Jakarta (ANTARA) - Masyarakat jangan sampai dibuat resah dengan sejumlah pernyataan politik yang berseliweran di media sosial menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Apalagi di masa pandemi COVID-19, seharusnya bangsa Indonesia bergotong-royong dan saling menguatkan agar dampak pandemi ini bisa mereda.

Bangsa Indonesia tentu tidak mengharapkan kejadian demo berjilid-jilid kembali terulang hanya karena ulah sebagian kalangan.

Oleh karena itu, hendaknya tokoh-tokoh politik juga sadar untuk lebih berhati-hati dalam berbicara di masa pilkada ini.

Saat ini, hangatnya situasi jelang Pilkada 2020 dapat dirasakan dari pernyataan sejumlah tokoh terkait demokrasi di daerah tersebut.

Baca juga: Teken MoA, Menkominfo dukung pilkada tanpa hoaks di ruang digital

Sebut saja, ujaran politikus Partai Demokrat Cipta Panca Laksana dalam akun Twitter pribadinya @panca66. Ia mencuit "paha calon wakil Wali Kota Tangerang Selatan itu mulus banget," pada Jumat, 4 September 2020.

Panca memang tidak secara spesifik menyebut nama calon Wakil Wali Kota yang dimaksud. Namun, cuitan itu ternyata menyinggung salah satu calon Wakil Wali Kota Tangsel Rahayu Saraswati (Sara) yang notabene seorang wanita.

Sara tersinggung karena merasa foto nya saat sedang berolahraga dengan bercelana pendek dikomentari Panca secara merendahkan martabat wanita.

Di sisi lain, ujaran Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani tentang Sumatera Barat juga dinilai sensitif bagi sebagian rakyat Minangkabau.

Puan mengumumkan pasangan Cagub-Cawagub Sumatera Barat untuk Pilkada 2020 sembari menyatakan harapannya agar Provinsi Sumatera Barat mendukung Pancasila.

Baca juga: Teken MoA, KPU: langkah strategis mengingat pilkada di tengah pandemi

"Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila," kata Puan.

Puan memang tidak mengatakan hal tersebut dalam akun pribadi seperti pada kasus pertama. Namun ia mengatakannya pada siaran streaming Youtube PDI Perjuangan tanggal 2 September 2020 pada menit 47.

Tayangan itu disaksikan sebanyak 22.253 kali oleh warga Youtube, dan disukai kurang lebih 1.500 akun Youtube.

Akibat pernyataan tersebut membuat resah masyarakat Sumatera Barat. Media sosial pun berdengung, ramai membicarakannya. Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang (PPMM) melaporkannya ke Bareskrim Polri meski ditolak oleh petugas Bareskrim Polri, karena dinilai tidak memenuhi unsur yang disyaratkan.

Melihat gejala meningkatnya suhu politik mendekati Pilkada, menjadi sangat penting bagi elit politik untuk menahan diri membuat pernyataan-pernyataan yang meresahkan apalagi di masa pandemi COVID-19.

Jangan sampai kemudian menjadi amunisi di media sosial untuk merusak tatanan bernegara dengan berbagai konten negatif dan hoaks yang semakin memanaskan situasi.

Baca juga: Mewujudkan pilkada dengan ruang digital sehat

Meskipun Menteri Kominfo Johnny G Plate sudah mengingatkan bahwa dalam tingkat middle-stream, Kementerian Kominfo memiliki kewenangan untuk menutup situs, platform, ataupun akun yang memuat konten negatif.

Bahkan dengan mesin pengais informasi (AIS), Kementerian Kominfo telah dan akan terus mengidentifikasi konten negatif untuk penanganan dan pengendalian yang lebih lanjut.

Pada tingkat hillir atau down-stream, Menteri Kominfo mendukung upaya Bareskrim Polri dalam menindak dan menegakkan hukum terhadap pembuat maupun penyebar hoaks serta konten negatif.

“Dalam Pilkada Serentak 2020, kolaborasi antara Kominfo, Polri bersama Bawaslu dan KPU menjadi semakin penting untuk mencegah dan memberantas penyebaran hoaks juga disinformasi,” jelasnya.

               Bagi Tugas

Penandatanganan Nota Kesepakatan Aksi Nomor: K.Bawaslu/HM/02.00/VIII/2020, Nomor Pr.07-NK/01/KPU/VIII/2020, dan Nomor: 581/MOU/M.Kominfo/HK.04.01/8/2020 yang dilakukan oleh Ketua Bawaslu Abhan, Ketua KPU Arief Budiman, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Lantai 4 Gedung Bawaslu RI, Jakarta, menjadi salah satu upaya menjadikan ruang media sosial lebih ramah pilkada.
​​​​​​​
Di dalam nota dinas itu, Kominfo, Bawaslu, dan KPU RI berbagi tugas untuk mengawasi konten internet dalam penyelenggaraan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota 2020.

Kominfo bertugas untuk mengedukasi masyarakat, mengidentifikasi, dan menutup akun, situs, atau platform yang memuat konten negatif, serta membuat pelaporan ke Bareskrim Polri.

Bawaslu RI bertugas untuk menyediakan konten-konten internet pelanggar peraturan perundang-undangan hasil pengawasan dan menyediakan data laporan masyarakat terkait akun konten internet pelanggar peraturan perundang-undangan.

Kemudian Bawaslu juga bertugas menyediakan analisis hasil kajian pengawasan terkait media sosial dan kampanye serta memfasilitasi kegiatan koordinasi para stakeholders dalam pengawasan konten internet.

Baca juga: Bamusi: Pernyataan Puan tunjukkan Sumbar berperan pendirian NKRI

Sementara KPU RI bertugas menyediakan informasi data tim kampanye dan akun media sosial peserta pilkada.

"Kita harus pikirkan bersama dampak perkembangan dunia digital, yang memang memudahkan juga kadang-kadang menyulitkan. Karena masa kampanye di internet tak kenal waktu, hal itu menuntut kami untuk bekerja lebih keras lagi," kata Ketua KPU RI Arief Budiman.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, ketiga instansi tersebut siap bekerja sama untuk menekan penyebaran hoaks saat pilkada, yang ditandai dalam nota kesepakatan aksi (Memorandum of Action/MoA).

“Dengan kerja sama itu diharapkan nantinya bisa menjaga kondisi medsos selama masa kampanye agar kondusif dan tidak penuh konten negatif,” kata Abhan.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk melakukan pelaporan apabila terdapat konten negatif di media sosial.

“Kami dapat membuat laporan serta menyusun klarifikasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Kami juga telah berkoordinasi dengan semua platform media sosial di Indonesia dalam komitmen menangani konten negatif di internet,” ujar Menteri Kominfo Johnny G Plate usai penandatanganan nota kesepakatan aksi Jumat (28/8) lalu.

Kementerian Kominfo sesuai nota kesepakatan aksi memiliki wewenang menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan dan melakukan penanganan konten internet sesuai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Konten Internet Bermuatan Negatif.

“Pengawasan konten internet tahun 2020 menambah pelibatan pihak Polri untuk penguatan kerja sama pengawasan dan penegakan hukum. Kita akan melakukan koordinasi dengan pihak Cyber Crime Polri dalam menangani konten negatif di internet ini,” katanya.
 

Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020