Jakarta (ANTARA) - Tim nasional U-19 Indonesia asuhan pelatih Shin Tae-yong menelan dua kekalahan dan satu hasil imbang dalam Turnamen Persahabatan U-19 Internasional di Kroasia pada 5-11 September.

Mereka takluk 0-3 dari Bulgaria, kalah 1-7 dari Kroasia dan menahan seri Arab Saudi 3-3.

Terlepas dari hasilnya, yang bisa dikatakan wajar karena masih uji coba, menarik untuk melihat formasi 4-4-2 yang diterapkan Shin Tae-yong dalam pertandingan-pertandingan tersebut.

Baca juga: Timnas U-19 Indonesia takluk 0-3 dari Bulgaria
Baca juga: Timnas U-19 kalah 1-7 dari tuan rumah Kroasia
Baca juga: Timnas U-19 kejar ketinggalan tiga gol tahan imbang Arab Saudi 3-3


Di sektor kiper, Muhammad Adi Satryo selalu menjadi pemain pilihan pelatih asal Korea Selatan itu. Di depannya, ada empat bek, di mana bek tengah Komang Tri dan Rizky Ridho, termasuk Ahmad Rusadi, kerap berada di waktu 'kick off'. Pratama Arhan, Mohammad Yudha, Bayu Fiqri bergantian ada di 'fullback' kanan maupun kiri.

Sebagai gelandang tengah, Shin menempatkan dua pemain perebut bola sekaligus pengumpan berkualitas baik. Di sinilah peran David Maulana tidak tergantikan. Mitranya adalah Komang Teguh Trisnanda yang lebih condong untuk bertahan.

Dua kali Komang Teguh menemani David di 'starting eleven' yaitu kala melawan Bulgaria dan Kroasia. Sementara saat berhadapan dengan Arab Saudi, David bermitra dengan Brylian Aldama, gelandang yang juga piawai mengantisipasi serangan lawan.

Sejajar dengan dua gelandang tengah, ada dua sayap yang diandalkan untuk menggebrak pertahanan lawan sekaligus mengamankan sisi lebar timnas U-19. Di sini, Shin sangat mengandalkan Witan Sulaeman. Witan yang tidak tergantikan bermitra dengan Andi Irfan, Sandi Arta atau Khairul Zakiri.

Irfan Jauhari dan Saddam Gaffar ditugaskan sebagai dua penyerang, dengan Braif Fatari sebagai alternatif.

Baca juga: AFC tunda Piala Asia U-16 dan U-19 sampai awal 2021


Viktor Maslov

Formasi 4-4-2 yang digunakan Shin Tae-yong pertama kali dikembangkan oleh pelatih asal Uni Soviet, Viktor Maslov.

Maslov, yang lahir pada 27 April 1910 di Moskow, mendapatkan inspirasi 4-4-2 dari formasi 4-2-4 yang tenar di tahun 1950-an salah satunya karena digunakan oleh timnas Brazil saat menjuarai Piala Dunia 1958.

"Sepak bola itu seperti pesawat terbang. Ketika kecepatan meningkat, kau harus membuat kepalanya lebih efisien," ujar Viktor Maslov.

Dengan 4-4-2, penyerang sayap di formasi 4-2-4 ditarik mundur menjadi gelandang sayap atau gelandang melebar (wide midfielder). Mereka satu kesatuan dengan gelandang tengah. Para gelandang ini dituntut turut terlibat dalam permainan baik menyerang maupun bertahan.

Formasi 4-4-2 mengharuskan tim untuk terus mengalirkan bola dengan cepat. Ketika bola dikuasai lawan, mereka membentuk pertahanan zona untuk mempersempit wilayah serang musuh.

Dalam tulisannya berjudul 'The Beautiful Game as a Soviet Game: Sportmanship, Style, dan Statecraft during Golden Age of Soviet Soccer' (2018), Caleb Wright menyebut Maslov tidak menyukai pemain yang terlalu lama menggiring bola.

