Untuk menghindari petugas, penambang melakukan penambangan pada malam hari dengan menggunakan senter.
Poso, Sulteng (ANTARA) - Sekitar November 2015 tiba-tiba Dusun Dongi-Dongi Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso yang berbatasan langsung dengan Desa Togoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, diserbu para penambang dari berbagai daerah di Tanah Air. Mereka kebanyakan dari Sulawesi Utara dan Gorontalo.

Rupa-rupanya di areal hutan seluas sekitar 15 hektare menyimpan harta karun atau tambang emas yang banyak diburu oleh para penambang dari luar Sulteng itu.

Hanya dalam waktu beberapa bulan, Dongi-Dongi yang menjadi lahan penambangan emas tanpa izin (PETI) berupa total yang tadinya sangat sepi dan sunyi karena memang hanya sebuah bukit yang ditumbuhi berbagai jenis pepohonan dan menjadi habitat berbagai satwa, termasuk endemik seperti burung elang, anoa, babi rusa, ular pitong, dan kera hitam/makaka, berubah bagaikan sebuah pasar.

Saban hari lokasi PETI Dongi-Dongi, sebelum ditertibkan oleh Polda Sulteng dibantu personil TNI pada tahun 2012, tampak ramai.

Mencapai ribuan penambang saat itu berjuang mempertaruhkan nyawa mereka demi mendapatkan rep (tanah, pasir atau batu yang mengendung emas) untuk diolah menjadi emas.

Lokasi PETI Dongi-Dongi berjarak sekitar 1,5 kilometer dari jalan raya Trans-Sulawesi Palu-Napu (Poso) dan permukiman penduduk.

Hanya dalam tempo beberapa bulan, ekonomi masyarakat di Dusun Dongi-Dongi yang tadinya sebagai petani kakao dan sayur-sayuran berubah drastis.

Di sisi kiri dan kanan jalan Trans-Sulawesi di wilayah tersebut bermunculan kios-kios yang menjual berbagai kebutuhan dan keperluan sehari-hari. Dengan demikian, para penambang yang membutuhkan berbagai keperluan hidup, terutama bahan makanan, tidak perlu lagi harus pergi berbelanja di Palu, Ibu Kota Provinsi Sulteng yang harus menempuh perjalanan sekitar 2 jam.

Mereka dengan mudah bisa mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan sehari-hari sebab semuanya sudah tersedia di kios-kios milik warga setempat dan ada juga pedagang dari luar yang menyewa lokasi dari penduduk setempat untuk berjualan.

Baca juga: Aktivis Jatam: Maraknya tambang ilegal karena lemahnya penindakan

Di awal-awal PETI diserbu penambang, tercatat ada sekitar 4.000 penambang yang mencari nafkah, baik bagi dirinya sendiri (khusus masih bujang) maupun mereka yang sudah meliliki istri dan anak.

Karena makin banyak penambang yang berdatangan di lokasi PETI Dongi-Dongi dan lokasi tambang yang berada dalam kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Balai Besar TNLL bersama beberapa unsur terkait dengan melibatkan petugas dari jajaran Polda Sulteng, Polres Poso, satpol PP, dan polisi hutan (polhut) dari jajaran Balai Besar TNLL menyusun strategi untuk melakukan operasi penutupan PETI tersebut.

Kegiatan PETI di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Desa Dongi-dongi, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulteng, dilkukan pada 29 Maret 2016 dan operasi saat itu berjalan lancar dan aman tanpa perlawanan penambang.

Operasi penegakan hukum tersebut dipimpin Kepala Biro Operasional Polda Sulteng Kombes Pol. Herry Nahak dan Kapolres Poso AKBP Ronny Suseno dengan melibatkan 400-an personel gabungan polisi, TNI, polisi pamong praja, dan polisi kehutanan.

Penertiban dimulai dengan membongkar lapak-lapak pedagang di kiri kanan jalan poros Palu-Napu, kemudian ke lokasi penambangan yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari jalan poros.

