasar berdirinya bangsa Indonesia, dan PDI Perjuangan juga sepaham dengan itu.

Baca juga: Jelang Pemilu 2024, PBB perkuat kaderisasi partai

Atas 'kepeloporan bintang’ Pancasila itu pula, Indonesia pada era Bung Karno melaksanakan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955, yang setahun kemudian bangsa Islam Maroko di Afrika Utara merdeka. Pakistan memperoleh bantuan militer dari Indonesia untuk merdeka sepenuhnya dari Inggris Raya.

Walau dalam kesehariannya Bung Karno menampilkan jati diri kebangsaan, namun dalam dirinya Bung Karno adalah Islam sejati yang selalu melaksanakan salat lima waktu.

Bahkan, kata Hasto, di negeri komunis Uni Soviet, Bung Karno mensyaratkan negeri itu mencari dan memugar dulu makam Imam Bukhari sebagai syarat kehadiran Bung Karno ke negeri itu.

Begitupun Megawati saat menjabat presiden, secara geopolitik memberikan kritik keras atas aksi unilateral ke Irak tanpa persetujuan PBB. Saat itu, Yusril yang adalah adalah menteri luar negeri ad interim yang meneruskan kebijakan Megawati itu.

Baca juga: PBB nyatakan dukungan kepada pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin

"Masa karena kepentingan politik, kita disebut komunis? Ini perlu kita luruskan, sama seperti Prof Yusril yang punya tradisi intelektual, maka kita pun harus perkuat tradisi intelektual agar tidak mudah dibentur-benturkan," kata Hasto.

Dahulu, lanjut dia, M Natsir, Bung Karno, Bung Hatta dan tokoh pendiri bangsa lainnya, selalu membaca dulu baru bertindak.

"Sekarang, demo dulu baru membaca, kadang bahkan tidak membaca sama sekali. Makanya jadi banyak energi bangsa terbuang sia-sia," ujarnya.

Hasto mengaku, sebelum menghadiri perayaan ultah PBB, dia berpamitan ke Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Presiden kelima Indonesia itupun menitipkan salam sekaligus ucapan selamat ulang tahun kepada PBB.

Selain itu, Megawati juga menitipkan buku untuk disampaikan sebagai oleh-oleh untuk PBB.

Hasto pun mengaku bersyukur bisa bersama dengan PBB dan partai politik lain dalam koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.

Pihaknya berharap, dengan kerja sama yang baik dengan PBB dan parpol lain, bisa bersama-sama membumikan Pancasila dalam kehidupan. Begitupun berbagai kerja sama lainnya, termasuk di pilkada serentak 2020.

Baca juga: Yusril: PBB akan pilih pimpinan baru September 2019

"Kami mengucapkan selamat milad ke-22 buat PBB. Semoga bintangnya memberikan direksi bagi perjalanan bangsa, dan bulannya memberi kesejukan pada kehidupan bersama kita sebagai satu bangsa," tutur Hasto.

Di tempat yang sama, Yusril lalu mengucapkan terima kasih kepada Hasto dan perwakilan parpol lainnya yang hadir dan turut merayakan Milad PBB.

"Di milad ini, di tengah kesulitan ini, tetaplah kita berkeyakinan, bahwa dibalik kesulitan ini akan ada kemudahan bagi kita semua," kata Yusril.

Sekjen DPP PBB, Afriansyah Noor, menambahkan, mereka berkomitmen tetap istikomah memberi dukungan kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020