Baca juga: PSSI: timnas U-19 lanjut TC di Turki setelah Piala Asia ditunda

Prinsip itu membuat Maslov tidak segan menyingkirkan pemain sayap juga bintang klub Dinamo Kiev Valeriy Lobanovski saat dia melatih tim asal Ukraina itu mulai 1964.

Maslov sendiri akhirnya berhasil membawa Dinamo Kiev tiga kali juara Liga Soviet saat berkiprah di sana pada periode 1964-1970.

Pada dasarnya, dalam 4-4-2 Maslov, semua pemain wajib membantu pertahanan dan berupaya merebut bola sesegera mungkin dengan memotong operan lawan. Metode seperti ini kemudian dikenal dengan taktik menekan atau 'pressing'.

Khusus bek tengah, mereka wajib pula memiliki kemampuan bagus mengantisipasi bola-bola udara. Duet penyerang di depan juga dituntut bisa bekerja sendiri sewaktu-waktu tanpa sokongan dari gelandang.

Ketika dalam posisi menyerang, setiap pemain (outfield players) termasuk bek tengah sesekali bisa maju ke wilayah lawan, dengan syarat, pemain lain harus menutup ruang yang ditinggalkan pemain bertahan tersebut.

Menurut pemegang lisensi A UEFA Timo Jankowski dalam 'Successful German Soccer Tactics-The Best Match Plans for A Winning Team' (2015), cara kerja 4-4-2 yang diperkenalkan Maslov cenderung tidak memberikan ruang kosong di lini tengah.

"Sistem ini tidak banyak memberikan ruang terbuka bagi pemain di lini tengah. Kreativitas mesti datang dari sayap," kata Jankowski.

Baca juga: Ketua Umum PSSI minta timnas U-19 tak hiraukan isu naturalisasi pemain

Apa yang dikatakan Jankowski bisa kita saksikan saat tim nasional U-19 Indonesia berlaga di Kroasia.

Saat menghadapi Bulgaria pada Sabtu (5/9), sistem 4-4-2 ini sudah diterapkan tetapi belum menghasilkan gol. Para pemain timnas U-19 masih mencari kenyamanan dalam menyukseskan formasi.

Hal ini dimaklumi karena beberapa nama di skuat seperti David Maulana, Mochammad Supriadi dan Komang Teguh Trisnanda terbiasa berlaga dengan formasi 4-3-3 atau 4-2-3-1 ketika masih memperkuat timnas U-16 dan timnas U-19 era pelatih Fakhri Husaini.

Formasi 4-4-2 sudah tampak berjalan saat kalah 1-7 dari Kroasia pada Selasa (8/9). Gol Indonesia yang dibuat bek kanan Amiruddin Bagas, setelah menerima umpan silang dari bek kiri Pratama Arhan, dihasilkan melalui skema serangan yang bermula dari tengah.

Pratama Arhan menerima sodoran bola yang dimenangkan di lini tengah sebelum mengirimkan 'assist' untuk Bagas.

Pergerakan melebar pemain-pemain timnas U-19 ini semakin tajam dan efektif saat menahan imbang Arab Saudi 3-3, Jumat (11/9).

Baca juga: PSSI upayakan sepak bola tetap hidup di tengah pandemi COVID-19

Dalam laga itu, Shin Tae-yong sedikit mengubah formasi 4-4-2 menjadi 4-4-1-1 dengan Irfan Jauhari sebagai ujung tombak karena Saddam Gaffar tidak cukup fit untuk bermain sejak menit pertama. Di belakang Irfan ada Braif Fatari. Di luar perubahan itu, konsep bermain skuat muda Garuda sejatinya sama sejak berduel dengan Bulgaria.