Di lokasi tersebut, aparat gabungan membongkar pondok-pondok dan tenda-tenda perlindungan para penambang, lalu membakarnya. Sisa-sisa bahan batuan dan pasir hasil tambang yang mengandung emas dikumpulkan dan disita, kemudian dibawa ke Kota Palu sebagai barang bukti.

Sejumlah penambang yang masih melakukan aktivitas penambangan saat operasi berjalan diamankan petugas, kemudian dibawa ke Polda Sulteng untuk menjalani proses hukum.

Baca juga: Kapolda Jambi tegaskan komitmen berantas penambangan emas liar

Bangun Posko

Guna mencegah para penambang melakukan kembali kegiatannya setelah penertiban PETI Dongi-Dongi, Balai Besar TNLL membangun posko di pintu masuk dan di dalam lokasi PETI. Pos ini saban hari dijaga petugas, termasuk di antaranya polhut ikut dilibatkan untuk awasi dan amankan lokasi eks PETI Dong-Dongi.

Sebagai upaya untuk menghijaukan kembali kawasan hutan dan alam konservasi TNLL di Dongi-Dongi yang tampak sudah gundul akibat aktivitas menambang, Balai Besar TNLL menanam berbagai jenis pohon, termasuk di antaranya pohon endemik di lokasi tersebut.

Berdasarkan data  Balai Besar TNLL, hingga saat ini sekitar 5.000 jenis pohon yang ditanam di lokasi eks PETI Dongi-Dongi, baik penanaman oleh pihak TNLL maupun masyarakat korservasi atau kelompok-kelopom peduli hutan dan alam.

Kelompok partisipasi konservasi masyarakat Dongi-Dongi ikut dilibatkan menanam pohon di lokasi agar areal hutan yang tadinya sudah rusak akibat PETI bisa kembali menjadi hijau dan tidak lagi disentu oleh para penambang.

Meski sudah ada posko di luar maupun di dalam kawasan terlarang dengan dijaga petugas dan lahan sudah ditanami berbagai jenis pohon, penambangan emas ilegal masih saja berlangsung.

"Kenapa bisa terjadi? Siapa yang salah?" Semuanya membisu.

Dari hasil investigasi beberapa penambang, mereka mengaku masih tetap melakukan kegiatannya. "Kami masih tetap menambang," kata penambang yang namanya tidak mau disebut.

Modus operasi mereka, kata dia, tidak dilakukan pada siang hari, tetapi malam hari. Hal itu untuk menghindari petugas.

"Kalau bekerja malam hari 'kan tidak ada yang tahu," ujarnya.

"Malam hari 'kan gelap? Bagaimana Anda bisa bekerja?" Pertanyaan ini dia jawab, "Ya, bisa dengan menggunakan senter."

Setelah pukul 04.00 atau pukul 05.00 WITA, semua penambang harus meninggalkan lokasi dengan membawa rep untuk olah menjadi emas.

"Ya, kalau lagi beruntung bisa ada hasil mengembirakan atau malah sebaliknya," katanya.

Baca juga: DPRD Kapuas Hulu desak pemerintah terbitkan regulasi terkait PETI

PETI Masih berjalan

Sementara itu, Kepala Balai Besar TNLL Jusman membenarkan bahwa penambangan emas di wilayah konservasi Dongi-Dongi hingga kini masih berjalan.

Meski eks PETI Dong-Dongi sebenarnya sudah ditutup pada tahun 2016 melalui suatu operasi gabungan, tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan menambang emas secara ilegal masih saja berlangsung di zona itu.

"Ya, seperti itu sebab sampai saat ini petugas masih saja menangkap oknum-oknum penambang yang membawa rep dari wilayah Dongi-Dongi," kata Jusman.

Buktinya, kata Jusman, sudah banyak yang ditangkap dan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Mereka ada yang sudah divonis dengan masa kurungan cukup lama dan lainnya masih dalam proses.

