Dalam situasi saat ini, solidaritas global adalah sebuah keniscayaan. Solidaritas harus jadi perekat kepentingan semua: negara besar, negara kecil, semua, tanpa terkecuali. Dunia harus menanggalkan perbedaan kepentingan politik masing-masing
Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menyebut perbaikan dan penguatan seluruh perangkat dan sistem pada Perserikatan Bangsa-Bangsa penting dilakukan agar lembaga dunia itu tetap relevan menghadapi masalah global.

Pasalnya, setelah 75 tahun berdiri, banyak pihak mulai mengalami krisis kepercayaan terhadap kemampuan PBB mengatasi masalah global.

"Sudah terlalu lama PBB hanya dijadikan forum untuk memperbesar perbedaan. UN Charter (Piagam PBB) tidak dihormati dan diterapkan, termasuk prinsip penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah berdaulat," kata Menlu Retno saat membuka diskusi virtual bertajuk "Refleksi Kritis 75 Tahun PBB", Kamis.

Menurut dia, saat ini dunia menghadapi berbagai masalah yang kian menguat selama masa pandemi.

Baca juga: Menlu Retno bahas isu strategis dengan negara mitra di PBB
Baca juga: Menlu Retno angkat pemberdayaan perempuan dalam Sidang HAM PBB


" Semakin menurunnya kepercayaan terhadap globalisme dan makin lunturnya nilai-nilai multilateralisme, semakin meningkatnya rivalitas dan kompetisi antarnegara besar, dan semakin menebalnya nasionalisme sempit dan populisme," terang Retno dalam sambutannya pada acara diskusi yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri RI.

Oleh karena itu, PBB harus mereformasi seluruh perangkat dan sistem kerjanya sehingga masyarakat dunia dapat menerima manfaat konkret dari kehadiran lembaga internasional tersebut, kata Menlu Retno.

Dalam kesempatan itu, ia menyebut tiga langkah yang dapat dilakukan PBB untuk mereformasi kelembagaannya, antara lain memperbaiki seluruh organ dan sistem di dalamnya; memperkuat nilai multilateralisme; mengedepankan paradigma kolaborasi serta solusi yang saling menguntungkan seluruh pihak; serta memperkuat kepemimpinan kolektif global.

"Hanya dengan cara ini, semua negara punya hak dan kesempatan yang sama. (Kecenderungan) yang kuat menguasai semua dapat dihindari dan negara-negara kecil dapat dilindungi," terang Retno.

Di samping itu, ia menjelaskan PBB harus memastikan lembaganya selalu jadi penggerak solidaritas, kerja sama, dan kepemimpinan global.

"Dalam situasi saat ini, solidaritas global adalah sebuah keniscayaan. Solidaritas harus jadi perekat kepentingan semua: negara besar, negara kecil, semua, tanpa terkecuali. Dunia harus menanggalkan perbedaan kepentingan politik masing-masing," jelas Retno.

Oleh karena itu, keterwakilan negara-negara berkembang pada pucuk pimpinan lembaga-lembaga strategis penting PBB perlu ditingkatkan. Langkah itu bertujuan memastikan PBB tidak didominasi oleh beberapa pihak tertentu.

"Keterwakilan negara berkembang harus ditingkatkan, termasuk dalam hal tata kelola dan sistem pengambilan keputusan di badan-badan PBB," ujar Retno menegaskan seraya mengapresiasi penunjukan seorang teknokrat asal Indonesia, Armida Salsiah Alisjahbana, sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial PBB (UN ESCAP) untuk Wilayah Asia Pasifik.

Baca juga: Pimpin Sidang DK PBB, RI perkuat diplomasi damai di masa pandemi
Baca juga: Indonesia inisiasi pertemuan DK PBB membahas isu aneksasi Palestina

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020