Semakin terbiasa dengan strategi Shin Tae-yong, timnas U-19 terlihat percaya diri dalam laga kontra Arab Saudi. Meski tertinggal 0-3, para pemain dari lini bertahan sampai tetap tenang dan tak putus asa menciptakan peluang. Gol pun datang satu demi satu.

Proses gol pertama yang dibuat Irfan Jauhari berawal dari pergerakan bek tengah Rizky Ridho Ramadhani yang berlari sendiri sampai sepertiga pertahanan Arab Saudi. Ketika Rizky menyerang, sang kapten David Maulana menutup ruang yang ditinggalkannya.

Rizky kemudian mengumpan kepada Witan Sulaeman di sisi lebar lapangan yang lantas meneruskan bola ke Irfan Jauhari yang mengubahnya menjadi gol.

Keberadaan Braif Fatari di depan, yang sebenarnya berposisi gelandang, membuat Indonesia lebih leluasa menguasai bola di pertahanan lawan. Terlihat saat gol kedua, di mana Braif mengirimkan bola terlebih dahulu ke bek kanan Amiruddin Bagas yang berlari menusuk kemudian mencatatkan assist untuk gol Saddam Gaffar.

Gol ketiga yang dilesakkan Braif Fatari di menit akhir memang dramatis. Namun, bek tengah Ahmad Rusadi berandil besar atas terciptanya gol tersebut.

Beberapa detik sebelum Braif merayakan golnya, Rusadi dengan apik menghentikan pergerakan dari pemain Arab Saudi Hazza Alghamdi yang berlari setelah mendapatkan bola liar akibat kesalahan David Maulana di lini tengah.

Bola itu lalu terus digulirkan ke depan hingga sampai ke kaki Witan dari sayap kanan, yang mengoper kepada sang pencetak gol, Braif Fatari.

Baca juga: Pelatih Persija puji penampilan Braif Fatari di timnas U-19

Tahapan gol-gol itu menunjukkan bagaimana timnas U-19 semakin terbiasa dengan formasi 4-4-2, juga 4-4-1-1, Shin Tae-yong. Para pemain terlihat 'cair', saling mengisi dan mengerti tugas masing-masing. Performa Braif Fatari juga menjanjikan saat berlaga sebagai penyerang.

Sedikit informasi, menempatkan seorang pemain yang berposisi asli gelandang di lini depan pernah dilakukan oleh Shin Tae-yong yaitu saat tim asuhannya Korea Selatan menundukkan Jerman 2-0 di Piala Dunia 2018.

Shin ketika itu memainkan gelandang Koo Ja-cheol untuk menemani Son Heung-min sebagai penyerang di formasi 4-4-2.

Kembali ke timnas U-19, Shin Tae-yong mengaku tidak akan terpaku dengan satu formasi untuk skuat yang disiapkan menuju Piala Asia U-19 dan Piala Dunia U-20 tahun 2021 tersebut.

"Semuanya tergantung ketersediaan pemain dan situasi pertandingan," tutur Shin.

Namun, tidak ada arti strategi tanpa fisik yang memadai. Semakin baik kondisi fisik terutama stamina, para pemain akan semakin berkonsentrasi untuk menjaga dan menerapkan taktik perubahan-perubahannya sampai pertandingan usai.

Itu menjadi alasan mengapa Shin Tae-yong sangat getol membenahi fisik David Maulana dan kawan-kawan.

Pelatih berusia 51 tahun itu berucap, "Pemain kehilangan fokus karena kekurangan stamina, yang berujung kurang baiknya 'cover play'. Akibatnya, kami sering kebobolan. Kalau stamina dan fisik pemain baik, pertahanan akan semakin solid".

Baca juga: Shin Tae-yong: pertahanan dan stamina timnas U-19 bermasalah
Baca juga: PSSI: Timnas U-19 hadapi Qatar hingga Dinamo Zagreb mulai 17 September

 

Editor: Bayu Kuncahyo
Copyright © ANTARA 2020