"Pokoknya siapa saja yang terbukti pasti diseret ke pengadilan," katanya menegaskan.

Sebenarnya, pihaknya bersama jajaran Polda Sulteng sudah berusaha keras untuk menertibkan penambangan emas di kawasan Dongi-Dongi, baik secara pembinaan kepada masyarakat di sekitarnya dengan program pemberdayaan ekonomi melalui kelompok-kelompok tani dan korservasi maupun penegakan hukum.

Meski demikian, apa yang sudah dilakukan selama ini belum juga membuahkan hasil yang mengembirakan. Artinya, mereka masih saja belum jerah dengan upaya penegakan hukum.

Diakui pula untuk selesaikan masalah PETI Dongi-Dongi tidak semudah apa yang dibayangkan. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh yang namanya perjuangan dan komitmen bersama.

Baca juga: Polres Bungo berantas tambang emas ilegal di Batu Kerbau
 
Kegiatan rehabilitasi eks PETI Dongi-Dongi pada tahun 2016. ANTARA/Anas Masa


Butuh Dukungan

Jusman juga mengatakan bahwa penertiban PETI di wilayah Dongi-Dongi, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, butuh dukungan semua pihak.

"Kami terus bergerak dengan melakukan koordinasi semua pihak terkait penghentian kegiatan di lokasi PETI Dongi-Dongi," katanya di Palu, Rabu, menanggapi tertangkapnya enam oknum warga bersama barang bukti batu/pasir yang mengandung emas oleh aparat Polda Sulteng beberapa hari lalu.

Penangkapan terhadap sejumlah orang bersama barang bukti kendaraan yang mengangkut meterial rep saat melintas di jalur Palu-Napu itu, kata dia, menunjukkan masih adanya aktivitas di lokasi eks PETI Dongi-Dongi itu.

Ia menyebutkan lokasi PETI terletak di areal seluas sekitar 15 hektare tersebut merupakan habitat berbagai satwa, termasuk satwa burung endemik yang seharusnya dilindungi.

Berbagai langkah untuk mengamankan dan menghentikan kegiatan di lokasi tersebut telah dilakukan Balai Besar TNLL seperti membentuk kelompok-kelompok partisipasi konservasi, program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitarnya, dan menjalin kemitraan dengan unsur tokoh masyarakat dan lembaga adat.

Menurut dia, perlu koordinasi dan terlebih dukungan semua pihak untuk mengatasi persoalan PETI Dongi-Dongi.

Pihaknya bersama Pemkab Poso, dan jajaran Polres Poso, Polda Sulteng sudah berupaya keras menjaga dan mengamankan wilayah tersebut.

Idris, peneliti muda satwa di kawasan cagar biosfer l Lore Lindu, menyayangkan masih berlangsungnya penambangan emas ilegal di wilayah Dongi-Dongi.

Baca juga: Minahasa Tenggara tutup PETI kawasan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri

Penegakan hukum bagi mereka yang terbukti perlu terus dilakukan pihak berwenang sampai tidak ada lagi penambangan di areal tersebut.

Karena bagaimanapun wilayah itu, selama bertahun-tahun sebelum dirambah untuk penambangan emas ilegal, merupakan habitat berbagai satwa endemik yang semestinya dilindungi, bukan diganggu keberadaannya.

Akhirnya, berbagi satwa yang ada di dalam hutan di kawasan tersebut, sejak dirambah langsung eksodus di tempat lainnya yang dianggap aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya mencari dan mengejar uang.

Ia juga mendukung pernyataan Kepala Balai Besar TNLL Jusman bahwa perlu dukungan semua pihak untuk menyelesaikan masalah PETI Dongi-Dongi sampai tuntas.

Tuntas artinya semua penambangan di lokasi PETI Dongi-Dongi tidak lagi berjalan alias setop total.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020